Chapter 9

4.8K 325 16
                                    


Pagi ini Arfan kembali mengucap ribuan syukur tanda terima kasihnya pada Allah. Karena Allah masih begitu baik padanya dengan memberikan Arfan umur dan kesempatan serta kesehatan untuk hidup hari ini.

Yah.. Walaupun sebenarnya ada hal lain yang membuat dia merasa begitu bahagia hari ini

Kemarin malam Arfan dan Abinya sudah pergi mendatangi rumah Aileen yang ada di Jakarta untuk mendapat izin dari Radit selaku Ayah Aileen agar membiarkan Arfan mengajak Aileen untuk bertaaruf. Perjalanan Arfan dan Abinya malam itu tak sia-sia karena sepulangnya mereka dari sana dengan sudah mengantongi restu dari Radit untuk niat mulia Arfan.

"Aduh yang baru dapat restu mukanya sampai berseri-seri gitu. Seneng banget ya mas?" ucapan menggoda itu terlontar dari Uminya saat Arfan sampai di meja makan pagi ini.

Dimas tersenyum melihat putra kesayangaannya itu tampak bahagia pagi ini. Ternyata semua yang dia takutkan tidak terjadi. Radit temannya itu menyambut baik niat dari Arfan

"Terus kapan mau mulai proses taarufnya mas?" Sang Umi kembali bertanya

"Liat nanti Umi tapi diusahakan secepatnya" Arfan menjawab dengan enteng

"Lah kok liat nanti mas?"

"Iya Umi Arfan kan juga belum bilang sama Aileen nya soal ini"

Memang benar yang dikatakannya. Arfan belum mengatakan apapun pada Aileen perihal ajakan taarufnya ini. Dia akan memikirkan cara mengatakannya nanti.

"Oalah mas. Kamu gimana toh? Yang mau diajakin taaruf kan si Aileen mas masa orangnya belum tau sama sekali. Nantu kalo dia nggak mau gimana hayo?"

Arfan nyengir kearah Uminya. "Nanti Arfan bilang mi"

Sebenarnya dalam benak Arfan saat ini ia telah menyusun banyak cara agar ajakannya ini terlihat spesial bagi Aileen.

_______________________

Mata ustadz Thofan melebar dengan sempurna setelah mendengar penuturan sahabatnya itu. Seorang Arfan yang terkenal memiliki aspek penilaian yang mendekati sempurna ingin mentaaruf anak SMA yang kerjaannya hanya membuat ulah saja? Ia tidak sedang bermimpi kan?

"Kenapa mata kamu sampai melebar gitu? Kaget kamu?" Arfan terkekeh melihat reaksi sahabatnya ini.

"Kamu yang serius Ar? Bukannya saya niat mencela nih tapi Aileen itu sama sekali nggak cocok sama antum Ar"

"Nggak cocok dimananya Fan? Apa karena saya pintar dia nggak? Atau karena dia ilmu agamanya belum seberapa? Fan, dengar ya kita mencari pasangan hidup itu bukan yang sempurna karena diri kita sendiri pun banyak kekurangannya tapi ditutupin sama Allah."

" Lagipula coba kamu bayangkan ya kalau misalkan saya dapat yang benar-benar cantik, ilmu agamanya tinggi, pintar terus kaya. Apa kamu nggak mikir kalau nantinya dia akan melawan dan menyetarakan dirinya dengan saya? Bukannya seorang istri itu harus menghormati suami? Kalau dia sudah merasa dirinya sederajat dengan suaminya bagaimana dia akan menghormati saya sebagai suaminya? Kemungkinan besar kan enggak Fan."

Melihat Thofan hanya terdiam Arfan terus melanjutkan

"Hakikatnya perempuan itu kan diciptakan bukan dari tulang tengkorak supaya dia bisa menginjak-injak laki-laki, bukan juga dari tulang kaki supaya dia bisa diinjak-injak oleh laki-laki, tapi perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang letaknya dekat dengan jantung supaya dia disayangi dan dijaga"

"Lagipun Fan. Kalau Aileen itu sekarang nya seperti ini saya lebih suka. Kamu mau tau kenapa? Karena dengan begitu saya bisa membimbing dia buat jadi lebih baik. Saya bakalan nyaksiin langsung proses perubahannya. Kan seru tuh Fan bisa liat orang yang kita cinta bisa berubah kearah yang lebih baik" Arfan menyelesaikan kalimat panjangnya dengan seulas senyum tulus.

Pesantren I'm In Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang