Dua Puluh Sembilan : Menjauh

30.9K 2K 107
                                    

Sebelumya mau ucapkan selamat lebaran!!!! Mohon maaf lahir batin. Bagi yang merayakan, yang gg merayakan selamat hari libur. Hehe...

Sorry telat, maklum lah...

Happy reading...

. . .
Artha memandang keluar jendela kelasnya, jam baru saja menunjukan pukul enam pagi. Namun Artha telah ada di sekolah, pikirannya kosong.

Menghela napas, Artha berdiri. Dia memutuskan untuk pergi ke kantin, membeli milk shake walau masih sangat pagi untuk meminum sesuatu yang dingin.

Sepanjang perjalanan ke kelas, Artha menyeruput milk shake cokelat miliknya.

Kelas sudah ada beberapa orang, termasuk Reval dan Raka.

Artha duduk di kursinya dan langsung memasang earphone di telinganya.

"Val, lo pernah rasa nggak di tampar kayak gimana?"

"Nggak, kenapa? Coba deh lo tanya ke yang pernah rasa." Balas Reval.

Artha tau mereka sedang menyindir dirinya, earphone yang terpasang di telinganya hanya hiasan. Dia sama sekali tidak mendengar lagu, dia mendengar semua pembicaraan Reval dan Raka.

Saat Rafa masuk dia menatap Artha sinis. Hari ini adalah hari paling sial bagi Artha. Tiga sahabatnya tidak ada satupun yang masuk, semua tiba-tiba ada urusan yang urgent.

Artha memandang papan tulis dengan malas. Karena jengah dengan pelajaran yang sama sekali tidak masuk ke dalam otaknya. Artha memutuskan untuk meminta izin ke toilet. Guru mengucapkan agar cepat kembali, namun tujuan Artha berbeda, dia bahkan tidak ingin kembali ke kelas.

Gadis itu duduk di lantai rooftop, semilir angin menerbangkan rambutnya yang tergerai.

Langit begitu biru, awan berwarna putih bersih itu mengikuti kemana angin membawanya pergi.

Mata Artha memanas lagi, hatinya sakit. Air bening itu kembali jatuh. Seiring dengan isak tangisnya yang semakin kencang.

Di remasnya seragam di bagian dada kirinya, hatinya sakit.

Terlau sakit, berulang kali dia memukul dadanya namun rasa sesak itu masih saja tertinggal. Berbekas.

"Tha," Artha terdiam, dia menghentikan tangisnya.

"Mau ngapain lo ke sini?"

"Nggak, gue suka aja ke sini." Raka duduk di samping Artha sambil memandang langit. "Gue suka tempat ini, dia mengingatkan gue ke seseorang."

"Syahna?"

Raka mengendikan bahu. "Entahlah,"

"Gimana keadaan, Ray?"

"Baik," Raka tersenyum. "Gue percaya sama elo, Tha." Raka menepuk bahu Artha lalu berdiri.

"Gue balik duluan." Raka berlalu.

***

Tidak terasa, sudah seminggu lebih lebih Ray tidak masuk sekolah.

Banyak orang yang memandang ke arahnya, padahal perban yang ada di lukanya tidak ada lagi.

Kelas nampak ramai, sudah banyak yang masuk. Tapi ada empat bangku yang kosong.

Tempat Artha dan tiga sahabatnya.

"Hai, bro." Raka ber-tos ala bro-bro ke Ray.

"Udah baikan?" Tanya Reval. Ray mengangguk.

Artha dan tiga sahabatnya masuk ke kelas. Namun Artha berjalan ke depan kelas.

"Dengarkan baik-baik. Hari ini sesuai yang sudah kita sepakati beberapa hari yang lalu, hari ini kita pergi ke akuarium buat pelajaran biologi. Sesuai kelompok, yang sudah di bagi waktu pelajaran biologi. Oke, semua siap-siap. Bis-nya sudah ada di depan." Ucap Artha lantang dan jelas.

ANSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang