Dengan perasaan ingin tahu, Tiong Giok melongok ke dalam kamar. "Disini tertera kamar nomor satu, kenapa tak ada orangnya ?"
"Ini penjara biasa, sedangkan Kongcu harus ke penjara Istimewa. Keadaannya berbeda dengan disini, agak enakan sedikit dan mendapat perlakuan istimewa juga !"
"Siapa saja penghuni penjara istimewa ?"
"Sejujurnya aku tak tahu, karena mereka hanya memakai nomor sebagai pengganti namanya," jawab Ong Jiak Tong.
"Tidakkah lengkap menanyai pada mereka ?"
"Narapidana terbagi dua golongan, yang ringan perlu ditanya, dan mereka tidak disini sedangkan yang berada disini semua menjalani hukuman seumur maka tak perlu lagi menanya-nanya mereka !"
Sambil bicara sambil berjalan, tak terasa lagi sudah sampai diruangan yang paling bawah. Disini terdapat ruangan agak besar, dan kamar-kamar berderetan sebanyak enam buah. Diatas kamar tertulis, kamar Istimewa nomor satu... sampai nomor enam. Dan terdapat juga sipir bui yang menjaga.
Ong Jiak Tong membuka kamar nomor satu, "Maaf...silahkan masuk !"
In Tiong Giok mengangguk dan masuk kedalam dengan kaki gemetar...sedangkan pintu besi dikunci dari luar. Hei.. penghuni kamar satu, kuberikan selamat dapat kawan baru !" seru seorang pengawal.
Keadaan di dalam ruangan begitu semak dan menyesakkan napas. Di atas balai-balai terlihat seorang tua sedang berbaring, begitu pucat dan kurus, sinar matanya saja menatap terus ke dirinya.
"Mungkinkah ini orangnya ?" piker Tiong Giok dan terus ia memberi salam sambil menegur :
"Bagaimana pak baik-baik saja ?"
Orang tua itu tidak menjawab hanya menatap terus dengan matanya, seolah-olah tak mendengar apa yang diucapkan si anak muda.
"Bagaimana pak baik-baik sajakah ?" seru In Tiong Giok lebih keras lagi.
Orang tua itu menganggukkan kepala lalu berkata dengan suara yang parau : "Duduklah nak, di tempat semacam ini tak perlu memakai banyak peradatan."
"Dapatkah kutahu nama bapak ?"
"Selama tujuh belas tahun tak melihat sinar matahari, membuatku lupa nama sendiri ! Bagaimana denganmu nak masih ingatkah nama sendiri ?"
"Ohn namaku In Tiong Giok."
"Masih begini muda kenapa engkau bisa masuk kesini ?"
"Sebenarnya aku datang bekerja sebagai penterjemah pada Pok Thian Pang, tapi..."
"Setop dulu....menterjemahkan buku apa ?" sela si orang tua.
"Sebuah buku Sangsekerta..."
"Keng Thian Cit Su bukan buku itu !" lagi-lagi si orang tua memotong bicara.
"Benar, kenapa engkau bisa tahu pak ?"
"Sudah diterjemahkan belum buku itu ?" Tanya si orang tua sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Belum..."
"Kenapa..?"
"Sudah berapa tahun kupelajari bahasa Sangsekerta, tapi menghadapi buku itu tak berdaya : banyak yang tidak kutahu, sebab istilah-istilah silat bagiku asing sekali, karena aku tak pandai silat sedikitpun. Maka sampai kini belum bisa diterjemahkan !"
"Bagus," kata si orang tua, " tujuh belas tahun aku disini, nyatanya tak sia-sia "
"Apakah bapak karena buku itu juga masuk kesini ?"
"Ya karena buku itu !"
"Karena tak mau menterjemahkan, apa karena kurang bisa ?"
"Hm, buku itu adalah milikku !"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perguruan Sejati - Gu Long
General FictionKehidupannya sebagai seorang murid biasa dari seorang Siucay (guru) tua di sebuah kota tiba-tiba berubah karena suatu peristiwa. Keisengannya mencoba mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai penerjemah bahasa Sansekerta dari sebuah Perkumpulan Pemecah L...