"Terus terang saja kenapa tak mau engkau tuturkan apa yang menjadi rahasia hatimu itu ?"
"Tidak ada sesuatu yang menjadi rahasiaku."
"Baik-baik begitu, tapi terangkan dengan sejujurnya."
"Kongcu hanya salah paham merpati pos yang kemarin kulihat terang-terang binatang yang terpelihara, kenapa mengatakan merpati liar yang datang sendiri ?"
Wajah Tutan menjadi berubah, ia sangat kaget, dan kemek-kemek tidak bisa menjawab.
"Lagi pula hari ini akan datang tamu, siapa dia ? Kenapa Siociamu dengan alas an ini menyingkirkan aku kesini dan memindahkan kamarku ke belakang ? Seolah-olah tidak boleh menemui tamu itu ?"
Tutan menangis, air matanya mengallir ke pipi lalu berkata : "Tamu itu adalah kawan lama Siociaku. Sudah lama Siocia mengharapkan bertemu dengannya, tapi tak berhasil, dan baru sekarang harapannya selama tiga puluh tahun itu baru terlaksana ! Sudah pasti banyak omongan yang akan dibicarakan mereka dan terlarang untuk orang luar mengetahuimya ! Maka itu dengan memindahkan Kongcu kebelakang sedikitpun tidak bermaksud jahat !"
"Seharusnya kawan baiknya itu ditempatkan di loteng belakang berdekatan dengan kamar Siociamu bukan ?"
"Ia adalah seorang laki-laki !"
"Oh, kiranya begitu, menyesal aku terlalu bercuriga !" kata In Tiong Giok sambil tersenyum.
"Sudah lama Liap Lo Cianpwee tak bertemu dengannya, tiba-tiba mengetahui kawannya itu akan datang, tentu burung pos itu yang membawa berita bukan ?"
"Ini...ini...aku tak tahu !"
"Setiap kusinggung mengenai burung pos itu, engkau tak mau mengatakan yang sebenarnya. Tentu ada apa-apanya bukan ? Mulai hari ini aku pindah keloteng belakang, pasti akan mendapat kesempatan membongkar rahasia ini dan akan mengetahui soal yang kau rahasiakan !"
"Bahkan jangan berlaku gegabah, jika diketahui Siocia engkau bisa celaka."
"Adakah satu rahasia diloteng belakang itu yang tidak boleh diketahui orang luar ?"
"Kongcu jangan bertanya padaku, bagaimanapun aku tak berani menerangkan," kata Tutan, "aku hanya mengharapkan Kongcu jangan berlaku demikian, sebab berbahaya sekali..." Ia tidak mau menerangkan terlebih lanjut. Hanya kepalanya digoyang-goyang dan air mata mengalir terus dengan deras.
"Katakanlah padaku, aku berjanji tak akan menceritakan lagi pada orang lain !"
"Tutan menoleh kekiri kanan, tampak ketakutan sekali, berapa kali bibirnya bergoyang tapi tak mengeluarkan suara, seolah-olah jika ia bersuara akan mendatangkan bencana besar baginya.
"Jangan kuatir, kita hanya berdua saja, tak ada orang lain yang mendengar !"
Tutan menjadi berani juga. "Kongcu sebaiknya lekas pergi dari sini, lebih cepat lebih baik.."
"Siang-siang aku mau pergi, tapi sebab dicegah Siociamu..."
"Pergilah dari sini diluar tahunya !"
Tiba-tiba saja terdengar dengusan seseorang disusul berkelebatnya sesosok tubuh dihadapan mereka. "Tutan engkau jangan mengaco tak keruan, apa yang kau katakana barusan ?"
Pendatang itu adalah seorang tua berambut putih, dan bermata satu.
"Sun Toa nio," kata Tutan sambil menarik nafas lega.
Perempuan tua itu mengenakan pakaian serba hitam, lengannya memegang tongkat hitam yang mengkilap. Ia berjalan menghampiri sepasang muda mudi itu, dari geraknya tampak ia berilmu itnggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perguruan Sejati - Gu Long
General FictionKehidupannya sebagai seorang murid biasa dari seorang Siucay (guru) tua di sebuah kota tiba-tiba berubah karena suatu peristiwa. Keisengannya mencoba mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai penerjemah bahasa Sansekerta dari sebuah Perkumpulan Pemecah L...