Jilid 13

4K 74 0
                                    

Pelayan-pelayan berulang kali mencoba mendekatinya bertanya ini itu dengan ramah, bukan saja tidak dihiraukan, malahan diusirnya. 

Hoo kee dari restoran ini melihat tamu yang aneh ini, merasa tidak betah dan ingin menanya apa yang dikehendaki pemuda itu, tapi perkataan mereka yang berada di kerongkongan tak kunjung keluar karena sinar mata pemuda itu yang tajam dan pedang yang tersoren di pinggangnya membuat mereka takut sendiri.

Pada haru raya yang ramai ini banyak tidak kebagian tempat, dan sudah tentu pemuda itu tidak boleh menjublek terus-terusan semalam suntuk di situ, ini merugikan pemilik restoran. 

Lebih-lebih tempat yang dipakai pemuda itu adalah yang terbaik dan termahal, biar bagaimana kerugian ini harus dicegah, maka itu Hok Kee itu berunding dan mengambil keputusan untuk melaporkan kejadian ini pada Lau pan atau majikan mereka.

Pemilik Hui hong sian ini adalah Pang Tiong seorang buaya kenamaan di telaga See Ouw. Biar dia mempunyai alis kereng dan tabiat kasar, tapi cukup berpengetahuan luas, jikalau tidak mana mungkin seorang buaya semacam dia bisa mendirikan restoran Hui hong sian yang begitu terkenal.

Mendengar laporan dari Hok keenya, Pang Tiong mengerutkan alis dan bertanya :

"Ei, kalian bisa memastikan ia baru berusia delapan belas tahun ?"

"Ya !"

"Sudah berapa banyak ia minum ? Mabukkah dia ?"

"Sudah minum sepuluh teko, mabuk tidaknya kami tidak tahu !"

"Dilihat tampangnya beruang atau tidak ?"

"Pakaiannya mentereng, kelihatannya sih berduit juga !"

"Ha ha ha, kalau ia beruang soal gampang !" kata Pang Tiong dengan tergelak-gelak. "Sekarang juga kau jemput Siau Yang Ang, dan hadapi pada pemuda itu, kutanggung bocah itu akan manggut-manggut...."

"Sekarang adalah hari raya, mungkin Siau Yang Ang tak bisa datang....."

"Pokoknya, bisa tidak bisa, asal ada uang akan bisa !" kata Pang Tiong.

Hoo kee itu tak berani banyak cerita lagi, segera berlalu untuk menjemput Siau Yan Ang. Pang Tiong sedangkan tak bisa tenang, cepat-cepat ia mengenakan pakaian barunya dan lalu terus naik ketingkat tiga.

Kini ia percaya apa yang dikatakan Hok keenya bahwa pemuda itu benar-benar aneh. Dengan didahului deheman kecil ia masuk ke kamar pemuda itu. Sebelum berkata ia tersenyum dulu. "Kongcu..." Ia meneruskan menantikan reaksi pemuda itu.

Pemuda itu tidak bereaksi, ia melanjutkan kata-katanya. "Selamat datang di Hui hong sian ini, restoran ini dibangun tepat ditepi telaga, tak usah repot-repot perahu melalui telaga ini bukan ? Maka itu kupakai nama Hui hong sian. Atau pelangi terbang....

Pemuda itu tersenyum-senyum dan memancarkan sinar gembira pada wajahnya. Pang Tiong melihatnya mejadi girang, dan melanjutkan kata-katanya.

"Aku sebagai orang bodoh yang kurang sekolah, tapi pengunjung-pengunjung restoran ini, banyak yang pintar-pintar dan bersekolah tinggi. Menurut mereka nama ini indahnya terletak pada pemakaian huruf hui atau terbang...."

"Apa indahnya ?"

Pang Tiong lupa diri, semakin sok aksi dan kiranya dialem. "Pelangi adalah benda mati, ditambah huruf terbang, bukankah menjadi hidup ? Hui hong ! Hui hong ! pelangi terbang....artinya pelangi itu terbang dan tidak mati ! Ia asyik menguraikan nama itu dengan panjang lebar, dan tidak menduga bahwa pemuda itu tiba-tiba saja menjulurkan tangan mencekal pergelangannya.

"Hong atau pelangi menurutmu benda mati ?" bentak pemuda itu dengan mata mendelik dan memancarkan sinar membunuh.

Pang Tiong tak habis mengerti, kemana pemuda ini yang mula-mula sudah tersenyum-senyum tiba-tiba bisa berubah demikian macam, hatinya gugup dan tidak bisa menjawab. Begitu sipemuda menggunakan tenaga Pang Tiong merasa sakit yang tidak kepalang. 

Perguruan Sejati - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang