Memang benar, setelah melancarkan dua kali Hiat cie lengnya In Tiong Giok kehabisan tenaga, napasnya memburu seperti kerbau kepayahan, tapi saat ini dia sudah melupakan keadaan dirinya, begitu napasnya baikan, segera ia berkata : "Lo Cianpwee katakanlah dengan jelas cara apa lukamu bisa sembuh ?"
"Isi perutku sudah rusak dan hawa sudah mongering, biar mendapat obat dewapun tak bisa menyembuhkan. Sedangkan Hiat cie leng adalah ilmu dalam yang memakai tenaga sejati dan membangkitkan kehidupan padaku untuk sejenak saja, beginipun cukup membuatku menuturkan kata-kata sebelum meninggal dunia."
"Bagaimanapun Lo Cianpwee tidak boleh meninggal dunia, untuk Thian liong bun dan untuk Liap Lo Cianpwee.""Perasaan rindu selama tiga puluh tahun cukup terhibur dengan pertemuan hari ini, padanya tiada yang kupikirkan lagi, tapi soal buku itu yang menjadi beban pikiranku !"
"Tak perlu Lo Cianpwee kuatirkan akan kuusahakan merampas kembali buku itu !" kata In Tiong Giok.
"Jangan kau rampas buku itu, pokoknya sanggupilah dua permintaanku."
"Jangan kata dua, dua puluhpun akan kusanggupi !" jawab Tiong Giok.
"Bagus," kata Pek King Hong. "Yang pertama setelah ku mati, dalam waktu kurang dari setahun engkau harus pergi ke Cu cin san dan datanglah di puncak Giok hong hong, di sana ada sebuah gua, dan ambillah sebuah benda peninggalan di gua itu, lalu menurut kata-kat yang tertulis di dinding gua itu, untuk dikerjakan. Untuk bisa sampai digunung itu dan masuk ke dalam gua engkau harus membawa kumala yang tempo hari kuberikan kepadamu, soal yang kedua jenazahku tidak boleh dikubur, dan letakkan di dalam gua itu..."
"Semua ini kusanggupi, tapi buku itu haruskah dibiarkan terus ditangan Pok Thian Pang ?"
"Benar !"
"Kenapa ?"
"Sebabnya engkau akan mengerti sendiri dikemudian hari, saat ini keadaan dunia persilatan mungkin sudah berubah lagi tak seperti sekarang !" kata Pek King Hong. Sejenak ia tidak melanjutkan perkataannya, melainkan melirik kepada Liap In Eng yang berada disebelahnya. "In Eng ! Engkau begini cantik, kenapa bernasib buruk ? Karena nasibkah ? Ai ! Dalam kehidupan ini terjadi perpisahan abadi !"
Untuk penitisan kelak tak dapat diharapkan.
Dunia yang fana sebagai impian.
Duka derita bagian kita.
Sehabis membacakan sebait sair itu, sinar mata Pek King Hong menjadi sayu dan buram. Wajahnyapun turut menjadi pucat dan dengan cepat berkerut-kerut serta menyusut seperti kayu kering.
Waktu Tiong Giok meraba dengan tangannya, sudah dingin membeku.
Dengan air mata bercucuran Tiong Giok menggoyang-goyang kedua tangan Pek King Hong sambil berseru "Pek Lo Cianpwee ! Pek Lo Cianpwee..." Saat itu ia merasakan bumi berputar, suara jeritannya menjadi habis, dan jatuh pingsan tanpa merasa...
Entah berapa saat sudah berlalu, waktu ia siuman dari pingsannya, mendapatkan dirinya berbaring diatas ranjang tertutup selimut hangat. Tak jauh dari pembaringan terlihat seorang babu sedang berdiri, dan Tong Cian Lie yang sedang duduk bersila. Wajahnya sangat pucat, kedua matanya dimeramkan, seperti sedang memulihkan pernapasannya.
Tiong Giok kesusahan untuk bangkit, tapi kepalanya seperti mau copot tak bisa diangkat. Dan mendatangkan rasa sakit yang membuatnya tidur kembali.
"Apakah engkau ingin mati ?" kata Tong Cian Lie sambil membuka mata. "Kuperingati, jangan bergerak jika mau hidup terus !"
"Aku...aku kenapa ?" tanya Tiong Giok.
"Tanya pada dirimu sendiri ! Kenapa rambut hangus, tenaga dan semangat hilang ? Jika aku tak cepat kembali. Hm, ilmu kekuatanmu siang-siang sudah musnah !"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perguruan Sejati - Gu Long
General FictionKehidupannya sebagai seorang murid biasa dari seorang Siucay (guru) tua di sebuah kota tiba-tiba berubah karena suatu peristiwa. Keisengannya mencoba mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai penerjemah bahasa Sansekerta dari sebuah Perkumpulan Pemecah L...