Jilid 18

3.7K 58 0
                                    

Sebagai seorang murid dari Thian liong bun, Ceng Ceng tak berani membantah pada Siau cu jinnya, lain dengan Tiat Siau Bwee, ia agak bandel. "Di sini ada cici Wan Jie yang menjaga, apapun tak perlu dikuatitkan bukan ? Apa salahnya mengajak kami berjalan-jalan, melihat keramaian kota Lam Ciong ini ?"

"Aku bukan pergi jalan-jalan....."

"Tidak jalan-jalanpun biar, pokoknya soal ikut keluar, diam-diam saja dikamar sanagt membosankan," bantah Siau Bwee.

"Sudahlah, Wan Jie turut bicara, "engkau sebagai Toako apa salahnya mengajak mereka berjalan-jalan, biar mereka tambah pengalaman. Soal disini biar aku saja yang menjaga, jangan lama-lama saja."

Atas desakan Wan Jie ini Tiong Giok terpaksa menganggukkan kepala.

Ceng Ceng tidak membuang kesempatan baik, ia minta ketegasan dari Siau cu jinnya, "Bolehkah aku turut juga ?" tanyanya perlahan.

"Baiklah, tapi kalian harus dengar kata dan jangan membuat onar diluaran !"

"Baik," jawab Siau Bwee dan Ceng Ceng hampir berbareng. "Pokoknya asal kita tutup mulut dan diam-diam sudah cukup bukan ?"

"Aku tidak melarang kamu membuka mulut, yang penting jangan usilan terhadap urusan diluar."

Karena ingin diajak segala perkataan Tiong Giok di ya kan terus kedua gadis itu. Mereka segera meninggalkan hotel itu menuju keluar.

Setiap ketemu penginapan, mereka pasti masuk dan menyerap –nyerapi apakah rombongan Yauw Kian Cee sudah tiba apa belum. Entah berapa banyak penginapan yang didatangi, tapi yang dicari belum juga diketemukan. Sungguh begitu mereka tak bosan, mencari dan mencari terus.

Sewaktu mereka memasuki sebuah gang, Siau Bwee berkata dengan perlahan kepada Tiong Giok. "Toako ada yang menguntiti kita sedari tadi."

"Mana ?" tanya Tiong Giok.

"Engkau jangan menoleh dulu, ia berada dibelakang kita."

Tiong Giok mengangguk dan terus berjalan lagi dengan dua kawannya pura-pura tidak mengetahui sedang diikuti orang. Setelah beberapa tindak, dengan tiba-tiba ia membungkukkan tubuh, pura-pura membetulkan sepatunya. 

Padahal melalui selangkangannya sendiri, ia melihat kebelakang. Tampak olehnya seorang laki-laki setengah tua, dengan pakaian serba hitam, dan jenggot yang panjang, bertopi tikar yang dibelesaki sampai kedekat mata, sedang memperlahan langkahnya, mengintil terus dibelakang.

"Ah, buaya tik tok semacam itu tak perlu diladeni !" kata Tiong Giok, yang terus berjalan ke muka, mencari lagi penginapan-penginapan seperti tadi. 

Tapi yang dicari belum juga diketemukan, dan membuatnya mengambil kesimpulan bahwa Yauw Kian Cee dan lain-lainnya belum tiba di kota itu. "Mari kita pulang," kata Tiong Giok mengajak kawan-kawannya.

Sehabis berkata ia membalik badan, sehingga bersampokan mata dengan laki-laki penguntit itu. Tampak dengan tegas laki-laki itu menjadi gugup dan bingung, untuk menghilangkan kegugupannya ini, ia menbalik badan dan terus masuk kesebuah gang.

"Hm, kurcaci semacam itu jangan dikasih hati !" kata Siau Bwee.

"Sudah kukatakan manusia semacam itu tak perlu diladeni !"

"Tapi Toako harus ingat soal kecil bisa berakibat besar, janganlah tergelincir karena kerikil kecil !"

Tiong Giok berpikir, apa yang diucapkan si gadis memang benar, maka berkatalah ia : "Kalau begitu kalian tunggu disini, biar kuciduk buaya tik tok itu !" Ia berlari mengejar laki-laki tadi kedalam gang. Setelah berjalan beberapa puluh langkah, ia mendapatkan gang itu buntu. Ia jadi heran, kemana perginya laki-laki itu ?

Perguruan Sejati - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang