Taran memperhatikan stadion sepak bola tempat Pentagon akan manggung besok malam. Stadion ini jauh lebih kecil dibandingkan stadion lainnya, tapi kalau mengingat jumlah penduduk Pulau Bali, stadion ini cukup besar. Menurut Om Danung, semua tiket sudah habis terjual berbulan-bulan lalu, yang berarti konser besok akan padat seperti biasanya. Dan kalau dilihat dari penerimaan para fans di Bali terhadap mereka di bandara dan hotel, sepertinya penonton akan sedikit gila. Kemungkinan lebih gila dibandingkan Yogya. Senyum kecil tersungging di bibirnya ketika dia mengingat Pentagoners di sana. Mereka sangat antusias menyanyikan delapan belas lagu di set mereka, lengkap dengan pengucapan medok mereka.
"Lo kenapa senyum-senyum sendiri, Tar?"
Taran menoleh dan melihat Adam sudah berdiri di sampingnya. Untuk pertama kali, perhatian Adam tidak terpaku---atau telinganya menempel---ke HP. Adam satu-satunya personel Pentagon yang sudah bertunangan. Meskipun Taran tidak mengerti bagaimana seorang cowok, pada umur 24 tahun, hari gini bisa sudah punya tunangan. Taran memakluminya mengingat Adam dan tunangannya, Zi, sudah berpacaran semenjak mereka berumur delapan belas tahun, lama sebelum Adam terkenal. Yang jelas, Taran menghargai usaha Adam untuk berusaha membuat hubungannya dengan Zi berjalan mulus. Bukan sesuatu yang mudah mengingat semenjak Pentagon meledak, mereka jarang sekali ketemu. Apalagi karena Adam tinggal di Jakarta, sedangkan Zi tinggal dan kuliah di Yogya. Tapi mudah-mudahan hubungan mereka bisa bertahan lama.
"Gue ingat sama kampung lo," balas Taran.
"'Nape emang sama kampung gue?" tanya Adam curiga. Omongannya semakin hari semakin seperti anak Jakarta. Semenjak mereka menang X-Factor dan kehidupan mereka berubah 180 derajat, lafal medok Adam cuma akan keluar kalau dia berbicara dengan sesama orang Yogya.
Jawaban Taran terpotong oleh kemunculan Pierre. "Wazzappp, my brother," sapanya dengan cengiran superlebar. Tentu saja dia mengucapkannya ala Pierre, sehingga "my" kedengaran "mah" dan "brother" terdengar seperti "brotha". Personel Pentagon yang lain selalu meledeknya dengan mengatakan bahwa Pierre yang blasteran Prancis sebetulnya juga blasteran preman.
Adam, yang memang jarang sekali bicara, hanya mengangkat bahu, membiarkan Taran menjawab, "Nggak ada, cuma lagi ngomongin Yogya."
Pierre langsung paham apa yang dimaksud Taran. "He... he... Yogya," katanya sambil nyengir sendiri.
Dari sudut mata, Taran melihat Adam menoleh dan akan mengatakan sesuatu ketika terpotong oleh Erik, yang berlari-lari kecil menghampiri mereka sambil berteriak, "Makan yuk. Laper nih gue!"
Serempak Taran, Adam, dan Pierre memutar bola mata. Erik memang selalu lapar. Nggak peduli jam berapa dan di mana, dia selalu minta makan. Mbak Dewi dan Mbak Astrid, asisten mereka, sampai harus membiasakan diri memanggul tas besar berisi makanan kecil ke mana pun mereka pergi.
"Lo pada lihat Nico nggak?" tanya Erik ketika dia berhenti di depan ketiga teman bandnya.
"Tadi sih gue lihat dia lagi manyun," jawab Pierre.
"Oooh," kata Erik dan Taran. Adam hanya manggut-manggut.
Mereka semua memahami dan memaklumi keadaan Nico yang baru putus dengan pacarnya. Pacarnya nggak tahan melihat Nico diteriaki dan dikejar-kejar Pentagoners setiap kali dia dan Nico muncul di depan publik. Nggak bisa disalahkan juga, ketenaran Pentagon datang dengan harga yang cukup mahal, yaitu hilangnya kata "privasi" dalam hidup mereka.
"Mudah-mudahan besok dia udah nggak terlalu manyun lagi," ucap Erik, yang sementara waktu melupakan perutnya.
"Kayaknya harus ada yang ngomong sama Nico soal itu deh," sambung Adam.
"Nah, bener tuh," dukung Pierre.
Taran sedang manggut-manggut ketika sadar ada tiga pasang mata menatapnya. "Apaan lo pada ngeliatin gue begitu?"
"Lo kan yang paling dekat sama Nico, lo lah yang ngomong sama dia," jelas Erik.
"Dude..." omel Taran sambil memelototi Erik.
"Lo juga kan lebih tua daripada dia, dia pasti mau denger lo daripada kita-kita," sambung Pierre. Oke, bocah ini cari mati! Semua orang tahu Taran paling nggak suka diingatkan soal umurnya, tapi itu tidak pernah menghentikan para personel band, apalagi Pierre sebagai personel termuda, untuk melakukannya.
"Eh, apa urusannya umur sama beginian? Lagian Adam kan juga lebih tua daripada Nico, kenapa nggak dia aja yang ngomong sama Nico?"
"Kalau badan gue segede Nico sih gue nggak keberatan, masalahnya tulang gue ringkih. Dia bisa ngamuk, terus matahin tulang-tulang gue sebelum make salah satunya jadi tusuk gigi." Meskipun kesal karena dipojokkan, Taran terbahak-bahak. Bayangan Nico memakai tulang Adam sebagai tusuk gigi memang kocak. Barbar, tapi kocak.
"Ayolah, Tar..."
"Sekali ini aja."
"Besok-besok kami yang urusin Nico deh."
Taran memejamkan mata dan menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya berkata, "Oke... oke... sumpah, lo pada utang sama gue," sebelum melangkah meninggalkan mereka, mencari Nico.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
BOY TOY - aliaZalea
ChickLitTerbit 26 April 2017. Novel terbaru aliaZalea. Buku pertama seri Pentagon. Nukilan akan ditampilkan di Wattpad mulai bulan Maret sampai April. *** Ada tiga kata yang Lea yakin tidak akan pernah diasosiasikan dengan dirinya: BOYBAND, BRONDONG, dan AB...