Publisher's Note: KEJUTAN! Karena hari ini adalah hari terakhir kami posting nukilan Boy Toy di Wattpad, jadi kami berikan bonus satu part! Sebagai informasi, Boy Toy terbit minggu ini. Dan menurut informasi yang sudah dihimpun di Wattpad maupun Twitter, Gramedia di Jabodetabek dan Bandung sudah men-display-nya. Selamat jatuh cinta dengan Taran dan Lea, ya. Sampai jumpa lagi!
***
Sepuluh lagu, 94 hari, dan berjuta-juta ledekan, rayuan, dan paksaan dari personel Pentagon, Taran akhirnya menekan nomor Bel. Dengan agak senewen dia merebahkan tubuh di tempat tidur. Oh, dia betul-betul suka kasur ini, benda kedua yang dia beli setelah apartemen yang sekarang dia tinggali, dari hasil penjualan album perdana Pentagon yang meledak di pasaran.
Nada tunggu terus berbunyi tanpa ada yang merespons dan tatapannya bergerak mengelilingi kamar tidur. Dia orang yang berantakan dan kamar tidurnya penuh barang bergeletakan di mana-mana. Di kursi rotan tempat dia biasa duduk mencari inspirasi, di meja dekat pintu, di nakas, di lantai sekeliling keranjang pakaian kotor, tempat dia selalu berlagak seperti LeBron James, melemparkan pakaiannya tapi tidak pernah masuk, bahkan di atas tempat tidur. Dan kalau kamar tidurnya kelihatan seperti ini, berarti seluruh rumahnya pun tidak akan beda. Sudah waktunya menelepon Mbak Dewi agar mengirim orang untuk bersih-bersih sebelum kecoak dan segala makhluk tak diinginkan bermunculan.
Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 11.08 saat seseorang mengangkat teleponnya. Suara di ujung sana kedengaran seperti kehabisan napas.
"Halo."
"Bel?"
"Ya?"
"Ini Taran..."
Ketika tidak mendengar reaksi apa-apa dari ujung sana, dia menambahkan, "Taran Pentagon," kemudian meringis. Ugh! Dia paling sebal kalau harus menyebutkan Pentagon di belakang namanya. Jangan salah sangka, dia bangga akan Pentagon, tapi dia selalu takut orang mengira dia sok ngartis dengan menggunakan embel-embel itu.
"Heeey... dan nggak usah klarifikasi begitu, gue cuma kenal satu Taran, yaitu elo," ucap Bel sambil tertawa, kemudian, "Tunggu bentar ya, Tar."
Sebelum Taran bisa membalas, dia mendengar Bel berteriak, "Bangke!!! Siapa yang ngubah temperatur oven ini?" Oke, sepertinya dia menelepon pada waktu yang kurang tepat. Terutama ketika Taran mendengar Bel mengucapkan beberapa sumpah serapah lain, jelas-jelas sedang mengomeli seseorang tentang kue yang gagal gara-gara temperatur oven kurang panas.
Mungkin Bel lupa Taran masih di telepon. Mungkin sebaiknya Taran menutup telepon ini sekarang. Dia baru akan melakukannya ketika mendengar suara Bel lagi.
"Sori! Biasa deh hidup jadi pemilik kafe. Selalu penuh horor. So, apa kabarnya, Ganteng?"
Mau tidak mau Taran tertawa. Hobi flirting Bel ternyata belum hilang dari berbulan-bulan lalu. "Baik aja," jawab Taran.
"Lo ada di mana sekarang?"
"Di rumah. Omong-omong, nggak pa-pa nih gue telepon sekarang? Kayaknya kok lagi sibuk banget."
"Ah, nggak usah dipikirin, gue sih emang selalu sibuk. Jadi lo di Jakarta sekarang?"
"Iya."
"Kapan balik dari tur?"
"Beberapa bulan lalu."
"Oh, jadi gitu, ya? Udah lupa sama gue? Mau sok ngartis sampai mampir ke kafe gue aja nggak sempat?"
Dan Taran tertawa terbahak-bahak. Sangat menyenangkan mengobrol dengan orang yang blakblakan meledeknya seperti ini. "Nah, itu makanya gue telepon. Kapan kafe lo agak kosong jadi gue bisa ke situ?"
"Enak aja lo ngomong! Lo pikir kafe gue nggak laku apa sampai kosong?!"
Taran tertawa mendengar reaksi Bel yang sepertinya tersinggung.
"Gue nggak bilang kosong, Bel, gue bilang agak kosong. Ada kata 'agak' sebelum kata 'kosong', yang berarti nggak kosong tapi nggak penuh juga. Cuma mungkin lebih sepi dari biasanya."
"Heh?"
"Bingung kan lo?"
"Banget."
"Jadi kapan gue bisa ke situ?"
"Sekarang juga boleh kalau lo mau." Taran sedang mempertimbangkan itu ketika Bel berkata lagi, "Jadi lo ke sini karena mau coba kue bikinan gue apa ada rencana lain? Ketemu orang tertentu gitu misalnya?"
Yah, tertangkap basah banget deh! Biarin deh, udah telanjur. Maju terus, pantang mundur. "Oh ya, Lea gimana kabarnya?" tanya Taran se-cool mungkin.
"Baik aja." Taran baru akan tersenyum ketika dia mendengar Bel melanjutkan, "Lusa dia mau nikah. Nih, gue lagi bikin kue buat resepsinya."
JEGGEERRR!!!! What? Wait... WHATTT???!!! Taran tidak mendengar apa-apa lagi. Pandangannya tiba-tiba berkunang-kunang dan dia sesak napas. Ya Tuhan, apa yang terjadi padanya? Apa dia mengalami serangan jantung? Untungnya dia sedang rebahan di tempat tidur, kalau tidak mungkin dia sudah jatuh tersungkur.
Bagaimana mungkin ini terjadi? Perempuan yang dia temui hanya beberapa bulan lalu, yang sudah menjadi inspirasi sepuluh lagu yang dia tulis dan dia yakin kemungkinan adalah belahan jiwanya, sehati, sekata—SIAL... kenapa juga dia mulai mengutip lirik lagunya sendiri?—akan menikah dengan laki-laki yang bukan dirinya? Lusa? Dia bahkan belum sempat bertemu dengan Lea lagi untuk mengungkapkan apa yang ada di hatinya.
Dia terlambat. Dia ditinggal kawin oleh cewek yang untuk pertama kalinya mungkin dia taksir berat banget. Kenapa dia pernah berpikir bahwa Lea tidak punya kehidupan selain menunggu telepon darinya? Oh, kalau sampai personel Pentagon mendengar ini, dia akan jadi bahan tertawaan selama setidaknya sepuluh tahun ke depan. Artis atau bukan, salah satu cowok paling ganteng se-Indonesia atau bukan, seperti laki-laki pada umumnya yang mengetahui mantan pacarnya yang secara diam-diam masih dia cintai dan pengin balikan akan menikah dengan laki-laki yang bukan dirinya, Taran kehilangan cool-nya.
"Oh, oke. Bagus deh kalau gitu. Salamin ya buat dia," ujar Taran dan buru-buru menutup telepon.
***
This is not the end. I'll see you all outside of your computers and smartphones soon.
Love, Taran.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY TOY - aliaZalea
ChickLitTerbit 26 April 2017. Novel terbaru aliaZalea. Buku pertama seri Pentagon. Nukilan akan ditampilkan di Wattpad mulai bulan Maret sampai April. *** Ada tiga kata yang Lea yakin tidak akan pernah diasosiasikan dengan dirinya: BOYBAND, BRONDONG, dan AB...