Publisher's Note: spesial nih, bonus update tepat di hari ulang tahun Gramedia Pustaka Utama! Selamat berakhir pekan. 😚 #nyala43
***
Setelah konser berakhir, Lea dan Bel masih duduk di kursi, menunggu giliran mereka keluar. Lea masih tidak percaya pada apa yang dilakukan Taran padanya. Malam ini Taran membuatnya menjadi salah satu orang paling dibenci di Bali. Oke, mungkin bukan di Bali, tapi setidaknya di stadion ini. Ketika tadi Taran mengajaknya mengobrol dari panggung, dia mendengar beberapa orang mengatakan, "Siapa sih dia?", "Dari mana dia bisa kenal Taran?", "Ini bukan pacarnya Taran, kan?" Lea bahkan mendengar beberapa mengatakan, "Mukanya biasa aja", "Saudaranya kali ya, mukanya tua banget", "Kok gue nggak pernah dengar namanya disebut-sebut sebelumnya di Twitter, ya?"
Dan tentu saja mereka bisa mengatakan begitu karena selama Taran mengobrol dengan Lea, ada kamera yang menyorot wajah Lea dan menampilkannya pada layar di belakang panggung. Ingin rasanya Lea ditelan bumi. Lea tipe orang yang cukup percaya diri, tapi bukan berarti dia mau jadi pusat perhatian seperti ini. Dia memang menjadi pusat perhatian ketika sedang mengajar, tapi mereka mahasiswa berjumlah maksimal dua ratus orang, bukan beribu-ribu seperti ini. Mau tidak mau Lea memperhatikan penampilannya ketika Pentagon mulai menyanyi lagi. Dia hanya mengenakan kaus hitam, jins, dan wajahnya dihiasi kacamata tanpa make-up. Oke, penampilannya memang biasa saja, tapi setidaknya dia kelihatan sopan di muka publik. Dia hanya berharap orang akan melupakan kejadian ini setelah dia keluar dari stadion.
Stadion masih penuh sesak dengan orang, bahkan area VVIP. Selama Lea menunggu, beberapa cewek memberinya tatapan curiga dan tidak suka. Ingin rasanya Lea mengatakan, Sumpah gue nggak ada apa-apa sama Taran, agar mereka berhenti menatapnya seolah dia baru saja membunuh panda. Tapi dia tahu apa pun yang dia katakan tidak akan berpengaruh apa-apa, jadi dia diam saja. Sebetulnya tadi dia sudah meminta Bel supaya mereka pulang lebih cepat untuk menghindari hal seperti ini, tapi Bel menolak dengan mengatakan dia ingin bertemu Pierre. Dan itulah sebabnya Lea menemukan diri berada pada situasi seperti ini.
Beberapa orang yang melewati mereka tampak antusias melihat Lea dan menunjuk-nunjuk atau melambaikan tangan padanya, bahkan ada yang mencoba berbicara padanya.
"Mbak Lea kenal Mas Taran di mana?"
Otomatis Lea menjawab, "Saya nggak ke..."
"Ada deh," potong Bel.
Mbak itu menatap Bel bingung sebelum berlalu, dan Lea menatap Bel tajam. "Apa?" tanya Bel tanpa rasa bersalah.
"Lo bikin gue kelihatan kayak benar-benar kenal Taran. Sekarang orang bakal salah sangka, mengira gue ada hubungan sama dia," bisik Lea tajam.
"Ya bagus dong kalau mereka mikir begitu," Bel balas berbisik.
"Bel..."
"Wah, Mbak Lea, selamat ya," potong seseorang.
Lea melihat beberapa anak ABG berdiri di depannya dengan senyum lebar. Apa pula ini? Dan selamat buat apa? Sepertinya wajah Lea menggambarkan apa yang ada di kepalanya, karena salah satu dari mereka mengatakan, "Selamat karena pacaran sama Mas Taran."
HAH???!!!
Sebelum Lea bisa membantah, orang lain dari grup itu menambahkan, "Aduh, kalau itu saya, saya udah pingsan kayaknya."
Lea mendengar Bel mendengus mencoba menahan tawa, sementara dia hanya bisa mendesah ketika para ABG itu berlalu. Dia betul-betul harus keluar dari stadion ini sekarang. Ketika dia akan menarik Bel, seorang perempuan kelihatan agak tergesa-gesa menghampirinya. "Mbak Lea, Mbak Bel?" tanyanya.
"Er... ya?" jawab Lea.
"Saya Dewi, asisten Pentagon. Bisa tolong ikut saya?"
"Untuk apa?" tanya Lea.
"Katanya Mbak mau ketemu Pierre?"
Lea terbelalak dan menoleh ke Bel yang sedang menyengir lebar sebelum mengatakan, "Oke."
Setengah jam kemudian Lea menemukan dirinya berada di area belakang panggung, tempat banyak sekali orang berlalu-lalang sambil mengangkut peralatan yang dia tidak tahu fungsinya. Dia mencoba mengikuti langkah Dewi dan Bel yang cepat agar tidak ketinggalan. Akhirnya mereka sampai di depan satu pintu. Tanpa mengetuk Dewi langsung membukanya, lalu mempersilakan mereka masuk. Dan Lea menemukan dirinya di suatu ruang tunggu yang penuh sesak dengan orang dan berisik. Dilarikan tatapannya ke seluruh ruangan, sebelum jatuh kepada Pierre yang sedang mengobrol dengan seseorang di sudut ruangan. Satu-satunya alasan Lea bisa melihat Pierre adalah karena tubuh cowok itu menjulang di antara yang lain. Dewi melambaikan tangan kepada mereka berdua untuk mengikutinya.
Mereka melewati beberapa orang yang sibuk mengobrol tanpa memedulikan mereka. Pierre langsung menoleh ketika namanya dipanggil oleh Dewi. Pierre sudah berganti baju. Tadi pakaiannya basah disemprot air mineral botolan oleh Nico pada lagu terakhir mereka, rambutnya yang diikat masih kelihatan agak lembap.
"Mbak, ini Pierre. Mbak ada waktu sepuluh menit untuk minta tanda tangan, foto-foto, atau ngobrol. Silakan," ujar Dewi dengan ramah tapi tegas pada Lea dan Bel.
Bel langsung bertindak cepat dengan melemparkan diri ke pelukan Pierre. Pierre kelihatan terkejut sejenak sebelum sambil tertawa membalas pelukan Bel. Pierre harus menunduk karena Bel jauh lebih pendek darinya. Di satu sisi Lea senang karena Bel bisa bertemu idolanya, tapi di sisi lain, dia kasihan pada Pierre karena Bel sepertinya tidak berniat melepaskan cowok itu sampai tahun depan. Untuk menyelamatkan Pierre, Lea mengeluarkan HP dari saku celana dan berkata, "Bel, mau ambil foto nggak?"
Bel langsung melepaskan Pierre dan berpose. Lalu Lea mengambil beberapa foto. Kemudian Bel merogoh tas mencari sesuatu, dan berteriak penuh kemenangan sambil mengacungkan spidol merah. "Bisa tanda tangani kaus gue?" pintanya pada Pierre.
Pierre mengambil spidol itu dari Bel dan bertanya, "Di mana?"
Dan Lea harus menghentikan diri untuk mengomeli Bel ketika dilihatnya Bel menunjuk satu titik di kaus putihnya, tepat di atas payudara kanannya. Ampun deh, sobatnya ini! Udah lupa apa dia kalau dia udah jadi ibu-ibu? Untung saja Rafi, suaminya, tidak ada di sini. Entah apa yang akan dia lakukan melihat kelakuan istrinya yang gemblung ini. Bisa jadi Pierre bakal babak belur. Namun sepertinya Pierre cukup terbiasa dengan permintaan seperti ini karena dia menuruti permintaan Bel tanpa berkedip. Puas dengan tanda tangan, Bel dengan wajah merah saking gembiranya mulai mengajak Pierre mengobrol.
Lea tahu ini tidak mungkin terjadi tanpa bantuan Taran. Menyadari ini, Lea langsung celingukan mencari Taran, tapi dia tidak melihatnya. Namun dia melihat Adam yang sedang berbicara dengan entah siapa. Melihat Bel masih menginterogasi Pierre, Lea berjalan menghampiri Adam.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY TOY - aliaZalea
ChickLitTerbit 26 April 2017. Novel terbaru aliaZalea. Buku pertama seri Pentagon. Nukilan akan ditampilkan di Wattpad mulai bulan Maret sampai April. *** Ada tiga kata yang Lea yakin tidak akan pernah diasosiasikan dengan dirinya: BOYBAND, BRONDONG, dan AB...