Taran baru beberapa langkah keluar lobi ketika dia melihat sesuatu yang sangat aneh di depannya. Dia melihat seorang perempuan dengan hanya mengenakan pakaian renang warna hitam dan sehelai handuk di genggamannya sedang tunggang langgang menuju dirinya, seakan dikejar anjing galak. Tapi Taran tidak melihat anjing di belakang perempuan itu, galak atau tidak. Dia hanya melihat Nico yang juga sedang berlari sambil melambai-lambaikan sesuatu di genggamannya sambil berseru, "Mbak... Mbak... jangan lari...!"
Apa pula ini?! Apa perempuan ini sedang melarikan diri dari Nico? Dan kenapa juga Nico mengejar-ngejar perempuan ini? pikir Taran. Dia menoleh ke Adam dan Pierre yang sedang menganga, sepertinya mereka juga sama bingungnya. Rasa ingin tahu bercampur kebingungan membuat Taran melangkah maju. Ketika perempuan itu sudah cukup dekat, Taran mengira perempuan itu akan berhenti. Tapi sedetik kemudian perempuan itu justru menabrak Adam dan Pierre yang berdiri di sebelah kanan Taran. Alhasil mereka bertiga jatuh terkapar di atas block paving dengan bunyi GUBRAK yang cukup keras.
Hening beberapa detik sebelum Pierre mengerang, "Aduh, pantat gue."
"Ow," erang Adam.
"Guys... you okay?" tanya Taran.
"Pantat gueee..." erang Pierre lagi.
Adam berusaha bangun menggunakan lengan kanannya untuk menopang, tapi tiba-tiba dia jatuh telentang sambil berteriak, "Adddoooiii!!!" dan memegangi pergelangan tangannya.
"Dam, lo kenapa?" tanya Taran sambil berlutut di samping Adam. Karena Adam tadi berdiri di tengah, maka dialah yang kena tabrak paling keras oleh perempuan itu.
"Tangan gue," jawab Adam sambil meringis dan memegangi pergelangan tangan kanannya.
"Aduh... pantat gue," sekali lagi Pierre mengerang sambil memegangi bokong.
Pada saat itu Nico sampai dengan napas agak terengah-engah. "Man... gila... tuh mbak... larinya... cepat juga..."
Perhatian Taran langsung beralih kepada perempuan yang masih tengkurap tidak jauh dari Adam dan Pierre. Tubuhnya mulai bergerak-gerak dan ada suara erangan. Taran bergerak beberapa langkah sebelum berlutut di samping perempuan yang akhirnya berhasil membalik tubuh ke posisi telentang. "Mbak... Mbak nggak pa-pa, Mbak?" tanyanya.
"Aduh, kepala gue," erang perempuan itu.
Ketika dilihatnya Pierre masih memegangi bokong, Taran mengomel, "Pi, daripada megangin pantat, mendingan lo bantuin si Adam tuh," sambil menginspeksi perempuan itu.
Hal pertama yang dilihat Taran adalah ada beberapa garis baret dengan sedikit darah di sebelah kanan wajah perempuan itu, kulit di siku dan lutut kanan juga terkelupas tergesek block paving. Hal kedua yang dilihatnya adalah perempuan ini kakinya panjang dan jenjang. Dia kemudian melihat keseluruhan tubuhnya. Pakaian renang yang dikenakannya biasa saja. Itu pakaian renang yang biasa dipakai perenang, bukan orang yang ke kolam renang untuk memamerkan tubuh. Tapi entah kenapa, justru itu membuat perempuan ini kelihatan seksi.
Taran sadar kembali dari pikirannya yang sudah ke mana-mana ketika dia mendengar rungutan Pierre tentang bokongnya yang benjut. Rungutan itu langsung dibalas Nico dengan, "Alah, paling cuma biru doang. Woy... bantuin gue siniii! Pergelangan tangan Adam kayaknya keseleo. Mudah-mudahan tulangnya nggak pa-pa." Nico berhasil mendudukkan Adam dan bertanya, "Sakit nggak, Dam?" sambil meremas pergelangan tangan kanan Adam.
"Adddoooiii!!!" teriak Adam lagi dan dengan kesal dia menarik tangan dari genggaman Nico. "Ya sakitlah!"
"Sori, sori..." ucap Nico, dan Adam kelihatan tidak percaya ketika Nico menunduk dan mulai meniup-niup pergelangan tangannya yang keseleo itu.
"Nic, lo ngapain niup-niup pergelangan tangan gue?"
"Soalnya waktu gue kecil, Nyokap selalu niupin apa-apa yang benjut. Abis itu gue selalu ngerasa lebih baik," jelas Nico dan lanjut dengan tiupannya.
Adam mendorong kepala Nico menjauh dari tangannya. "Bro, gue bukan anak kecil. Lo mendingan bantuin Taran ngurusin si mbak."
Nico buru-buru mengalihkan perhatian ke Taran. "Tar, mbaknya gimana? Perlu gue panggil bantuan nggak?" tanyanya.
"Gila lo, jangan panggil bantuan. Lo mau ngomong apa sama mereka kalau mereka nanya kenapa si mbak bisa baret-baret begini, heh? Lagian lo ngapain sih ngejar-ngejar orang pagi-pagi buta begini?"
"Gue cuma mau ngembaliin kacamata renangnya."
Penjelasan simpel Nico membuat semua terdiam dan tatapan mereka tertuju pada kacamata renang yang sekarang tergeletak tidak jauh dari mereka. "Terus kenapa dia lari ketakutan begitu sampai nabrak gue?" tanya Pierre, yang kini sudah berlutut di samping Adam dan menusuk-nusukkan jari telunjuk ke pergelangan tangan kanan Adam, entah untuk apa.
"Mana gue tahu, Pi. Tadinya gue cuma ngikutin dia, habisnya dia pergi begitu aja, lupa sama kacamatanya. Terus dia jalan semakin cepat, lalu mulai lari, ya gue mesti ikutan lari jugalah kalau nggak mau ketinggalan," Nico mencoba membela diri.
"Lo berdua bisa diam nggak sih?" geram Taran.
Kemudian dia mendengar perempuan itu bergumam. "Oh, kacamata renang. Gue pikir dia penjahat."
Nico menunjuk dirinya. "Gue? Penjahat? Muka sebaik ini bisa disangka penjahat?"
Pierre langsung tertawa ngakak. Taran mungkin akan tertawa juga kalau dia tidak khawatir dengan komentar perempuan itu sebelumnya tentang kepalanya. "Bisa duduk nggak, Mbak?" tanya Taran.
Dengan bantuannya, perempuan itu berhasil duduk. "Aduh," ucapnya sambil memegangi kepala.
"Gimana? Pusing?"
"Agak," kata perempuan itu sambil menunduk.
Taran melihat matahari sudah betul-betul terbit dan sebentar lagi restoran akan dibuka untuk jam sarapan, dan dia tidak mau menjadi bahan omongan tamu hotel lainnya. Entah apa yang akan mereka pikirkan melihat empat personel Pentagon mengelilingi satu cewek yang berdarah-darah begini. "Nic, lo sama Pierre mending bawa Adam ke kamar sekarang. Jangan telepon Om Danung, telepon Mbak Astrid untuk ngecek tangan Adam. Gue bantu si mbak," tegas Taran.
Nico kelihatan ragu sesaat, tapi kemudian dia mengangguk. Dilihatnya Adam berusaha berdiri sambil memegangi tangan kanannya agar tidak membentur apa-apa. Taran berdoa dalam hati Mbak Astrid bisa membantu Adam supaya tetap bisa manggung nanti malam. Kalau tidak, entah mereka akan diapakan oleh Om Danung. Sebelum ketiga temannya menghilang ke lobi, dia mendengar Pierre berkomentar, "Gila tuh si mbak, dia bisa masuk tim rugbi deh kayaknya. Tabrakannya gila banget."
"Tabrakannya biasa aja. Lo aja yang kurus kering kerontang kayak tiang listrik makanya sampai terkapar," balas Nico.
"Eh, gue bukan tiang listrik, itu sih Adam."
"Asem!" geram Adam.
"Dam, kan gue udah bilang, kalau mau nyumpah tuh pakai bahasa Indonesia, jadi lebih mantep," balas Pierre.
Taran mendengus. Adam memang hampir tidak pernah menyumpah. Satu-satunya kata yang mendekati umpatan yang pernah dia ucapkan ya kata "asem" ini.
"...contohnya nih ya... Bangsat! Atau muka lo kayak pant..." omongan Pierre terpotong oleh bunyi DUK yang cukup keras diikuti teriakan, "Auwww!!! Nic, kalau mau mukul jangan barang gue kenapa sih? Ini barang berharga, tahu."
Taran terkekeh mendengarnya. Teman-teman band-nya ini memang gila semua.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY TOY - aliaZalea
ChickLitTerbit 26 April 2017. Novel terbaru aliaZalea. Buku pertama seri Pentagon. Nukilan akan ditampilkan di Wattpad mulai bulan Maret sampai April. *** Ada tiga kata yang Lea yakin tidak akan pernah diasosiasikan dengan dirinya: BOYBAND, BRONDONG, dan AB...