TARAN bangun dengan kaget mendengar seseorang berteriak, "Oyyy... bangun, bangun, banguuunnn!!!" Ketika membuka mata sedikit, dia melihat Adam sedang menggoyang-goyangkan tubuh Pierre di tempat tidur sebelah.
Dari balik bantal Pierre menggerutu, "Pergi sana, gue masih tidur."
Dan itu jelas-jelas tidak dihiraukan Adam, yang melanjutkan kata-katanya. "Bro, Nico ilang. Dia nggak ada di tempat tidurnya waktu gue bangun tadi. Gue udah cari ke mana-mana tapi nggak ketemu."
Taran mengembuskan napas panjang dan menggumamkan, "Dia di kamar mandi, kali."
"Udah gue cek. Kamar mandi kamar lo dan kamar gue, nggak ada."
Pierre menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Pantai."
"Jam segini?" Taran mengulurkan tangan, mencari jam tangan yang dia letakkan di nakas tadi malam. Masih pukul 06.05. Benar juga. Nico bukan jenis orang yang suka bangun pagi. Jadi, dia pergi ke mana?
"Erik?"
"Masih ngorok."
Mendengar ini Taran langsung bangun. Jelas-jelas Nico nggak turun sarapan karena dia, dan personel lainnya, nggak mungkin makan mendahului Erik. Kecuali mereka mau Erik ngambek seharian, dan nggak ada orang yang mau lihat Erik ngambek. "Lo udah telepon ke HP-nya?" tanyanya.
"HP-nya ditinggal di kamar. Tadi malam lo ngobrol sampai jam berapa sama dia, Tar?" tanya Adam.
"Jam satuan, habis itu dia bilang dia mau tidur, jadi gue juga masuk kamar." Taran mengatakan ini sambil mengenakan celana pendek. Tapi karena masih mengantuk, yang ada dia mengenakannya terbalik dan harus melepaskannya lagi.
"Dia kelihatannya gimana? Masih manyun?"
"Nggak, dia kelihatan oke."
"Kita perlu cari dia sebelum sarapan, bro. Kalau nggak, Om Danung bakal ngegoreng kita. Pierre, bangun napa lo!"
Adam tidak melebih-lebihkan ketika mengatakan Om Danung, manager Pentagon, akan menggoreng mereka. Meskipun Om Danung baik dan kebapakan, kalau sudah urusan "kebersamaan" beliau nggak main-main. Satu hal yang beliau tekankan kepada mereka berlima adalah, "Kalian adalah Pentagon, satu tim. Kalian harus menjaga satu sama lain. Kalau salah satu dari kalian hilang, kalian harus cari, karena kalau kalian nggak berlima, kalian bukan Pentagon."
"Udah biarin, dia masih ngantuk. Lo sama gue aja cari dia. Pi, kalau kami belum balik jam tujuh, lo bilang ke Om Danung gue sama Adam pergi ke pantai lihat matahari terbit ya," pinta Taran.
"Jadi gue ditinggal di sini gitu, nggak diajak?" tanya Pierre, yang sedang berusaha duduk.
Taran memutar bola mata. Pierre memang suka kambuh manjanya. Dan karena sepertinya sifat manja itu membuat para cewek jadi semakin gemas dan tergila-gila padanya, Pierre tidak berniat mengubah kelakuannya. "Lha, dari tadi lo dibangunin nggak bangun-bangun. Ayo kalau mau ikut."
Pierre langsung turun dari tempat tidur dan dengan agak sempoyongan berjalan telanjang bulat mencari pakaiannya. Yep, si bocah satu itu selalu tidur telanjang bulat. Itu sebabnya nggak ada yang mau tidur satu kamar dengan dia kecuali terpaksa. Adam langsung menutupi mata dengan kedua tangan sambil berteriak, "Pi... sumpe deh lo ini. Gue bisa buta lihat yang begituan!!!" Yang tentunya hanya dibalas dengan kekehan Pierre. Dasar anak sableng.
"Gue bilang Erik dulu deh kalau kita keluar, takutnya nanti dia nyariin," lanjut Adam sambil berjalan menuju pintu yang menghubungkan kedua kamar mereka. Tapi karena dia masih menutupi mata, alhasil sempat nabrak pintu, meneriakkan, "Auw," sebelum melewati ambang pintu dengan selamat. Samar-samar Taran mendengar Adam memberikan instruksi yang sama, yang tadi dia berikan kepada Pierre.
"Ke mana kira-kira dia pergi?" tanya Adam ketika mereka sedang menunggu lift beberapa menit kemudian.
"Ke mana semua orang bakal pergi di Bali kalau lagi putus cinta?" balas Taran.
"Pantai," kata Adam dan Pierre berbarengan.
Ketika pintu lift terbuka, mereka langsung menekan tombol lobi. Begitu keluar dari lift mereka bergegas menuju pintu kaca yang mengarah ke kolam renang dan pantai.
*
Lea bisa merasakan ototnya terbakar, tapi dia tetap mengayuhkan tangan menyelesaikan putaran terakhir. Yang ada di pikirannya adalah: Sedikit lagi, Lea, sedikit lagi, habis ini kamu bisa makan. Sebelum menginjak umur tiga puluh tahun, dia tidak pernah punya masalah menjaga bentuk tubuh supaya langsing. Tulangnya yang kecil cukup membantu, tapi ketika dia menginjak angka keramat itu, sepertinya semua makanan yang masuk ke tubuhnya pergi ke satu tempat: perutnya. Tidak peduli seberapa banyak sit-up yang dia lakukan, perutnya masih tetap gendut.
Dengan dua kayuhan terakhir Lea menyelesaikan putaran dan dengan napas terengah-engah berpegangan pada tepi kolam renang. Dilepasnya kacamata renang dan diletakkannya di tepi kolam sebelum mengusap wajah dan mencoba mengatur napas kembali ke normal. Rasanya dia sudah mau mati. Perlahan dia menelentangkan tubuh dan membiarkannya mengapung untuk mengendurkan otot-ototnya yang tegang. Setelah yakin cukup kuat menaiki tangga kolam, Lea menarik diri keluar dari kolam.
Lea sedang mengusap wajah dengan handuk ketika mendengar seseorang mendekat dan membuatnya agak terlonjak. Dia tidak tahu ada orang lain di area kolam renang. Sekarang masih pagi, baru sekitar pukul 06.00, dan ketika dia turun pukul 05.30, area kolam renang kosong melompong. Itu sebabnya dia berenang jam segini, supaya nggak ada yang bisa lihat dia dengan perutnya yang luber.
Lea tidak bisa melihat jelas karena tidak mengenakan kacamata minusnya, tapi dari gaya berjalan dan proporsi tubuh si pendatang, dia tahu orang yang sedang mendekatinya itu laki-laki. Tiba-tiba alarm berbunyi di kepala Lea, membuatnya merasa tidak nyaman. Ya Tuhan, dia tidak seharusnya berenang sendirian. Bagaimana kalau ternyata orang ini berniat jahat padanya? Dengan tergesa-gesa Lea mengenakan sandal dan bergegas keluar dari area kolam renang menuju bangunan hotel.
Di luar perkiraan, dia mendengar langkah mengikutinya, dan ketika dia mempercepat langkah, langkah di belakangnya melakukan hal yang sama. Mencoba menenangkan diri dengan mengatakan itu hanya imajinasinya, Lea menoleh dan melihat laki-laki yang tadi di kolam renang mengikutinya. Panik memenuhi dadanya, insting mengambil alih dan dia berlari. Dia mendengar orang yang mengikutinya meneriakkan sesuatu, tapi dia tidak bisa mendengarnya dengan jelas di antara degup jantungnya sendiri. Hanya satu hal yang terlintas di kepalanya saat ini: kalau sampai terjadi apa-apa pada dirinya, siapa yang bakal mempresentasikan makalahnya?
SIAL!
Di depan dilihatnya pintu kaca besar menuju lobi yang dibiarkan terbuka oleh pihak hotel dan Lea mempercepat larinya. Paru-parunya sudah mau meledak. Hanya beberapa meter lagi. Ayo, Lea... Oh God! Hari ini dia sudah olahraga double. Berenang dan lari, berarti besok dia tidak usah olahraga. Kalau dia masih hidup sampai besok. Sekali lagi dia menoleh ke belakang, sedetik selanjutnya dia menabrak sesuatu yang keras sebelum menemukan dirinya tengkurap di atas block paving dengan bunyi dengungan di telinganya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY TOY - aliaZalea
ChickLitTerbit 26 April 2017. Novel terbaru aliaZalea. Buku pertama seri Pentagon. Nukilan akan ditampilkan di Wattpad mulai bulan Maret sampai April. *** Ada tiga kata yang Lea yakin tidak akan pernah diasosiasikan dengan dirinya: BOYBAND, BRONDONG, dan AB...