"MBAK, gimana kepalanya? Apa perlu ke dokter?"
Mendengar tawaran itu Lea membuka mata dan mendongak. Dan mimpi buruknya betul-betul terjadi. Tadi di antara huru-hara, dia mendengar nama Taran disebut-sebut. Di sela-sela nyut-nyutan kepalanya, dia pikir dia salah dengar. Taran ini tidak mungkin Taran yang itu, kan? Tapi kemudian dia mendengar beberapa nama yang familier, seperti Pierre dan Adam. Nama-nama personel Pentagon yang disebutkan Bel kemarin. Ya Tuhan, di antara begitu banyak orang yang bisa dia tabrak pagi-pagi buta karena lari ketakutan dari orang yang dia pikir penjahat, kenapa dia harus menabrak mereka? Dan dari percakapan mereka, sepertinya mereka teman baik orang yang mengejar-ngejarnya, padahal Lea menuduh cowok itu penjahat langsung di depan orangnya.
Seakan itu belum cukup parah, sekarang dia berhadapan dengan Taran yang, meski pandangan Lea masih agak berkunang-kunang, bisa dia katakan: ganteng. Tidak cute seperti yang dia pikir sebelumnya, tapi ganteng. Tanpa gel sekilo ternyata rambutnya lurus dan jatuh menutupi separo wajah dan kulit wajahnya mulus sekali, seperti kulit bayi. Tapi yang membuatnya terpaku adalah mata Taran. Mata itu kelihatan penuh kontradiksi. Ada keisengan, jiwa muda dan kehidupan, tapi juga ada kesedihan dan kekhawatiran. Kemudian mata itu berkedip dan kupu-kupu mulai beterbangan di perut Lea. Alhasil, meskipun kepala dan lututnya nyut-nyutan dan siku serta wajahnya agak perih, bukan rasa sakit yang dia rasakan, tapi malu. Dia merasa menjadi anak SMP lagi, waktu darah mengalir deras dari hidung gara-gara mukanya ketimpuk bola voli di depan cowok yang sedang dia taksir berat.
Mengingat itu semua membuat wajah Lea memerah. Dia jatuh terkapar di depan cowok ganteng yang juga artis ngetop dan... Lea baru sadar lutut dan sikunya berdarah. Great... dia pasti kelihatan seperti korban tabrak lari. Dan dia merasakan kupu-kupu... KUPU-KUPU... GILAAA!!! Dia terlalu tua untuk kupu-kupu. Apalagi gara-gara personel boyband superbrondong begini. Oh God, dia perlu pergi dari sini sebelum semakin mempermalukan diri. Dengan tergesa dia memaksa diri berdiri dan langsung meringis ketika beberapa tusukan jarum menyerangnya.
"Lho... lho... Mbak... mau ke mana?" tanya Taran.
Yaelah... kenapa Lea baru sadar sekarang bahwa suara cowok ini serak-serak basah begini sih? Kupu-kupu di perut Lea menggila. Kampret! Stop! Ini salah, betul-betul salah. Semuanya salah. Tanpa bisa mengontrol lidahnya, Lea sudah mencerocos. "Saya nggak pa-pa. Kamu nggak pa-pa, kan? Oke, kita semua nggak pa-pa. Jadi nggak ada apa-apa."
Taran menatap Lea bingung, tapi Lea hanya mengangguk dan mengacungkan kedua jempol seperti orang bego. OH GOOODDD!!! Harga dirinya baru saja dilindas trailer delapan belas roda sampai penyet nggak berbentuk lagi. Nggak tahu mesti ngapain lagi, Lea membalik badan, maksudnya mau buru-buru pergi sebelum Taran sadar apa yang terjadi, tapi lututnya yang sakit tidak mau bekerja sama, alhasil dia agak terpincang-pincang. Lea menggeram. Tuhan oh Tuhan, kenapa Engkau begitu tega padaku hari ini???!!!
Detik selanjutnya Lea menemukan Taran sudah meraih tangannya, melingkarkannya pada bahu cowok itu dan membantunya berjalan. Taran bahkan menggenggam kacamata renang Lea dan menyampirkan handuk cewek itu di bahunya. Kampret beranak dua!!! Baru saat itu Lea sadar dia hanya mengenakan pakaian renang. Dengan segala daging perutnya yang pasti melambai-lambai. Lea memejamkan mata dan meminta dalam hati: Tuhan, please kill me now. Tapi Tuhan sepertinya memutuskan lain, karena Lea toh masih hidup juga. Lea membuka mata ketika mendengar Taran memanggil, "Mbak?"
Lea bersyukur Taran mengucapkan satu kata itu, yang membantunya kembali ke realitas. Realitas yang mengatakan ada pembatas yang memisahkan mereka berdua. Pembatas delapan tahun, tepatnya. Bahwa dibandingkan dirinya, Taran masih kecil. Waktu dia di bangku kuliah, Taran masih SD. Gahhh!!! That is sooo gross!!! Tapi pikiran itu berhasil menenangkan kerusuhan perut Lea. "Mm... boleh saya minta handuknya?" pinta Lea.
Taran mengerutkan kening dan mengulurkan handuk. Lea buru-buru melilitkan handuk pada pinggangnya. Setelah yakin perut gendutnya sudah tertutup, Lea berkata, "Kacamata renang saya," dengan nada lebih tajam daripada yang dia maksud.
Taran mengulurkan kacamata renang sebelum mengangkat tangan, siap menyentuh wajah Lea. Otomatis Lea menjauhkan wajah. Dengan tangan yang tadi hampir menyentuh Lea masih menggantung di udara, Taran berkata, "Mukanya ada luka baret," sambil menunjuk tulang pipi kanan Lea. "Darahnya udah kering, jadi mungkin nggak dalam, tapi pasti perlu obat merah supaya nggak infeksi," lanjutnya.
Tangan Lea langsung menyentuh wajah dan dia agak meringis karena ada sedikit rasa perih, tapi Taran benar, lukanya tidak dalam. Tanpa Lea sangka, Taran sekali lagi menarik tangan Lea, siap melingkarkannya lagi pada bahu cowok itu. Tapi Lea mengambil setengah langkah mundur. Kerutan di kening Taran muncul lagi sebelum dia berkata, "Mau jalan apa saya gendong?"
JEGGGERRR!!! Tidak, tidak, TIDAAAKKK! Aku nggak suka brondong, aku nggak suka brondong, aku nggak suka brondong, ucap Lea dalam hati. Ketika itu tidak berfungsi, dia berganti ke: Aku nggak suka boyband, aku nggak suka boyband, aku nggak suka boyband...
"Dan sebagai informasi aja, boyband dan brondong itu not bad lho. Tergantung selera."
Dan Lea hanya bisa menganga. Dia tidak percaya dia menyuarakan apa yang ada di kepalanya itu. Di depan orang ini. DORAEMOOONNNYYOOONGG!!! Kok begini siiihhh???!!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY TOY - aliaZalea
ChickLitTerbit 26 April 2017. Novel terbaru aliaZalea. Buku pertama seri Pentagon. Nukilan akan ditampilkan di Wattpad mulai bulan Maret sampai April. *** Ada tiga kata yang Lea yakin tidak akan pernah diasosiasikan dengan dirinya: BOYBAND, BRONDONG, dan AB...