BOY TOY 17

6.8K 918 144
                                    

Malam itu Taran sedang duduk sendiri di dek kapal, menikmati kesunyian. Tidak ada bunyi klakson mobil, dering ponsel, musik yang terlalu keras, atau orang ngomel. Di sini yang bisa dia dengar hanyalah alam. Setelah berbulan-bulan tur dan selalu dikerumuni banyak orang, damai rasanya bisa duduk menyendiri dan satu-satunya teman adalah pikirannya sendiri. Dia menoleh ketika mendengar suara langkah. Ternyata Adam, yang hanya mengenakan celana pendek tanpa kaus seperti dirinya. Udara memang terlalu panas dan lembap sehingga kalau mereka mengenakan kaus, kaus itu akan basah hanya dalam hitungan menit. Mereka cukup nyaman bertelanjang dada karena di kapal ini hanya ada mereka berlima, pemandu, nakhoda kapal, dan dua kru. Ukuran kapal juga tidak besar, tapi cukup untuk pasukan kecil mereka.

"Nggak bisa tidur juga lo?" tanya Taran.

"Iya. Aneh rasanya tidur tapi goyang-goyang."

"Lo mual?"

Adam menggeleng dan duduk di kursi rotan di samping Taran. "So far so good."

"Lo udah minum obat anti mabuk lo?"

"Dah."

Dan untuk beberapa menit mereka tidak mengatakan apa-apa, hanya menikmati sunyinya suasana. Adam, yang kalau tidak diajak bicara bisa diam saja seperti batu, tidak kelihatan keberatan sama sekali dengan ini. Dan untuk pertama kalinya sama sekali tidak ada ponsel di dekat Adam, karena sinyal memang sangat lemah di area ini. Hal ini tidak membuat Adam yang tidak pernah bisa lepas dari Zi kelabakan, jadi sepertinya dia sudah tahu tentang ini dari awal, tidak seperti Taran. Hal pertama yang terlintas di kepala Taran ketika dia tidak mendapatkan sinyal adalah: Gimana kalau kapal mogok dan nggak ada yang nolongin setelah berhari-hari? Gue bisa mati seminggu sebelum ada yang nemuin jasad gue. Dan gimana kalau nyokap gue nelepon dan gue nggak angkat? Mama bisa panik mengira gue dimakan oleh entah apa.

Personel Pentagon yang lain setengah mati menertawakan Taran ketika mendengar semua ini, dan Nico hanya mengatakan, "Percaya sama kami, Tar, we'll be fine tanpa HP untuk beberapa hari." Sesuatu yang Taran ragukan kebenarannya.

"Makasih ya lo mau nginap di kapal, padahal gue tahu lo sering mabuk laut," ucap Taran.

"No problem, man." Dan mereka terdiam lagi. Taran mulai merasa mengantuk seiring ayunan kapal ketika mendengar Adam berkata, "Apa permintaan ultah lo ada hubungannya dengan cewek yang di Bali, makanya lo nggak mau bilang ke kami?"

Taran langsung duduk tegak dan menatap Adam. Dia seharusnya tahu bahwa Adam akan tahu. Cowok satu ini memang observant sekali. "Dari mana lo tahu?"

Adam mengedikan bahu, "Cuma nebak aja, dan dari reaksi lo, sepertinya tebakan gue benar."

Taran mengangguk. Dia masih tidak percaya Lea sekali lagi melarikan diri darinya. Pagi setelah konser di Bali dia menelepon kamar Lea, tapi tidak diangkat. Ketika dia bertanya ke front desk, mereka menginformasikan Lea dan Bel sudah check-out. Taran tahu mereka harus mengejar pesawat, dia hanya tidak menyangka mereka akan pergi begitu saja. Kalau saja tidak ada debriefing setelah konser, Taran mungkin sudah ikut pulang ke hotel bersama Lea. Tapi kenyataannya dia tidak bisa dan kehilangan kesempatan bahkan untuk say goodbye, dan mungkin... mungkin... akhirnya memiliki cukup keberanian meminta nomor telepon Lea agar mereka bisa bertemu di lain waktu.

Yang jelas, dia tidak percaya sekalinya dia menelepon cewek menggunakan nomor pribadinya, sesuatu yang tidak pernah dia dilakukan sebelumnya, cewek itu tidak balik menelepon. Oke, kalau mau adil, dia tidak pernah memberikan nomor teleponnya pada Lea, tapi Bel punya nomor teleponnya, tentunya Lea bisa memintanya dari Bel kalau perempuan itu ingin menelepon Taran. Kebanyakan cewek pasti bakal langsung menguntit, bahkan meneror Taran, kalau mereka punya nomor ponselnya, sampai dia harus mengganti nomor, tapi tidak cewek satu ini. Adem ayem saja dia, membuat Taran agak tersinggung.

Taran berusaha mencari informasi tentang Lea melalui internet, yang sama sekali tidak membantu karena tahu tidak berapa banyak hasil yang akan keluar kalau kamu mengetik "Lea" di Google? 239 juta! Dan kamu tahu berapa banyak orang bernama "Lea" di Facebook? Terlalu banyak untuk dilihat fotonya satu per satu.

"You wanna talk about it?" tanya Adam.

Kini giliran Taran yang mengedikan bahu, "Not really."

"Okay then." Dan hanya dengan begitu percakapan mereka berakhir, dan Adam kembali diam. Tatapannya nun jauh di sana.

"That's it? That's it?! Lo nggak bakalan maksa gue untuk ceritain semuanya ke elo?"

Adam menoleh dan berkata, "Tar, kita sudah kenal satu sama lain berapa lama coba? Lima tahun?" Taran mengangguk. "Lo seharusnya tahu gue bukan tipe orang yang suka maksa. Dan gue juga kenal elo. Semakin dipaksa, semakin lo diam," lanjut Adam. "Jadi kesimpulannya, gue nggak akan menyinggung hal ini lagi. Kalau lo udah siap membahas hal ini, gue yakin lo bakal membahasnya dengan kami. Until then..." Adam mengedikan bahu dan kembali diam.

"Oh, by the way, nggak ada yang perlu lo khawatirkan soal komodo," lanjut Adam. "Toh mereka dipelihara di Taman Nasional yang ada penjaganya, yang berarti bukan saja kemungkinan mereka cukup jinak, tapi juga bakal ada yang jagain kita kalau sampai ada apa-apa. Kalau gue jadi elo, gue bakal lebih khawatir sama ubur-ubur di Pulau Sembilan. Nah, yang itu ada di habitatnya, nggak ada yang jagain. Jadi pas snorkeling, kita mesti hati-hati, jangan sampai disengat. Kalau sampai disengat obatnya cuma satu. Dikencingin orang."

"Ubur-ubur? Dikencingin orang? Bukannya kita cuma mau lihat komodo doang?"

Adam menggeleng, "Apa lo nggak baca rencana perjalanan di WhatsApp Nico?"

"Cuma sebagian," aku Taran.

Adam hanya tersenyum kasihan. "Lo bawa sepatu hiking, kan? Soalnya perjalanan ini ada hiking-nya lho."

"Tapi kalau kita mau lihat hal-hal lain dan pakai hiking segala, kenapa turnya disebut tur Pulau Komodo?"

"Nah, kalau yang itu lo mesti tanya Nico deh, gue nggak tahu." Adam bangun dari kursi. "Oke, mendingan gue tidur sekarang supaya punya energi besok. Lo sebaiknya tidur juga, hari kita bakal penuh besok. Nite, man." Dan dengan begitu Adam meninggalkan Taran sendiri untuk mengkhawatirkan bukan saja komodo, tapi ubur-ubur. Taran pernah mendengar cerita horor orang yang meninggal karena disengat ubur-ubur. Dan jujur, dia tidak berniat meninggalkan dunia ini dalam waktu dekat. Dia juga akan memastikan kalau dia meninggal, bukan gara-gara ubur-ubur. Sangat tidak elite.

***

Publisher's Note: menjelang posting-an terakhir Boy Toy di Wattpad nih. Mau minta pendapat teman-teman dong, apakah kalian suka baca nukilan sebuah novel di Wattpad seperti Boy Toy ini? Beritahu kami yaaa, biar kami bisa merencanakan apakah setelah ini lanjut posting nukilan buku lain atau nggak 😉

BOY TOY - aliaZaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang