Penghuni Meja Samping Jendela

939 22 1
                                    

Aileena menutup bukunya dengan kasar. Rasanya ia ingin segera keluar dari kelas ini. Omongan yang dilontarkan dosen rasanya sudah tidak dapat diproses masuk ke otaknya.

"Oke, untuk kelas hari ini sampai disitu saja. Pelajari lagi materi barusan di rumah ya" hal itu terdengar seperti seruan semangat bagi Aileena. Gadis itu langsung semangat mengepak barang-barangnya kembali ke dalam tas.

Hari ini langit terlihat mendung. Aileena Dewi, biasa dipanggil Lena, berjalan lunglai sambil menatap jendela dari lantai lima gedung kampusnya. "Padahal, ingin ke Yellow Doors" gumamnya sendiri.

Yellow Doors adalah coffee shop langganan Lena yang berada dekat kampus. Lena sekarang ini berumur 18 tahun dan sedang menempuh pendidikannya di semester tiga jurusan bisnis.

Hal itu bukan berarti ia suka bisnis. Hingga sekarang, Lena masih merasa ia salah memilih jurusan. Ia akan lebih, amat senang, jika ia bisa masuk ke jurusan sastra.

Lena bermimpi jadi penulis seperti Tere-Liye, novelist Indonesia yang sudah meluncurkan banyak novel best seller nya. Menulis adalah kegiatan yang Lena sudah sukai sejak kecil.

Yellow Doors adalah tempat dimana Lena mampir di tiap jeda kuliahnya untuk sekedar menulis satu hingga paragraf. Rasanya satu-satunya yang membuat ia bersyukur berkuliah di tempat ini adalah dengan adanya Yellow Doors, karena suasanya yang sangat mendukung untuk menulis. Jarang ada tempat seperti itu di Jakarta ini.

Meski mendung, gadis itu akhirnya tetap memutuskan pergi ke Yellow Doors. Semoga tak hujan, batinnya dalam hati.

Dengan perjalanan 5 menit dari gedung jurusan bisnis, Lena sampai di Yellow Doors. Coffee shop itu terlihat agak ramai sore ini. Karena harganya yang agak mahal, mahasiswa biasanya jarang menjadikan Yellow Doors sebagai tempat kumpul, nongkrong, atau makan. Beda dengan Lena yang sudah terlanjur cinta dengan suasana dari tempat tersebut.

"Mbak Lena" sapa Toni, barista sekaligus owner dari Yellow Doors saat Lena masuk. Dia merupakan alumni dari jurusan bisnis universitas Lena pula.

"Halo, Mas Ton, lagi rame ya?" sapa Lena ramah.

"Iya nih, banyak anak hukum. Yang biasa?"

"Yang biasa" balas Lena sambil tersenyum.

Pandangan Lena menelusuri seluruh sudut dari Yellow Doors. Satu-satunya bangku kosong adalah diantara dua meja, yang salah satunya ditempati gerombolan yang nampaknya sedang mengerjakan tugas kelompok, sementara sisanya ditempati satu orang laki-laki yang sedang serius menatap layar notebooknya.

Mau tidak mau, Lena membawa kopi Chesnut pesanannya ke meja tersebut. Untung saja gerombolan orang disampingnya tidak ribut, sehingga Lena mungkin masih bisa menulis beberapa kata.

Sambil menyeruput kopinya, Lena mulai membuka jurnal khusus tulisannya. Ia membaca sekilas tulisan terakhir yang ia buat. Tentang review Perahu Kertas. Lena banyak menulis jenis tulisan, dari cerita pendek, novel, review produk, ulasan trending topic dan isu masyarakat, apapun itu, hal itu menjadi kebiasaannya.

Nulis apa, ya... batin Lena sambil menerawang menatap langit diluar jendela yang berjarak satu meja darinya. Biasanya ia menulis hal yang ada di pikirannya saat melihat langit.

Melihat langit membuat imajinasinya seolah meluas... seperti langit. Membuatnya berfikir banyak hal didunia ini yang belum ia tahu, yang diluar akal sehatnya, yang membawanya pada imajinasinya yang dituangkan dalam tulisan.

Dear My Aileena (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang