Pipih

145 4 0
                                    

"Ih, ih, kok gini sih?" Teriakan gadis itu terdengar ceria. Seperti tidak pernah sedih sebelumnya.

Vano tertawa. "Gak bisa kan, udah sini" direbutnya ponselnya dari tangan gadis itu. Mereka sedang sibuk memainkan permainan perang-perangan baru rekomendasi Vano yang mulai Lena sukai di perjalanan menuju basement kampus.

Hari ini, mereka berencana untuk hunting game ps. Ya, kegiatan Vano akhir-akhir ini adalah mengajak Lena main ps atau main permainan online.

Semenjak Lena tak sengaja mencapai rekor pertama di mainan peperangan milik Vano, gadis itu terus menagih Vano untuk memperkenalkannya dengan game lain. Vano sih senang saja. Toh dia sudah tidak ada kesibukan. Alasan lainnya, Aileena cukup seru untuk diajak jadi lawan.

Dan tentu saja.... gadis itu juga sangat menarik.

***

Ara menyipitkan mata mendapati pemandangan yang jujur, sangat aneh baginya.

Disana Vano sedang asyik bercakap-cakap dengan Lena dengan ponsel ditangannya, terlihat akrab ㅡsejak kapan mereka akrab? Hingga berjalan berdua seperti itu?

Ara menelan ludah, lalu mengetikkan nama Radian di kolom pencarian chatnya. Ditatapnya sesaat ruang percakapannya dengan Radian. Dirinya yakin ada yang tak beres dengan Radian. Laki-laki itu tidak menggubris telefonnya sejak sabtu minggu lalu ㅡsejak malam Unity Fair.

Dan bunga itu ㅡadalah bukti kalau Radian bukan hanya ingin bersikap brengsek. Ia yakin terjadi sesuatu. Gue harus ke rumah Radian.

Namun, langkahnya refleks berjalan menghampiri dua orang yang masih terlihat asyik dengan percakapannya sendiri.

"Len" panggilnya seraya berhenti tepat di depan Vano dan Lena. "Hei, No"

Ditatapnya Lena, yang senyumnya sirna saat melihat Ara. Gadis itu terlihat dingin, namun pada akhirnya tersenyum paksa. Sementara Vano, dengan sikap ramahnya, menyapa Ara balik. "Hei, Ra!"

Ara tersenyum ke arah Vano cepat, lalu menatap Lena lagi. "Lo udah dapet kabar dari Radian belum?" Tanyanya. Lebih kepada Lena.

Lena terlihat mematung sesaat, tatapannya jatuh ke tanah, lalu kemudian tersenyum tipis sambil menggeleng. Ara menggigit bibir, tetap takut ia menyakiti perasaan Lena, tapi ia yakin pada perasaan sahabatnya itu. Ia tak ingin sahabatnya kehilangan Lena hanya karena kebodohannya.

"Len, dia juga gak kabarin gue kok, kayaknya ada sesuatu terjadi sama Radian" jelas Ara cepat. "Positive thinking, ya?"

Ia bisa merasakan Lena tidak mau menatapnya. Atau bahkan, tidak mau mendengarnya. Sementara Vano hanya menyimak, menatap Ara dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.

"Gue duluan ya, Ra" balas Lena. Gadis itu meninggalkan Ara yang hanya bisa tercenung kebingungan. Sial. Radian.

"Biarin aja dulu, Ra. Dia capek" ujar Vano tiba-tiba. Ara reflek melotot dan melipat tangan dibawah dadanya. "Lo ga mikirin yang gue pikirin, kan, No?"

Vano mengangkat alisnya, lalu tertawa. Laki-laki itu tentu mengerti jelas yang Ara katakan.

"Gak tau, ya, gak janji" ujar Vano, sambil terkekeh.

Ara mengerjapkan mata mendengar kata Vano. "No, lo kan temen Radian!"

Vano menjawab cuek. "Terus? Radiannya mana?"

Dear My Aileena (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang