"Liat Lena?"
Ara menoleh ke pemilik suara. Radian.
"Tadi katanya, mau ke WC" jawab Ara seadanya, asyik menyusun playlist lagu untuk karaoke. "Emang kenapa? Kok lo tegang gitu sih? Nanti juga Lena balik lagi."
Sahabatnya itu diam sejenak seolah kalut dalam pikirannya sendiri, membuat Ara menghentikan kegiatannya dan menatap Radian, lalu ke sekitarnya. Memang Lena sejak tadi belum ada.
"Kenapasih, Rad? Susulin aja kalau lo khawatir. Udah ah, gausah serem gitu, lagi ultah juga tetep aja gitu terus, ah" rengek Ara sambil mendorong badan Radian menjauh. Habisnya kesal, gabisa seneng dikiiiit aja, batinnya.
"Ya udah" ujar sahabatnya itu singkat, lalu segera pergi masuk ke dalam bangunan rumah. Melihat sikap sahabatnya itu, Ara cuma bisa menghela nafas. Dasar Radian....
***
Lena berdiri terpaku, memandang dinding berwarna hitam dengan banyak foto yang ditempel asal sehingga membentuk huruf R raksasa.Tidak dengan pigura, hanya asal, dengan solasi. Radian yang sekarang terlihat datar, terkadang suram, ternyata pernah jadi Radian yang berjiwa semangat, membentuk foto-foto menjadi kolase yang membentuk huruf nama inisialnya sendiri. Senyum Radian di foto-foto itu, meski terlihat sama seperti sekarang, yang masih menggambarkan sosok yang baik hati dan mencoba ramah, terlihat berbeda di foto-foto itu. Lebih... berjiwa. Lebih... hidup?
Tangan Lena meraba foto-foto itu. Mencoba menelusuri cerita yang hilang dari hidup Radian. Yang tak pernah Lena tahu.... Foto seorang Radian 12 tahun bersepeda dengan gadis kecil yang tak Lena kenal. Ini Ara. Lena tahu itu dari mata gadis kecil itu yang masih sama seperti mata Ara yang sekarang. Foto Radian lainnya dengan seorang pria 30 tahunan, yang terlihat sangat mirip dengannya.... Ini Ayah Radian. Pria itu terlihat sangat baik hati. Dan bagaimana tangan pria tua itu merangkul anak semata wayangnya dengan erat; menunjukan bahwa hubungan mereka terlalu sulit dibilang jauh.
1...2...3...4...5... Lena menghitung dalam hati. Dari kolase itu, Lena dapat mengetahui betapa Radian dekat dan mengidolakan Ayahnya. Selain foto berdua, banyak foto Ayahnya yang ditempel. Dan koleksi foto ayah-anak itu, selalu bermain dengan satu benda. Kamera.
Lena menelan ludah.
Foto Radian saat SD... SMP... Masuk SMA. Dan foto sosok lain yang ia kenal juga selain Ara. Hatinya terasa sesak untuk melihatnya; tapi ia menahannya. Ternyata bukan hanya saja Ayahnya yang Radian idolakan, tapi juga Kintan.Berbeda dengan foto Ara dan Ibunya yang hanya menjadi bagian dari memori, foto Ayahnya, dan foto Kintan yang tertempel disana, menunjukkan suatu perasaan. Kagum... suka... orang-orang yang Radian tuju, dan sangat penting, dan berharga dalam hidup Radian.
Lena refleks melangkah mundur, kebingungan, dan segera melangkah keluar kamar. Namun, rak buku tinggi panjang menghentikkan lagi langkahnya. Piala-piala dan sertifikat bertuliskan young director, best video award berjejer disana. Disusun rapi, beratasnamakan Radian Adatama. Bukan hanya piala. Buku penyutradaan film bertumpuk, sangat banyak... sampai membuat Lena sesak, karena ia menemukan hal yang bersifat sangat... dalam, dari seorang Radian. Di rak paling atas diatas piala dan sertifikat, ada kotak-kotak berlabel "project" yang sepertinya diisi memori kamera, serta empat kamera berbeda bentuk dan ukuran berjejer, ditempeli label-label putih bertuliskan Project 1, Project 2, Project 3, dan... Kintan.
"Kintan masa lalu yang penting buat kamu, kan Rad?"
Kalimat itu menghantam gadis itu. Perkataannya sendiri... Dan, fakta ini, lebih berkalilipat dari perkataannya.Entah apa yang merasuki jiwanya, namun rasa sesak dihatinya tak bisa mencegah Lena meraih kamera itu dan menyalakannya. Nyala.
"Lena?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (COMPLETED)
Romance"Aku udah lama gak kesini" suara Radian itu membuyarkan lamunan Lena. "Aku sebenernya gak suka tempat ini" Lena mengernyitkan alis. Mencari arti dari kalimat-kalimat Radian yang ia tidak mengerti. "Tapi karna aku tau kamu bakal suka tempat ini..." R...