Lena menyeruput kopi panasnya sambil mengedip-ngedipkan matanya, berusaha kembali tenang dan sadar.
Gila!!!! Ini pertama kali setelah empat tahun ia menemukan laki-laki, yang sepertinya, membuat hatinya berdebar.
Laki-laki itu tidak nampak menarik pada awalnya, hanya saat senyum itu muncul dari wajahnya, muncul cerita lain lagi. Super. Ganteng.
Lena mencoba mengingat-ngingat sosok laki-laki itu. Kulitnya tidak putih. Alisnya tebal dan tegas, membuat tatapannya tajam. Tubuhnya cenderung kurus. Rambutnya bermodel cepak dan berantakan.
Mengingat aspek-aspek kecil itu, Lena merasakan senyum muncul di wajahnya."Mbak Lena, udah gak ada kelas?" Suara Mas Toni membuyarkan lamunan Lena. Dia datang untuk membersihkan meja bekas laki-laki disamping jendela itu.
"Eh, mas.... Udah enggak kok, hehehe" jawab Lena sambil tersenyum kikuk.
"Wah, ini pulpennya Radian kayaknya" gumam Mas Toni, sambil meraih pulpen biru tua yang tergeletak di lantai tepat bawah meja samping jendela itu.
Lena refleks tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya. "Radian siapa, Mas?"
"Ini, yang tadi duduk disini" Mas Toni memasukkan pulpen itu ke saku celemeknya. Hati lena berdebar-debar tak karuan mendengar apa yang baru saja Mas Toni katakan.
Laki-laki yang dimaksud Mas Toni adalah laki-laki tadi. Yang duduk disana. Yang menatapnya. Yang tersenyum kepadanya. Namanya Radian.
"Temennya Mas?" Tanya Lena, tidak bisa menahan rasa penasarannya yang kali ini sangat meluap.
"Itu... pelanggan juga, kok, Mbak. Mahasiswa sini kok, sering kesini dia, kaya Mbak Lena." jawab Mas Toni dengan ramah sambil sibuk mengelap meja.
"Oh, saya gak pernah liat tapi" ujar Lena seraya mengingat-ngingat kapan terakhir kali ia datang ke Yellow Doors. Itu sore kemarin. Dan dalam seminggu ini dia pun rajin mampir ke tempat ini. Bahkan dalam sebulan ini. Dan di bulan sebelumnya juga. Tapi ia tidak pernah melihat sosok Radian itu. Selain hari ini.
"Iya, dia saya tanya tadi, katanya kemarin cuti.
Baru kesini lagi hari ini. Penggemar Latte tuh dia, sama kayak Mbak Lena. Pesennya itu mulu" kata Mas Toni sambil tersenyum. Lena hanya ber-ooh ria.Lalu seolah baru menemukan suatu yang janggal, Mas Toni langsung menatap Lena curiga. "Mbak Lena ngeceng ya?"
Lena terbelalak mendengar pertanyaan Mas Toni. Ngeceng?????????
"Lah, engga kok, Mas, enak aja. Saya cari obrolan aja sama Mas Toni, maklum kesini sendiri terus, gaada temen ngobrol..." jawab Lena asal, kikuk dan bingung. Duh, Aileena bodoh! Lagian, kok dia berani nanya-nanya begitu sama Mas Toni? Lena bodoh. Laki-laki itu sempat membuat ia kehilangan akal sehat dan tidak bisa menahan dirinya.
Tentu saja Mas Toni akan curiga, selama ini Mas Toni tahu dirinya bukanlah orang yang terlalu peduli pada orang lain. Di Yellow Doors, Lena selalu menyendiri. Terlalu sering sendiri. Yellow Doors membuat Lena sibuk di pikirannya, menulis dan menulis. Bahkan Lena tidak peduli dengan apa yang terjadi disekitarnya. Orang jatuh, gelas pecah. Itu semua tidak membuat Lena berhenti menulis. Mas Toni tahu itu.
Dan sekarang Lena iseng bertanya macam-macam tentang laki-laki. Tentu saja Mas Toni akan curiga!
"Hmmm, masa ah. Emang ganteng sih orangnya" ejek Mas Toni sambil melengang kembali ke meja kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (COMPLETED)
Romance"Aku udah lama gak kesini" suara Radian itu membuyarkan lamunan Lena. "Aku sebenernya gak suka tempat ini" Lena mengernyitkan alis. Mencari arti dari kalimat-kalimat Radian yang ia tidak mengerti. "Tapi karna aku tau kamu bakal suka tempat ini..." R...