"Radian!"
Teriak Lena.Hati Lena lega sedikit, mengetahui Radian berjalan pelan. Lorong lantai dua yang menghubungkan tangga bawah dan ruang tengah itu membuat suaranya bergema, dan mengiris hatinya sendiri, karena dari suaranya, ia makin merasakan keputusasaan yang mendalam.
"Rad." tangan Lena yang terulur ke lengan Radian ditepis. Membuat Lena menutup mulutnya, merasa dicampakkan, dan berhenti sejenak. Menahan tangis. Jangan nangis. Jangan nangis.
"Rad, maafin aku."
Namun Radian masih melihat lurus kedepan, tak barang sedikitpun melirik kearahnya.
"Aku gak sengaja" suaranya semakin parau, karena Lena mencoba menahan tangis sekuat tenaga. Ia bisa merasakan wajah dan matanya sangat panas dan tangannya bergetar.
Aku gak mau kehilangan kamu, Rad.
"Aku gak lihat apa-apa. And it's fine to me. Aku gak marah kamu gak cerita..."
Lagi-lagi tangannya ditepis, dan air mata terus bercucuran di mata Lena.
Liat aku, Rad.
Dengan putus asa Lena mengeluarkan kado yang baru ia bungkus. Iya. Radian punya mimpi seperti dirinya, dan Radian tidak akan marah kan kalau sudah lihat kado ini?
"Aku seneng tau kamu dulu punya mimpi, aku pun gak masalah tau tentang Kintan, aku seneng tau kamu punya mimpi jadi sutradara..."
"Len!"
BRAK.
Hening. Yang Lena dengar saat itu hanya desahan nafasnya yang tak bisa disembunyikan karna menangis. Air matanya turun, sementara matanya terpaku pada kado yang kini tak sengaja jatuh ke lantai.
"Gue gak peduli"
Perlahan ditatapnya mata Radian. Dua mata coklat yang ia kenal pertama kali milik si penghuni samping jendela. Putaran kejadian terputar dengan cepat; bagaimana dua mata coklat itu melihatnya dari kursi pengemudi; dari kursi pasangannya di Yellow Doors; dari balkon bangunan ini dengan latar belakang pohon pinus; dari sosok yang mendekati wajahnya saat ia bermain gitar; dari sosok yang mengucap puisi Lena dengan lantang.
"Gue gak peduli lagi dengan perasaan lo sama gue. Atau perasaan gue sama lo"
Dua mata coklat itu kini terlihat basah.
"Semua orang punya masa lalu, Len"
Dua mata coklat itu kini kehilangan cahaya.
"Gue pernah ga sih kepo tentang masa lalu lo?"
Dua mata coklat itu kini penuh kekecewaan.
"Gue pernah gak nanya, kenapa lo ga pengen tulisan lo dipublikasiin? Gue pernah gak nanya, kenapa lo gampang nangis, gampang jatoh, gampang sakit hati?"
Tidak ada lagi mata yang dibilang mas Toni selalu menatapnya dengan binar saat dia masuk melalui pintu Yellow Doors.
"Kenapa lo gak bisa sabar sih, Len?"
Dan suara yang selalu ceria mengucap namanya dengan indah itu.
"Gue akan selalu jadi Radian yang menutup diri Len"
"Aileena!"
"Akan slalu ada sisi dari gue yang gamau gue liatin ke lo, Len"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (COMPLETED)
Romansa"Aku udah lama gak kesini" suara Radian itu membuyarkan lamunan Lena. "Aku sebenernya gak suka tempat ini" Lena mengernyitkan alis. Mencari arti dari kalimat-kalimat Radian yang ia tidak mengerti. "Tapi karna aku tau kamu bakal suka tempat ini..." R...