Radian memandangi Strestha yang sibuk berjalan bolak balik didepan meja kasir. Gadis yang lebih tua darinya itu terlihat panik.
"Kenapa Mbak? Nunggu Farel?" Tanya Radian, seraya menyimpan cangkir coklat panas yang dipesan Strestha di meja terdekat. "Duduk dulu, Mbak" ujar Radian, berusaha memberi sedikit ketenangan pada tunangan bos yang secara tidak langsung adalah bos keduanya.
"Enggak, gue lagi panik. Duh, Radian!" Teriak Strestha frustasi, membuat Radian sedikit tersenyum sekaligus kaget.
Strestha duduk di kursinya, mengetuk-ngetukan jari tangan kirinya sementara tangan kanannya sibuk mengscroll layar ponselnya dengan cepat, yang terlihat berupa file microsoft word dalam tampilan e-mail.
"Ya, Mbak?" Jawab Radian, tenang.
"Lo punya... ah, gak jadi!" Strestha mengibas-ngibaskan tangannya ke udara, menandakan gadis itu sudah sangat stres dengan entah apa yang ada di otaknya. Radian pun hanya tertawa kecil dan kembali ke balik meja kasir.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aileena bilang ia akan kesini sore ini. Ini pertama kalinya gadis itu akan mengunjunginya di jam kerjanya. Radian tersenyum sendiri, memikirkan gadis itu.
Langit mendung terlihat jelas dari balik kaca cafe, membuat pikiran Radian kembali melayang ke dua malam lalu, saat ia hanya ingat puisi Aileena begitu saja. Tawa kecil Radian muncul otomatis dari bibirnya mengingat wajah Aileena yang memerah. Hhhhh, Aileena membuatnya sebahagia ini.
"Radian. What's your dream?"
Ditatapnya Strestha yang kini mulai menyeruput coklat panasnya, dan mulai memijat-mijat keningnya. Gadis itu sangat berusaha untuk label rumah produksinya yang baru ia rintis. Hebat, batin Radian. Strestha benar-benar mampu bertahan untuk terus memajukan bisnisnya. Cafe ini juga, cafe Farel, kerabatnya, yang memang sejak dulu tertarik dengan bisnis coffeeshop.
Semua orang tampak punya mimpi.
"Radian. What's your dream?"
Wajah Aileena yang bertanya dengan polos itu hadir di benak Radian.
Dadanya sesak.
Entah kenapa.
Tring. Suara bel pintu cafe terdengar.
Senyum itu merekah begitu sosok yang hadir di balik pintu kaca itu melihat Radian. Langkahnya kecil, namun gadis itu membuatnya semakin cepat, membawanya kehadapan Radian. Mata gadis itu menatap Radian dari kepala hingga kaki, tersenyum dan tertawa dengan kagum hanya karena celemek hitam yang Radian pakai.
"Hot latte with extra shot, please?" Senyum yang tak pernah tidak terlihat manis itu, dengan bingkai lipstick merah muda natural, seolah tercipta hanya untuk Radian.
Hati Radian jatuh. Sejatuh-jatuhnya.
Seorang Aileena; dan dirinya.
Apakah bisa hanya berjalan menuju kedepan saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Aileena (COMPLETED)
Romance"Aku udah lama gak kesini" suara Radian itu membuyarkan lamunan Lena. "Aku sebenernya gak suka tempat ini" Lena mengernyitkan alis. Mencari arti dari kalimat-kalimat Radian yang ia tidak mengerti. "Tapi karna aku tau kamu bakal suka tempat ini..." R...