Perasaan yang tak terkendali

236 9 0
                                    

Ada yang beda hari ini dari Yellow Doors.

Tidak, bukan dinding kuningnya yang selalu memberi kesan ceria pada suasana ruangan.

Bukan juga secangkir Ice Latte kesukaan Lena. Mas Toni akan selalu memberikan rasa yang konsisten dari kopinya. Tidak terlalu manis, tidak terlalu pahit.

Bukan meja-meja kecilnya yang sempit. Yang tidak menyajikan jarak barang dua meter pun antara satu pengunjung dan pengunjung lainnya, namun tetap terasa nyaman.

Bukan lagu-lagu sendu akustiknya yang membuat Lena merasa nyaman saat menulis.

Oh, dan meski papan dinding yang terpajang di sisi ruangan itu terhitung baru, bukan itu yang Lena maksud.

"Kakinya bisa diem gak?"

Kali ini ada nada menggerutu saat kedua kaki Lena bergoyang mengikuti nada lagu yang terputar di Yellow Doors.

"Lo gak pusing nulis terus?"

Kali ini ada suara yang membuat Lena tidak bisa menulis barang satu kalimat pun di jurnal kuningnya.

"...half of my heart's got a grip on the situation ~"

Kali ini muncul terus nyanyian lagu John Mayer dari bibir seseorang yang tidak pernah gagal membuat Lena berdebar.

"Eh, Mas Radian dan Mbak Lena udah kenal?" Mas Toni tiba-tiba merusak lamunan Lena saat dia datang ke meja mereka sambil membawa sepiring croissant pesanan Lena. "Wah, dua pelanggan setia saya ngopi bareng, ada apa nih, uhuy..." ejek Mas Toni kemudian.

Lena hanya memutar mata, mencoba tenang -tentu saja hatinya jelas-jelas jauh dari kata tenang!- sementara Radian hanya mencibir "Naon atuh, Mas Toni" nadanya yang sama sekali tidak cocok mengucapkan logat sunda membuat Lena dan Mas Toni sama-sama tertawa. Mas Toni memang orang Bandung juga.

"Baru kenal kemarin ini teh, Mbak Len? Cerita dulu atuh" ujar Mas Toni sambil tertawa ke arah Lena dengan nada antusias.

"Ini teh gara-gara mahasiswa disini yang suka ke Yellow Doors cuma saya sama Radian, Mas Ton. Jadi aja gak ada temen lagi, ya gak Rad?" ujar Lena, SANGAT BERUSAHA terlihat tenang.

"Iya, tuh denger si Aileena, Mas Ton" jawab Radian cuek sambil mengangguk-angguk, sementara matanya masih terfokus pada game di hpnya.

"Aduh... semoga cepat-cepat aja kalau gitu, ya. Saya tinggal dulu ah, takut ganggu"  ujar Mas Toni sambil tertawa dan pergi kembali ke dapur baristanya.

Lena hanya menggeleng-geleng, lagi-lagi MENCOBA TERLIHAT TENANG, padahal sudut matanya diam-diam mencuri pandang pada laki-laki didepannya. Ekspresi Radian terlihat tetap datar. Entah kenapa, Lena jadi agak sedikit kecewa.

Lena menutup buku jurnalnya lalu melihat Radian. "Lo gak kelas?"

Radian tertawa dan menatap Lena. "Gak usah pake lo-gue ke gue, gapapa kok. Pake aku-kamu juga gue gak akan baper"

Lena mencibir. "Ngapain ke tempat umum kalau cuma buat main game?"

Radian menatap Lena lagi, kali ini tanpa senyum, dan langsung mematikan ponselnya.

"Emang lo maunya gue gimana, Aileena?"

Kali ini Radian melipat tangannya diatas meja, dan memajukan tubuhnya seraya melihat Lena tajam. Ukuran meja yang sangat kecil di Yellow Doors itu rasa-rasanya membuat jarak mereka sangat dekat, hingga Lena bisa mencium parfum mint dari hoodie yang dipakai Radian.

Lena segera menundukkan kepalanya, dan pura-pura menulis. Radian benar-benar bisa membuatnya gila!

Seolah sadar dirinya membuat Lena salah tingkah, Radian hanya menahan tawanya. Gadis ini menarik.

Dear My Aileena (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang