........

139 6 0
                                    

"Ada keluarga pasien?" suara berat dari seorang pria berbaju putih yang keluar dari ruang ICU menghentikkan percakapan singkat empat perempuan itu.

"Saya ibunya!" Ibu Radian maju dengan sigap sementara Ara tetap memegangi lengannya. Lena masih ditempatnya tak bergeming, sementara gadis misterius itu masih menatapnya dengan tajam.

"Operasinya berhasil. Pasien akan sadar 2-6 jam lagi, sekarang sedang disiapkan untuk pindah ke ruangan biasa" ujar pria yang merupakan dokter bedah tersebut. Lena, Ara, dan Ibu Radian menarik nafas lega. Namun ada yang terasa aneh di mata Lena. Gadis asing itu.. hanya memasang wajah datar.

Siapa dia?

***

Detik demi detik terasa berlalu sangat lama.

Lena mengetuk-ngetuk ujung kakinya ke lantai. Dilihat jam yang bertengger di dinding rumah sakit. Sudah jam setengah 10 malam.

Gadis itu perlahan melongok ke pintu yang tak jauh berada disebelahnya. Radian masih disana, masih tertidur pulas. Ada sedikit perban di dahinya selain luka diperutnya. Meski berat melihat Radian seperti itu, tapi lega bagi Lena melihat Radian akan baik-baik saja besok pagi.

Ibu Radian duduk tenang di kursi samping ranjang, memandangi anak laki-lakinya seraya mengobrol dengan Ara yang sedang memotong buah. Ara terlihat sangat akrab dengan Ibu Radian. Ah, Lena, tentu saja! Ara sahabat Radian sejak kecil. Lena tadi tidak enak menjadi orang asing yang memperkeruh suasana; jadi dia izin ke wc, dan berakhir duduk disini.

Dan gadis asing itu... dia entah kemana.

Gadis itu sangat cantik. Bagi Lena, Ara sudah sangat cantik, dengan senyum ramah dan badan atletis nan tingginya (Ara bilang dia atlit renang). Rambut pendeknya membuat Ara sangat keren, cocok dengan wataknya. Tapi, gadis asing itu lebih cantik. Seperti boneka. Kulitnya putih mulus, pipinya merona merah alami, alis tebal, rambut hitam.

Jika di dongeng-dongeng, sementara Ara adalah putri matahari yang cantik, hangat dan ramah, gadis itu...... benar-benar seperti ratu es. Cantik namun dingin. Dan bagaimana bisa ia memasang wajah sedatar itu saat ada seseorang di ruangan sebrang sedang mempertaruhkan nyawa? Siapa dia? Adik Radian? Sepupu Radian? Mengapa dia bisa bersikap seperti orang asing seperti itu, sementara dia datang bersama ibu Radian?

"Argh" Lena menggumam sendiri sambil mengacak-ngacak rambutnya. Ia benar-benar sakit kepala.

"Lo siapa?"

Tubuh Lena membeku. Suara dingin itu kali ini terasa dekat.

Gadis itu berdiri tak jauh dari tempat Lena berdiri, seperti patung. Menatap Lena tajam, dengan raut muka... meremehkan?

"Aku..?" gumam Lena kikuk.

Gadis asing itu langsung menghela nafas keras-keras, seolah-olah lelah atas respon Lena yang ia tak harapkan. Lena menelan ludah melihat ekspresi gadis itu. Hatinya panas dan ingin marah kali ini. Gadis ini sangat menyebalkan. Siapa dia, Rad?

"Gue Kintan," gadis itu menyodorkan tangan. "Gue pacar Radian"

***

"Gue pacar Radian"

Ara menghentikkan langkahnya tepat sebelum ia melangkahkan kaki ke arah pintu.

Disana Kintan, dengan gaya high-class girl yang selalu berusaha ia tampilkan, menyodorkan tangan pada Lena. Ara bisa mendengar degupan jantungnya begitu keras. Gila!

Dengan sigap gadis itu meraih tangan Kintan. "Kin, anterin gue beli tissue yuk?"

Kintan melotot ke arah Ara dan tanpa peduli Ara menarik lengan gadis itu dengan kasar, meninggalkan Lena yang masih berdiri mematung.

Dia tidak bisa membiarkan Kintan menghancurkan Radian lagi. Tidak.

***

Lena berjalan perlahan mengikuti dua gadis tinggi didepannya. Jantungnya berdebar kencang, dan otaknya terus mengelak kalimat yang sebelumnya ia dengar. Tidak mungkin. Tidak mungkin ada seorang gadis yang bisa sedingin itu mengetahui pacarnya terluka. Tidak mungkin.

Kintan dan Ara berjalan ke sudut kosong rumah sakit, yaitu lorong ke arah kantin yang sudah tutup. Mereka tak terlihat mempunyai hubungan yang baik. Lena kagum melihat Ara yang bisa menarik gadis bernama Kintan sekuat itu. Kedua gadis itu berhenti saat Ara membanting lengan Kintan dengan kasar. "Ah! Apasih lo!"

Lena ikut menghentikan langkahnya, menutup mulutnya agar ia bisa meredam suara nafasnya. Kali ini ia bersembunyi di balik tembok, bersender --seraya membuka telinganya lebar-lebar. Tidak mungkin Kintan pacar Radian. Tidak mungkin. Ya kan, Ara?

"Jadi lo balik ke Jakarta cuma buat ini? Hah?"

Lena menutup matanya perlahan.

Mendengarkan percakapan itu baik-baik. Mencoba mengerti hal yang mungkin harusnya tidak ia mengerti. Tolong. Ia hanya ingin berusaha sejak sekarang. Ia sudah terlanjur menyukai Radian. Tolong. Dia tidak bisa berhenti begitu saja..... Tidak setelah Ara memberitahu hal-hal seperti itu. Tidak.

"Ara. Gue tanya, lo siapa?"

"Gue orang yang gak akan biarin lo hancurin hidup Radian lagi!"

Lena berusaha tetap menutup matanya sementara jantungnya terus berdegup kencang.

"Apa? Hancurin? Dari dulu gue yang selalu pengen hidup Radian lebih baik!"

"Gue tau Radian di rumah lo tadi sore! Kalo gak ada lo mungkin aja Radian sekarang gak ada di sini!"

Apa? Ara tahu?

Kintan terdiam. Ara berteriak lagi. "Lo bilang apa ke Radian! Jawab gue!"

"Bukan urusan lo, Chiara" Kintan menekankan setiap nama lengkap Ara dengan nada mengejek, membuat Lena membuka mata dan menoleh menatap Ara ㅡgadis itu benar-benar marah. Mukanya memerah.

"Lo sayang gak sih sama Radian?" Kali ini Ara berbicara dalam nada rendah. Lena bisa merasakan betapa gadis itu peduli pada Radian. Itu sedikit membuatnya terharu.

Kintan terdiam, hanya melipat tangannya didepan dadanya sambil masih menatap Ara tajam. Lena menggigit bibir menatap Ara yang terlihat sangat, sangat marah. Kintan benar-benar pacar Radian? Dia baru pulang ke Jakarta? Darimana?

Lalu Lena teringat Radian yang tak menghubunginya beberapa hari kemarin. Apa gara-gara Kintan pulang?

Nyut.

Dada Lena terasa sakit. Ia menekan dadanya dengan kedua tangannya, mencoba menahan rasa sakit yang menyeruak di dadanya. Semua yang dikatakan Ara, yang meyakinkannya, terputar kembali di otaknya. Apa ia salah mengerti? Atau Ara salah mengerti?

"Lo masih bisa nyebut lo pacar Radian, hah?! Mau sampai kapan sih, Kin, lo gangguin hidup dia?"

Kintan tersenyum, melangkah mendekati Ara.

"Gue gangguin hidup dia? Tapi sayangnya dia lagi tuh yang nyamperin gue"

Lena menutup matanya lagi rapat-rapat. Seolah dengan itu ia bisa berhenti mendengar apa yang tak ingin dia dengar. Seolah itu bisa mengurangi sakit di dadanya kali ini.

"Lo tau karena apa? Karena cuma gue yang peduli sama dia!"

Teriakan Kintan mengagetkan Ara maupun Lena yang masih membungkuk di balik dinding. Gadis itu sangat menyeramkan. Kintan.. Bagaimana bisa? Radian!

"Dari dulu cuma gue yang tahu apa yang Radian butuhin, dan lo gausah so paling tau dia, Chiara!"

Lena bisa mendengar nafas Ara yang sedikit tersentak. Ara.

"Lo udah tau dengan jelas gue lebih dulu jadi sahabat dia daripada lo, dan gue sekarang MASIH PACAR DIA!"

PLAK!

Ara menampar gadis itu. Keras.

Pada detik itu, Lena benar-benar berlari meninggalkan tempat itu. Sangat cepat. Sebisa ia mampu. Sampai ia bisa merasa angin menerpa wajahnya, yang kemudian membawa terbang tetes air mata yang tak sengaja turun.

Ia tidak tahu lagi harus percaya siapa, atau apa. Yang jelas, kali ini, dia tau... dia tidak bisa berharap apapun. Lagi.

***

Dear My Aileena (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang