Keheningan kembali menyelimuti hari itu dalam kegelapan semua terasa ganjil semua terasa tak mengenakan. Bayang-bayang suara teriakan dan benturan pedang kembali terngiang.
Angin yang menerpa wajahnya kembali terasa berserta ingatan rasa sakit akibat laki-laki yang menerjangnya. Bahkan senyuman taring itu masih terus terpampang dalam benaknya. Rasa sakit yang mengoyak lehernya masih terasa bagaikan tersambar petir Aquarel terbangun dari kegelisahan tidurnya.
Aquarel melihat kesekeliling kamar yang tengah ia tempati, tempat tidur dengan sprei putih dan perabotan kayu berwarna hitam dan cokelat menghiasi kamar dengan cat berwarna putih bersih.
Aquarel mengatur nafasnya yang awalnya terasa sesak, namun berangsur-angsur membaik. Aquarel merasakan sakit pada lehernya dan saat ia menyentuhnya lehernya telah diperban.
Aquarel mengernyitkan dahinya karena baru ia sadari bahwa kamar yang ditempatinya bukanlah kamar yang ada di kerajaan.
"Dimana ini?" tanya Aquarel pelan sambil terus memegangi lehernya yang makin terasa sakit.
"Kau sudah bangun Aqua?" tanya seseorang.
Aquarel memantapkan diri dan melihat kearah suara, pintu yang semula tertutup kini terbuka dan tampilah seorang laki-laki yang membawa nampang makanan.
Laki-laki itu memiliki rambut hitam mata Aquarel membulat seketika karena rambut laki-laki itu yang semula hitam terlihat keperakan terkena sinar matahari yang menyusup lewat jendela.
"Aku ada dimana?" tanya Aquarel dengan suara bergetar.
"Kau ada dikediamanku." jawab laki-laki itu sambil terus berjalan mantap kearahnya.
Saat laki-laki itu sampai disamping Aquarel, Aquarel merasakan udara disekelilingnya mencekik paru-parunya. Perasaan kengerian dan kegelisahan membuat Aquarel ketakutan ia pun mundur kesisi lain tempat tidurnya sambil terus memegang lehernya yang terasa makin sakit.
"Kau tak perlu takut, aku tak berniat menyakitimu." Jawab laki-laki itu.
Aquarel meneguk ludahnya "Terakhir kali ada yang bilang begitu ia malah menerjang ku."
"Aku janji aku tak akan menyakitimu Aqua, berhentilah mundur."
Aquarel berhenti mundur saat ia merasakan tak ada lagi tempat untuk mundur. Dahi Aquarel mengerut "Bagaimana kau bisa tahu namaku? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Ya aku tahu namamu karena aku mengenalmu."
"Tapi bagaimana mungkin aku tak pernah merasa mengenalmu melihatmu pun aku baru kali ini." jawab Aquarel sambil mencoba mengingat siapa laki-laki dihadapannya itu.
"Aku menggenalmu tapi kau tak mengenalku. Jadi kau tak perlu memikirkannya dan kemarilah."
Laki-laki itu mengulurkan tangannya tapi didalam hati Aquarel merasa ragu apakah ia akan menyambut tangan putih nan rapuh itu.
"Tak perlu takut, kemarilah bukankah lukamu itu terasa sakit? Kemarilah aku akan memgobati lukamu itu."
Aquarel mulai merasakan kalau yang dikatakan laki-laki itu benar, luka yang semula hanya terasa sakit tapi kini ia mulai merasakan panas yang menyengat pada luka dilehernya.
Masih dengan keraguan Aquarel mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan putih si laki-laki saat jari tangannya bersentuhan dengan jari putih itu Aquarel terkejut karena jari-jari itu sangat dingin seperti es dimusim dingin.
Awalnya Aquarel tak mau menyambut tangan si laki-laki tapi saat Aquarel melihat wajah dingin itu menyiratkan perasaan terluka akhirnya Aquarel meyakinkan dirinya dan kemudian menggenggam tangan yang begitu terasa dingin.
Tangan Aquarel kini tergenggam sempurna ditangan putih laki-laki itu. Tanpa aba-aba laki-laki itu menarik tangan Aquarel sehingga tubuh mungilnya membentur dada keras nan bidang si laki-laki. Tangan dingin itu memeluk pinggang Aquarel dan satu tangannya yang lain merapikan rambut Aquarel yang berantakan dan membuka perban yang membalut luka dileher Aquarel.
Aquarel merasa seperti boneka didalam pelukannya, apalagi tangannya yang memeluk dirinya erat Aquarel merasa sebuah benda basah menyapu pada lehernya. Tubuh Aquarel membeku dan berusaha melepaskan diri namun usahanya sia-sia air mata mulai berjatuhan dari pelupuk mata Aquarel.
"Maafkan aku Aqua tapi hanya ini satu satunya cara untuk menghilangkan racun dari tubuhmu."
"Tapi.. tapi aku bahkan tak tahu siapa namamu bagaimana aku bisa percaya pada dirimu."
"Aku Smith, percayalah padaku karena kita tak punya waktu lagi."
Tanpa aba-aba laki-laki bernama Smith itu memanjangkan taringnya dan menancapkan taringnya pada leher Aquarel.
Aquarel memekik pasrah karena harus kembali merasakan lehernya terkoyak. Air mata kembali berjatuhan dengan semakin melemasnya tubuh Aquarel. Pelukan ditubuh Aquarel semakin menguat dan terdengar suara hisapan dari arah Smith yang masih menghisap darah Aquarel.
"Maafkan aku Aqua." Smith melepaskan hisapannya dan melihat Aquarel yang kini telah lemas tak berdaya dalam pelukannya.
Smith memejamkan matanya dan mengembalikan taring yang semula panjang keukuran normal seperti gigi manusia. Smith memperhatikan tubuh Aquarel yang sangat lemas dipelukannya dengan lembut Smith kembali menidurkan Aquarel.
"Tidurlah Aqua dan maafkan aku."
Aquarel membuka matanya sedikit dan melihat kearah Smith yang menatapnya khawatir Aquarel menggenggam tangan Smith dan sebelum ia tertarik kealam mimpi ia berkata "Terimakasih smith." Aquarel pun tertidur.
Smith mengelus pipi Aquarel lembut dan mengecup kening, pipi, hidung juga bibirnya lembut.
"Selamat tidur semoga mimpi indah putri Aquarel."
Smith berjalan kearah pintu sekali lagi ia melihat kearah Aquarel sebelum akhirnya ia menutup pintu dan berjalan menjauh.
****
ini dia lanjutan dari PVI makasih banget atas dukungan kalian..
maaf banget kalau chapter ini sedikit dan terlalu lama dipublikasikan..
jadi tolong banget ya buat vote dan comment nya makasih...
keep reading and enjoy ya..

KAMU SEDANG MEMBACA
Prince vampire and I
VampiroAquarel adalah seorang putri dengan banyak rahasia yang disimpan keluarganya. Dan ada lagi para vampir yang mengincar darah yang mengalir dalam dirinya. Disaat yang tak terduga sang pangeran dunia malam datang dan membawa Aquarel dalam cerita satu a...