1

9.6K 350 32
                                    

Apa salah jika sendiri adalah obat dimana aku akan berhenti memikirkan itu semua, nyatanya, aku tetap sama dengan yang dulu

~awal baru~

Cahaya matahari berhasil menyinari tiap sudut kamar, kara membuka matanya perlahan perih yang dia rasakan, mengedipkan mata beberapa kali lalu kembali tidur dan menutup wajahnya dengan selimut, kara masih mengantuk karena semalaman dia tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak.

Bangun? Tidak! Entah sejak kapan kara bisa tidur dengan nyenyak selama enam tahun terakhir ini.

Hidupnya terasa hancur sebagaimana enam tahun yang lalu itu berakhir, kara hampir lupa bagaimana caranya tersenyum di setiap kehidupan yang dia jalani, tersenyum? Ya benar itu adalah hal tersulit yang tidak bisa kara lakukan lagi.

Hari ini adalah hari terberat dalam hidup kara, dia harus ikut kemamuan orang tuanya untuk sekolah, Kara menghembuskan nafasnya kesal, didalam fikiran Kara adalah, teman baru, lingkungan baru, dan harus beradaptasi tentunya.

"Karaa," teriak Lea ibu kara, berteriak Sampai tetangga satu komplek mereka pun bisa mendengar.

Dengan malas Kara bangun dari tempat tidurnya, tempat tidur yang menjadi kisah sepasang mata yang tidak bisa tertutup kala malam.

hari ini adalah hari pertamanya memasuki masa SMA, dan yang ada difikiran Kara hanya satu, betapa buruknya, yaitu harus satu sekolah dengan Zia. Zia adalah saudara kembar kara, mereka kembar identik.

Sudah bagus saat SMP kara beda sekolah, tapi sekarang kara harus satu sekolah dengan mahluk seperti Zia, kara sangat tidak menginginkan hal itu.

Kara bahkan tidak ingat siapa temen SD, dan SMP nya, semua kenangan itu berakhir begitu saja dalam ingatannya, karena yang kara lakukan saat sekolah hanya belajar setelah itu pulang, semua keceriaannya terkubur sebagaimana enam tahun yang lalu itu berlalu.

Seragam SMA, ia tidak pernah terfikir akan mengenakan seragam ini, dalam hidupnya seragamnya hanya satu, jaket dan sweater yang selalu ia pakai, tidak pernah ada yang spesial dalam hidupnya, tubuh dan fikiran nya tidak bekerja sama, rasanya ingin kembali ke kasur tapi apa daya, mungkin Lea bisa berteriak lagi.

Setelah selesai bersiap-siap Kara turun menuju lantai satu rumahnya, ia jalan perlahan menuju meja makan, disana sudah Lea dan Topan, orang tua kara.

"Zia udah berangkat, kamu bareng sama papah ajah," seru Lea memasukan bekal kedalam tas kara.

"Hari ini tukang desain kamarnya Dateng, jadi sekitar seminggu lagi kamu bisa pake kamar loteng," ujar Lea.

"Makasih," kara tersenyum, senyum yang hampir tidak pernah dilihat ibunya walau sesaat, Lea mengelus pelan rambut putrinya.

"Ini bekal buat Zia, nanti disana coba kamu sosialisasi sama yang lain, jangan pake masker terus, mamah mau di awal kamu sekolah ini, kamu kaya Zia," seru Lea tegas terhadap anaknya, Kara hanya diam sambil memakan roti yang berselaikan kacang kedalam mulutnya.

"Aku kara mah," dalam hatinya.

"Kamu denger gak kata mamah," tukas Lea lagi memegangi pundak kara.

"Iya," jawab kara.

"Kamu kalo ngomong seenak mulut kamu ajah, mamah ngomong panjang lebar kamu cuma jawab iya," tukas Lea kesal.

"Ayo Ra, papah telat nih," ujar Topan.

Kara pun berangkat diantar Topan, tidak ada pembicaraan yang keluar dari mereka berdua, mereka sama-sama bungkam karena Topan pun sibuk dengan ponselnya.

Bad TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang