Karena memiliki sesuatu yang belum sepenuhnya kita milikin itu sakit, terkadang bukan karena terbiasa, tapi mereka tumbuh alami dengan sendirinya..
Bintang sesekali melirik jam tangannya, langit masih gelap tapi dengan gagah nya Bintang sudah berdiri didepan rumah kara, yang bintang takutkan bukanlah angin jam lima pagi, tapi kara yang berangkat diantar Juna.
Ponsel nya berbunyi membuat bintang menoleh dengan cepat, lalu seketika mengerutkan keningnya untuk apa abe menelfonnya sepagi ini, bisa dibilang ini mustahil wajar ajah Abe tukang telat disekolah.
"Apaan,"
"Lo dimana?"
"Kenapa?
"Itu bin, hmm,"
"Apaan si lu, ngomong yang bener,"
"Si Alfa,"
Ekspresi wajah bintang berubah seketika mendengar nama Alfa, dan lagi untuk apa Abe menyebutkan nama Alfa sepagi ini.
"Alfa kenapa? Dia dimana? Lu bawa kerumah sakit mana?"
"Be cepet dimana dia,"
"Woi!""Alva , bin bisa ku jelasin gak dia kenapa,"
Bintang mengusap wajah nya kasar lalu menarik nafas panjang.
"Gua bisa jelasin nanti disekolah,"
"Berapa orang?""Maksudnya?"
"Yang tau,"
"Cuma gue, yaudah gua tunggu disekolah,"
Setelah mematikan telfonnya bintang menggeleng pelan dan memasukan kembali hp nya ke saku jaketnya.
Bintang kembali melirik jam tangannya, langit mulai keliatan terang tidak seperti sebelumnya, Akhirnya penantian nya selesai juga, kara baru saja keluar dan langsung kaget melihat bintang berdiri di depan rumahnya.
"Pagi," sapa Bintang.
"Pagi," balas kara.
Kara mengerutkan keningnya menatap wajah Bintang, perasaan kara saja kenapa wajah bintang terlihat pucat, saat pandangan nya ia turun kan menatap bibir Bintang, kara reflek menunduk karena malu.
"Ayo berangkat," tangan bintang terulur dan disambut pelan tangan kara.
Tangan Bintang yang dingin membuat kara menahan langkah kakinya, Bintang mendekatkan wajahnya melihat kara yang tengah menatap tangannya yang masih ia genggam.
"Kenapa?" Tanya Bintang.
"Dingin,"
"Iya dingin soalnya minta dipeluk," ujar bintang seraya tersenyum mengeratkan genggaman nya.
Kara memutar bola matanya berjalan duluan kearah motor bintang, sedangkan Bintang menggeleng pelan mengikuti langkah kara
***
Tangan Alva pelan menyisir halaman buku yang sedang ia pegang, duduk santai di sofa, Alva tengah berada di ruangan yang paling disegani setiap murid. Ruang kepala sekolah."Kayaknya kamu harus om pindahin se.."
"Kayaknya makan siang bareng enak ya om,"
Suara lelaki paruh baya itu tertahan saat sepasang mata tajam Alva menatap pa Rudi kepala sekolah sekaligus om Alva ini menelan ludah.
"Alva ga mau pindah," ujar Alva tanpa basa-basi lagi.
Om Rudi duduk mendekati Alva lalu membuka perlahan lengan baju keponakan nya itu, terlihat jelas perban penutup luka yang seharusnya diganti memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Twins
Teen Fictionmempunyai sodara kembar tidak mengubah apapun -Karanela Ziela