bagian 22 : sunyi.

35 2 0
                                    

Rehan pov .

Anya tiba tiba saja pingsan saat di lantai bawah, aku mengerti betapa terpukulnya ia saat melihat kejadian ini. Aku sungguuh kasihan padanya. Aku juga sedih melihat ia seperti ini.

Aku menggendong nya dan ku taruh badannya di kasur UKS sekolah. Ia semakin lama tubuhnya semakin parah, pihak sekolah pun memutuskan memanggil ambulan.

Saat di ambulan aku melihat tubuh nya yang semakin lama semakin pucat. Aku memutuskan menelpon ibunya. Awalnya ibunya terkesan dingin, namun dia khawatir dan akan segera datang.

.

Sampai di rumah sakit, anya pun lansung di bawa ke ruang UGD. Tak lama ia pun di pindahkan ke ruang ICU. Tubuhnya masih koma, aku menatap wajahnya. Wajahnya pucat pasi. Aku tak tega melihatnya.

Kalau boleh jujur. Aku menyukai anya dari kecil. Aku tak mengerti apa perasaan ini, hanya saja aku selalu terasa nyaman di dekat nya atau aku merasa khawatir jika aku tak di samping nya. Wajahnya masih pucat, aku terus memandang nya.

Gubrak.

Suara pintu ruang ICU yang di banting, aku sontak menoleh, ternyata ibunya anya. Ia mendekati aku dan anya yang terbaring lemas di kasur.

"Mengapa ia bisa seperti ini?" Kata ibunya anya, tampak dingin. Namun wajah khawatirnya tak dapat di tutupi nya.

"Ia syok. Entahlah. Banyak kejadian aneh kini di sekolah asrama kita, ada pembunuh berkeliaran. Awalnya sasaran utamanya adalah sepupuku, kezia. Tak lama banyak korban lanjutnya. Lalu korban sekarang adalah andria, teman sekamar sekaligus sahabat karibnya anya di asrama. Ia terpukul. Asrama kini sepi, banyak guru dan murid yang telah pindah." Jelasku.

"Walaupun sahabat. Masa segitunya ia kini?" Kata ibunya. Jujur aku kesal dengan pertanyaannya yang seakan tidak memperdulikan perasaan anak nya.

"Anya itu sifatnya sudah mulai berubah sejak lulus SD, ia selalu berperilaku dingin, jutek, dam cuek. Aku tak mengerti mengapa ia berubah, sehingga ia pindahh ke asrama ini. Setahun kemudian aku menyusulnya. Namun tak kusangka ia tak beradaptasi sedikit pun. Ia selalu menyendiri, teman sekamar pun ia tak punya.  Ya walaupun sebelum kedatanganku. Ia ada sahabat sejak SD yaitu rasha. Namun entah mengapaa rasha berubah. Kezia pun selalu mendekati anya, namun anya bilang dia ingin sendiri. Aku pun begitu, anya selalu berusaha menjauhi ku. Hingga datanglah andria, sang malaikat penyelamat hidup anya. Semenjak ada andria anya menjadi berubah, ia menjadi periang seperti dulu lagi. Aku juga tak pernah melihat anya sedih lagi. Begitu ceritanya tante." Wajah ibu anya tampak berubah.

"Mungkin ini salah tante. Tante seharusnya tak merubah sikap tante. Tante terlalu egois! Tante ga bisa jadi ibu yang semestinya." Air matanya pun mengalir, huh keluarga yang sedih.

Tak lama tubuh anya bergetar. Denyut komputer nya berubah menjadi lurus, menandakan koma bertambah parah. Aku panik lansung keluar memanggil dokter. Ibu anya pun panik lalu memeluk anya dengan tangisannya.

Dokter pun datang, dan lansung memeriksanya. Ia di bantu suster dan alat pembangkit jantung. Aku melihatnya sangat tak tega, iya. Akku tau aku ini laki laki. Memangnya tak boleh jika aku menangis melihat orang yang kusayang menderita?

Dokter telah selesai memeriksanya, namun ada terbesit muka pasrah di wajah sanng dokter. Keadaan anya tak berubah sedikit pun.

"Bagaimana dokter?" Tanya ibu anya.

Sang dokter mematung. "Tolong jawab dokter." Aku berusaha membuat dokter bicara.

"Maaf. Saya sudah melakukan semaksimal mungkin. Namun sepertinya tuhan berkehendak lain.." kata sang dokter.

Apa... tak mungkin..

Berarti..

BERARTI...

Anya...

ANYA...

Sudah...

SUDAH...

















***

Jangan lupa di koment ya antusias nya:)

Life Or Death? [FINAL PART]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang