Typo!!!
-----
Davian langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Pikirannya masih tertuju pada kejadian beberapa saat lalu. Entah setan apa yang merasukinya tadi? Sehingga bisa-bisanya dia menyentuh gadis buruk rupa itu.
Seharusnya dia mengabaikan Haruna, seharusnya dia tidak boleh mendekati Haruna, seharusnya dia tidak terpengaruh dengan mudahnya oleh perkataan gadis itu yang menantangnya dan dia tidak ikut campur urusan pribadi Haruna.
Tapi melihat gadis itu dengan wajah berani menantangnya membuat amarah dalam diri Davian.
Sial! Seharusnya dia bisa mengendalikan dirinya.
Dia teringat akan wajah ketakutan dan tubuh gemetar Haruna saat dia membuka beberapa kancing kemeja yang di pakai Haruna.
Tapi Davian begitu kesal saat melihat gadis itu dalam sebuah bar.
Tidak tahukan Haruna jika sangat berbahaya untuk seorang gadis sepertinya berada dalam salah satu bar di Manhattan?
Apalagi gadis itu masih baru datang ke sini.
Haruna tidak tahu bertapa kejamnya dunia malam di beberapa negara di Amerika, apalagi New York dan sekitarnya?
Kalau saja dia tahu, Davian yakin gadis itu tidak akan berani mendatangi bar lagi.
Tapi jika benar Haruna adalah salah satu gadis malam yang liar, segala bahaya itu pasti sudah biasa baginya.
"Ck," decak Davian, "untuk apa aku peduli pada si buruk rupa itu?" dia bangkit dan menghela.
"Gara-gara dia perutku jadi lapar," guman Davian.
Tanpa perlu repot memakai baju, Davian berdiri dan berjalan keluar kamar untuk menuju ke dapur.
Tapi saat kakinya sudah sampai di dapur, Davian melihat Haruna sedang minum.
Untuk beberapa saat Davian hanya diam sambil memperhatikan tubuh kecil Haruna.
Lalu, mata keduanya bertemu.
Mata besar itu membulat kaget, tetapi Haruna bisa mengendalikan dirinya.
Davian bisa melihat hidung memerah dan mata bengkak Haruna. Pasti karena menangis tadi.
Tapi Davian tidak mengerti, kenapa hidung Haruna sampai semerah itu?
Apa karena kulit putih meronanya? Tapi kulit Carolina juga putih dan saat adiknya itu menangis wajahnya tidah memerah seperti milik Haruna.
Shit!
Apa yang aku pikirkan batin Davian.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Davian. "Ini sudah tengah malam, kembalilah ke kamarmu." lanjutnya.
Haruna terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaan Davian, "aku mencari minum karena haus."
Haruna berusaha menahan diri untuk tidak memaki lelaki yang sedang berjalan ke arahnya dan berhenti tepat di depan lemari penyimpan makanan.
Mata Haruna bergerak mengikut setiap pergerakan yang Davian.
Lelaki itu mengeluarkan satu cup mie instan.
"Kau mau menyeduh mie?" tanya Haruna saat Davian tidak menanggapinya.
Lelaki itu hanya membisu.
Tanpa persetujuan Davian, Haruna meraih cup mie yang masih di tangan Davian, membuka sebagian penutup dan mengluarkan bungkusan kecil di dalamnya, lalu memasukan air panas yang ada dalam termos secukupnya.
"Kau hanya perlu menunggu tiga menit dan memasukan semua bumbu pelengkapnya sebelum kau memakannya," jelas Haruna, kemudian gadis itu pergi meninggalkan Davian yang menatapnya penuh tanda tanya.
.
.
.
Haruna terbangun saat mendengar pintu kamarnya di ketuk dengan keras dan berkali-kali.
Kepalanya masih terasa pusing karena baru bangun, dengan langkah pelan dia turun dari ranjang dan berjalan menuju ke arah pintu.
Mata Haruna melihat sosok Davian yang saat dia membuka pintu kamarnya.
"Ada apa?" tanya Haruna sambil mengucek matanya, sepertinya dia masih mengantuk karena semalam tidak bisa tidur.
Haruna tertidur setelah waktu menunjukan pukul tiga pagi.
Mata Davian terus terfokus pada sosok kecil Haruna.
Gadis yang mengucek matanya itu terlihat sangat imut.
Gadis itu bukan hanya kecil, tapi juga pendek, tingginya hanya sebatas dada Davian.
"Bersiaplah, hari ini kau mulai bekerja membantuku di kantor," ucap Davian.
Mata Haruna langsung terbuka, rasa ngantuk yang menyerangnya tadi langsung hilang.
Apa tadi Davian bilang?
Membantunya bekerja di kantor?
Apa Haruna tidak salah dengar?
"Apa maksudmu?" tanya Haruna.
"Apa kau tuli?" Davian balik bertanya.
Haruna menggeleng cepat.
"Kalau begitu cepat bersiap!" perintah Davian.
"Tapi untuk apa aku membantumu di kantor? Kau tau sendiri aku bahkan tidak tau apa yang akan aku kerjakan di sana!" jelas Haruna.
"Jadi kau akan berdiam diri di dalam rumah seperti nyonya besar yang tidak bisa melakukan apapun!" cemooh Davi.
"Aku tidak berkata seperti itu!" ucap Haruna tegas.
"Lalu," tuntut Davian.
"Bukankah sudah aku bilang tadi, jika aku tidak bisa melakukan apapun di sana nanti, oh, maksudku kau bisa menyuruhku untuk mengerjakan hal lain asal jangan di bidang itu," Haruna berusaha menjelaskan.
"Alasan! Cepat berkemas, aku tidak ingin mendengar apapun dari mulutmu itu!" Davian berbalik bersiap meninggalkan Haruna sebelum suara gadis itu menghentikan langkahnya.
"Tapi aku tidak mempunyai setelan kantor," kata Haruna.
"Pakai baju seadanya dulu," lalu Davian benar-benar pergi.
Haruna hanya bisa menghela napas sambil melihat punggung lebar Davian yang perlahan menghilang.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You? 🔚
General FictionMereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada dua hati itu? Sementara perjalanan pernikahan mereka dipenuhi berbagai masalah.