Haruna masih menatap Davian. Heran saja, entah kenapa lelaki itu bisa berubah dengan begitu cepat tanpa bisa ia cegah. Dan Haruna merasa risih. Tentu saja ia senang karena Davian berubah ke arah yang artiannya baik. Hanya saja ia belum terbiasa.Apalagi mengingat sikap posesif Davian. Ia kesal, bahkan saat dirinya sedang bersantai dengan Arvon, Davian juga marah. Padahal Arvon adalah sepupunya, tidak mungkin Arvon berbuat jahat pada Haruna.
Saat pertama kali bertemu dengan Arvon, ia merasa nyaman, karena Arvon sangat baik dan enak untuk teman mengobrol. Tidak seperti Davian yang sinis dan malah menganggap dirinya tidak ada.
"Haru. Haru."
Suara Davian menyentak Haruna.
"Eh, i-iya" ujar Haruna.
"Mandilah. Setelah itu kita turun untuk sa... Ah, tidak. Bukan sarapan, melainkan makan siang," ucap Davian sambil melihat jam pada dinding kamarnya.
Sontak saja Haruna ikutan melihat ke arah jam. Ia lalu mengerutu dalam hati. Bisa-bisanya ia bangun di atas jam sebelas siang.
"Baiklah. Kau duluan saja, nanti aku menyusul," ucap Haruna. Ia berdiri tanpa sadar jika kondisinya jauh dari kata baik. Ia oleng, tapi untung Davian cepat meraih tubuhnya.
Tanpa berbicara, Davian mengangkat tubuh Haruna. Membuat gadis itu memekik kaget dan malu. Dan Davian membawa Haruna menuju kamar mandi. Ia menurunkan Haruna di bathtub.
"Kau bisa mandi sendiri atau kau ingin aku membantumu?" tawar Davian.
Haruna hampir saja terjatuh ke lantai karena perkataan Davian, terlebih lagi wajah dengan raut jenaka lelaki itu seolah mengejeknya.
Ia menggeleng cepat, "aku bisa sendiri." wajahnya merona karena malu.
"Baiklah. Nikmati waktumu dan jangan terlalu lama atau kalau tidak aku yang akan memandikanmu!" ancam Davian.
Sontak saja Haruna memukul bahu Davian. Dan mata kurang ajarnya malah bertemu dengan otot perut lelaki itu. Lalu sekali lagi mukanya memerah.
"Jangan menatapku seperti itu karena aku tidak bisa pastikan sakitmu tidak akan bertambah," goda Davian.
Haruna mendengus malu dan mengalihkan tatapannya pada tembok kamar mandi.
Davian terkekeh geli. Ia mengusap kepala Haruna sebentar lalu keluar dari kamar mandi.
Sejenak Haruna menghela napas. Ia berjalan pelan mengabaikan rasa sakit di pangkal pahanya untuk mengunci pintu kamar mandi. Lalu ia berjalan ke arah cermin, matanya seketika melotot besar kala melihat begitu banyak becak kebiruan hampir mendekati warna hitam di seluruh lehernya.
Segera saja ia menurukan selimutnya dan mulutnya langsung terbuka lebar melihat warna yang sama hampir di seluluh tubuh bagian atasnya. Leher dada bahkan perut dan ia tidak berani melihat ke bawah.
"Dasar Davian mesum," gumannya kesal, namun wajahnya memerah karena malu.
.
.
.
Davian mendengus kala melihat Arvon sudah duduk manis di kursi meja makannya sambil berkutat dengan ponsel yang berada di tangnnya.
Tanpa peduli, ia berjalan menuju lemari pendingin dan meraih sebotol air putih.
"Oh, hai sepupu," sapa Arvon dengan seringaian mengoda. "Lusy bilang kau dan Haruna belum keluar kamar dari tadi pagi, jadi aku menunggu kalian untuk makan siang bersama."
"Dasar pengganggu. Ada apa kau kemari?" tanya Davian. Ia menoleh ke arah Arvon dan meringis dalam hati melihat lebam di wajah sepupunya itu.
"Aku mau meminta pertanggung jawabanmu," jawab Arvon santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You? 🔚
General FictionMereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada dua hati itu? Sementara perjalanan pernikahan mereka dipenuhi berbagai masalah.