Typo!!!"Davian turunkan aku!" teriak Haruna ketika mereka hampir tiba pada tempat mobil lelaki itu parkir.
"Dan membiarkan kau kabur," balas Davian.
"Damn you. Aku hanya keluar sebentar untuk jalan-jalan, bagian mananya yang bisa dibilang kabur, huh!" tubuh Haruna sudah diturunkan dan setengah dipaksa masuk ke dalam mobil.
"Itu hanya alasanmu saja. Aku sudah bilang jika keluar harus tetap dalam pengawasan anak buahku dan sepertinya aku harus memecat mereka karena lalai menjagamu. Dapat dipastikan mereka tidak mudah mendapat pekerjaan baru!"
Haruna menoleh pada Davian yang sudah menunduk. Wajahnya pucat karena ancaman dari Davian. Apa lelaki itu gila, hanya karena masalah ini tega memecat bawahan. Apa Davian tidak berpikir jika ada istri atau anak mereka yang membutuhkan.
"Apa kau selalu sekejam ini?"
Haruna berjengit saat Davian mendekat dan berbisik, "perlu kau ingat, nyonya Jade. Ya seperti itulah aku jika ada yang berani melawan dan membuat aku kesal."
"Kau jahat dan sialan yang hanya memikirkan diri sendiri!" maki Haruna.
Davian menjauhkan wajahnya, kali ini ia menatap Haruna dengan senyum dan kepala sengaja di miringkan, "jaga mulutmu sayang, aku kurang suka mendengar umpatan dari seorang wanita terlebih itu istriku sendiri!"
Haruna mendengus, "kau yang memaksaku mengeluarkan umpatan itu."
"Tidak ada yang memaksamu, aku hanya mengatakan apa yang perlu aku katakan. Lagipula jika kau menurut aku akan bersikap baik padamu,"
"Bagaimana aku mau menurut jika aturan yang kau berikan sangat tidak masuk akal. Aku juga ingin bebas tanpa kekangan,"
"Dengar, sekali lagi aku tegaskan, ini semua untuk kebaikanmu, kau tau banyak orang di luar sana yang lebih jahat dan licik untuk mencelakakan kita,"
Haruna bersidekap, "dan aku pastikan itu adalah musuhmu atau saingan bisnismu, tapi ini tidak ada kaitannya dengan aku. Lagipula tidak banyak yang mengetahui jika aku adalah istrimu karena saat pernikahan dulu kau sengaja tidak ingin menampakkan wajahku di depan publik. Yang tau hanya keluargamu dan orang-orang di Jade Company."
"Aku tidak mengingkari tentang pernikahan kita, namun kau tidak tau jika ada orang yang dengan nekat mencari tau apapun tentang aku dan keluarga ku. Kau bisa menyebutnya seperti seorang maniak," ucap Davian.
Sebenarnya Haruna mengerti apa yang dimaksud oleh Davian tapi demi tuhan ia tidak ingin di kekang.
"Aku tidak peduli. Sekarang menjauh dariku,"
Haruna mendorong tubuh Davian, untungnya tadi ia belum sepenuhnya masuk ke dalam mobil.
Ia berniat segera berlalu dari hadapan Davian, tetapi sebuah tangan terlebih dahulu melingkar pada pinggangnya dan tubuhnya kembali pada posisi semula.
"AKU LAPAR DAN INGIN MAKAN, JADI JANGAN MENAHANKU!" teriak Haruna kencang membuat banyak pasangan mata menatap mereka.
Orang-orang yang sudah sibuk berbisik namun Haruna tidak peduli. Ia hanya ingin makan di restoran terdekat sini karena sudah sangat lapar. Saat ini ia ingin seafood, kepiting dan cumi kedengaran bagus dan membuat cacing dalam perutnya berdemo.
Haruna tersentak ketika merasakan bibirnya di kecup, saking laparnya Haruna bahkan melupakan keberadaan Davian.
"Seharusnya kau katakan sejak tadi," Davian menutup pintu mobil dan menarik Haruna entah ke mana. "Kau tau wajah laparmu itu sangat lucu, seperti anak kecil yang menginginkan es krim."
Tadi Haruna sempat terpaku karena kecupan Davian tapi rasa kesal mengalahkan semuanya.
"Aku mau ke kedai itu dan ingin makan seafood," ujar Haruna ketika Davian melangkah ke restoran Italia.
Davian sempat protes lewat matanya dan Haruna tetap pada pendiriannya. Masalahnya tempat yang dimaksud Haruna adalah kedai kecil khusus masakan Jepang. Seumur hidup Davian tidak pernah makan di kedai kecil seperti itu.
"Aku tetap ingin makan di sana tanpa atau pun dengan persetujuanmu," Haruna menarik tangannya dari genggaman Davian dan berjalan menuju kedai yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Masa bodoh dengan Davian dan egonya.
Haruna segera duduk dan memesan menu yang dia inginkan dengan antusias. Sengaja mengabaikan Davian yang sudah duduk di kursi seberangnya.
"Kau suka seafood?" tanya Davian dua puluh menit kemudian. Ia melihat pesanan Haruna yang rata-rata berbahan dari laut.
Kalau di pikir selama ini Davian tidak tau apa yang Haruna suka, seperti makanan, warna dan kegemaran gadis itu. Saat di detik pertemuan pertama mereka ia selalu bersikap acuh.
"Ya, kecuali ikan," jawab Haruna singkat sambil mengunyah cumi saus tiram kesukaannya. Bahkan Haruna memesan dua menu khusus cumi. Ada cumi bakar, cumi saus tiram dan di tambah kerang rebus yang nampak sangat lezat.
"Kenapa?" tanya Davian sambil meraih sendok dan menyedok cumi saus tiram di piring Haruna.
Gadis keturunan Jepang itu mendelik tidak suka, "kalau mau pesan sana sendiri, jangan memakan pesananku." protesnya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku," berbeda dengan Davian harus terlihat begitu lihai menggunakan sumpit.
"Aku tidak suka aroma amis dari ikan,"
"Ck, kekanakan!" protes Davian sambil menggerakkan tangan untuk kembali menyendok cumi pada piring Haruna namun gadis itu lebih dulu memukul tangannya dengan pelit.
Gadis itu melotot pada Davian membuat Davian terkekeh akan wajah kesal Haruna.
"Aku ikut membantu kau menghabiskan makanan ini, sepertinya kau terlalu banyak memesan makan, akan sangat disayangkan jika tidak dihabiskan,"
"Aku memesan sesuai kemampuan tampungan perutku, jadi jangan bersikap berlebihan seperti itu. Lagipula kenapa mereka juga ikut masuk ke dalam sini?" tanya Haruna pada tiga orang bodyguard Davian yang duduk tidak jauh dari meja mereka. "Kau tau seketika selera makan aku menghilang."
Dasar keras kepala guman Davian dalam hati. Dengan isyarat ia memerintah bodyguardnya untuk pergi.
"Sudah. Sekarang teruskan makanmu," Davian berdiri dan menuju bagian toilet kedai. Hal itu tentu membuat Haruna bernapas lega.
Berdekatan dengan Davian membuat jantungnya tidak sehat, juga udara di sekitarnya terasa menipis.
"Maafkan aku," suara wanita mengalihkan atensi Haruna. Cairan dingin membasahi lengan bajunya.
Ia menoleh pada wanita itu. Cantik. Tapi raut bersalah tercetak jelas di wajahnya. Dan aroma sake menyeruak pada penciuman Haruna.
"Maaf, aku tidak sengaja," ujar wanita cantik itu sambil membersihkan lengan Haruna dengan tisu.
"Ah, tidak apa. Ini tidak terlalu parah," ucap Haruna sambil meraih tisu di tangan wanita itu.
"Aku sedang terburu-buru, jadi tidak memperhatikan jalanku tadi. Sebagai permintaan maaf aku akan membayar pesanan Anda," tawar wanita itu.
"Eh tidak perlu, aku bisa membayarnya sendiri,"
"Tapi aku benar-benar menyesal. Bagaimana pun aku akan tetap membayar pesananmu dan boleh aku minta nomor ponsel Anda,"
"Tapi," seketika Haruna menghentikan protesnya kala mata wanita itu terlihat begitu bersalah.
Akhirnya Haruna tetap memberikan nomor ponselnya dan membiarkan wanita itu membayar pesanannya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You? 🔚
General FictionMereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada dua hati itu? Sementara perjalanan pernikahan mereka dipenuhi berbagai masalah.