Haruna terbelalak melihat tangannya penuh darah karena luka di punggung Mischa. Pisau masih tertancap di sana sana. Jangankan untuk mencabut pisau itu, untuk menyentuhnya saja ia tidak berani.Tanganya juga bergetar. Ia tersentak kala seorang satpam memanggilnya.
"Nona tidak apa-apa?" tanya sang satpam.
Haruna menggeleng dan kembali panik. "Darah. Mischa?" ia melirik ke arah Mischa yang meringis dengan wajah memucat. "Mischa, bertahanlah. Aku akan segera memanggil ambulans." sambil menyentuh bahu Mischa.
"Tenang nona, ambulan sedang dalam perjalanan kemari," ucap satpam. "Ayo, saya bantu masuk ke lobi."
Haruna menuruti perkataan satpam tadi, lalu seolah tersadar, Haruna segera mencari Davian. Suaminya itu masih menahan seorang pelaku yang berusaha memberontak. Lalu ada dua orang satpam yang mengambil alih memegang kedua lengan si pelaku.
Sementara itu, Davian dengan rahang yang keras, ingin sekali menghajar pelaku yang jelas akan mencelakai Haruna. Davian tahu tujuan si pelaku, beruntung ada teman Haruna, yang malah menjadi korban.
"Kita lihat. Siapa sosok di balik pakaian tertutup ini," desis Davian tajam. "Aku bersumpah, kalau sampai pisaumu tadi menyentuh tubuh istriku sedikit saja. Kau tidak akan melihat matahari besok!"
Dengan paksa Davian membuka hoodie si pelaku dan matanya langsung terpaku pada sosok si pelaku.
"Viona!" bentak Davian.
Si pelaku adalah Viona. Perempuan itu menatap Davian marah. Ternyata alasan pelaku tidak berbicara adalah karena seratus persen Davian akan mengenali suaranya.
"Ya, ini aku. Kau tahu, jika saja tidak ada yang menghalangiku, aku pastikan pisau tadi akan menancap di leher gadis itu." ucap Viona dengan seringai kecil. "Karena dia kau berani meninggalkan aku, Davian. Jadi lebih baik dia mati!!"
"Kau psikopat gila. Dan kau tau, nasib baik berpihak pada istriku dan penjara akan menantimu," ujar Davian tak gentar dengan tatapan Viona. Baginya Viona hanyalah tikus kecil yang sedang memberontak.
"Dasar bajingan. Padahal aku akan memperlakukan gadis itu dengan baik asalkan aku terus bersamamu!" desis Viona.
"Tuhan terlalu menyayangi kami, sehingga menunjukkan bahwa kau bukan orang yang baik," ujar Davian. "Bawa dia ke kantor Polisi." lanjutnya. Kemudian meninggalkan Viona yang di seret satpam menuju mobil polisi yang baru datang bersamaan dengan ambulan.
"Davian," panggil Haruna.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Davian.
Haruna menggeleng dan menatap petugas memberikan pertolongan pada Mischa dan membawanya menuju ambulan.
"Baguslah," Davian meraih Haruna ke dalam pelukannya. "Ayo, pulang."
"Tapi Mischa,"
"Ada orangku yang akan mengurusnya. Kau harus segera beristirahat," Davian menuntun Haruna menuju mobilnya dan mereka kemudian berlalu meninggalkan area gedung Jade Company.
.
.
.
Haruna dan Davian memasuki rumah, keduanya terus berjalan tanpa bersuara. Bahkan saat Lusy menyambut, Haruna hanya tersenyum dan Davian masih datar seperti biasanya.
"Aku akan menyiapkan air hangat untukmu," ucap Haruna setelah meletakkan tasnya di atas meja. Lalu ia membuka lemari untuk menyiapkan pakaian untuk mereka berdua.
"Kau mandi saja duluan," ujar Davian.
Haruna mengangguk tanpa membantah. Ia segera mengambil baju ganti dan handuk di gantungannya. Lalu masuk ke kamar mandi.
Setelah istrinya menghilang di balik pintu kamar mandi, Davian berjalan menuju balkon. Ia masih tidak percaya bahwa Viona sanggup melakukan tindakan kriminal seperti tadi.
Karena sakit hati, wanita itu berani ingin mencelakai Haruna. Dirinya sedari awal ketika melihat teman Haruna yang bernama Mischa, merasa ada yang janggal. Haruna memang baik pada setiap orang, namun yang selama ini ia perhatikan, istrinya itu tidak mudah akrab dengan orang asing.
Makanya sebelum kejadian Viona, ia memperhatikan Mischa, mencoba mencari apa yang membuat hatinya merasa janggal akan tingkah perempuan itu. Terlalu fokus pada Mischa dan Haruna terabaikan, membuat Viona leluasa bertingkah kurang ajar.
Segera Davian meraih ponselnya, mengirim pesan pada orang kepercayaannya untuk menyelidiki Mischa. Cukup sekali saja ia terpedaya oleh Viona, dan ia tidak akan membiarkan orang lain menyakiti Haruna.
Menghela napas sejenak, lelaki itu lantas duduk pada kursi balkon, saat sebuah panggilan masuk pada ponselnya yang ternyata dari ibunya.
"Katakan jika kalian baik-baik, Davian!" suara cemas Aira terdengar dari seberang.
"Kami memang baik, bu," jawab Davian.
"Lalu apa yang sudah sampai pada telinga ibu itu, bohong? Jelaskan, Davian!"
Davian menghela napas sejenak, lalu menjawab, "benar, bu. Namun semuanya sudah dibereskan!"
"Dengan gampangnya kau bilang sudah dibereskan. Bagaimana kalau Haruna celaka? Dari dulu ibu sudah mengingatkan padamu bahwa perempuan itu tidak baik, tapi kau malah masih berhubungan dengannya secara diam-diam. Kami tau semuanya, Davian, hanya saja bukan kami tidak pedulimu serta masalah perempuan itu. Namun kami ingin kau sadar sendiri, tapi kau di butakan oleh cinta omong kosong kalian."
Davian menghela napas. Ia memilih diam karena memang tidak punya bantahan untuk dikeluarkan. Semua yang ibunya katakan itu benar, jadi percuma saja berdebat.
"Kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi, bu. Aku berjanji!" ucapnya.
"Kau harus pegang kata-katamu, Davian. Lalu jangan pernah menyakiti hati wanita, terutama Haruna, karena jika kau melakukannya, sama saja kau menyakiti hati ibu,"
"Ibu bisa mempercayaiku kali ini,"
"Ya sudah, ibu tutup dulu. Salam untuk Haruna dan sesekali coba kau awasi adikmu, karena beberapa minggu ini sangat sulit di hubungi,"
"Baik, bu,"
Sambungan telepon terputus. Davian kembali menghela napas. Kemudian ia beranjak, melepaskan kemeja serta celana bahannya dan menyisakan bokser pendek.
Ia berjalan ke arah kamar mandi. Ia tersenyum miring karena istrinya sangat ceroboh dengan tidak mengunci pintu kamar mandi.
Davian mengeram marah. Bagaimana jika ada orang lain berniat jahat pada Haruna. Perempuan itu benar-benar memberikan kesempatan pada orang lain untuk berbuat buruk.
Untung saja Davian segera menyadari hal itu dan ia pastikan tidak ada yang akan berani berbuat jahat pada Haruna.
Davian mendorong pintu kamar mandi dengan keras, suara pintu beradu dengan dinding membuat Haruna yang tengah berada di bawah shower terkejut dan replek menoleh ke arah si pelaku.
Detik berikutnya, perempuan keturunan Jepang itu menjerit kaget karena Davian melihat tubuhnya yang tanpa sehelai benangpun.
"Dasar bodoh," guman Davian, tanpa menghentikan langkah menuju Haruna.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You? 🔚
General FictionMereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada dua hati itu? Sementara perjalanan pernikahan mereka dipenuhi berbagai masalah.