Typo, berhati-hatilah!!-----
Davian meremas rambutnya kasar, pagi ini dia terbangun di kamar Haruna, lebih tepatnya di sofa.
Dia teringat pada pembicaraanya dengan Arvon semalam.
Kenapa sepupunya itu bersikeras membela gadis jelek yang masih tertidur lelap di kasur didepannya?
Apa memang benar jika Arvon menyukai Haruna?
Dugaan Davian semakin menguat kala melihat keduanya berpelukan di toilet beberapa jam lalu.
Tapi penjelasan Arvon sangat bertentangan dengan apa yang dia lihat.
Setelah ini dia berniat mengabaikan Haruna maupun Arvon.
Davian bangun dan berjalan kearah ranjang Haruna. Dia menyentuh pipi Haruna. Ternyata sudah tidak separah semalam.
Wajahnya terlihat damai saat tidur, kulit putihnya masih terlihat pucat dibawah cahaya lampu.
Lelaki itu terus memperhatikan Haruna cukup lama, setelah dia berlalu keluar kamar.
Dengan segera Davian menuju kearah kamarnya.
Waktu masih menujukan pukul tiga pagi, sejujurnya dia masih sangat mengantuk dan tubuhnya terasa pegal karena tertidur di sofa.
Semalam Davian hanya berniat ingin melihat keadaan Haruna, tapi entah kenapa dia menjadi betah memperhatikan wajah tidur gadis itu.
Dan Davian semakin nyaman dengan aroma cherry yang menguar dikamar itu. Tanpa dapat dicegah dirinya menuju sofa dan tertidur.
Lalu saat ini pun dia dengan begitu mudahnya terlelap kembali.
.
.
.
Keesokan paginya Davian terbangun pukul setengah enam.
Dia meraih ponselnya dan mengetikan sederet pesan kepada kepala pelayan untuk menyediakan sop ayam dan bubur.
Entah kenapa pagi ini dia sangat ingin menikmati makanan itu?
Davian berjalan menuju balkon, setelah membuka bajunya, lelaki itu duduk di kursi untuk menikmati sinar matahari pagi.
Tubuh atletis itu begitu indah, dengan rambut pirang serta rahang tegasnya semakin menambah daya tarik bagi yang melihatnya.
Tato salib didadanya tampak begitu mengoda dan tercetak semakin jelas diatas kulit putihnya.
Setelah melewati waktu lebih dari setengah jam, Davian mengakhiri kegiatannya.
Sebelum dia turun ke bawah saat rasa haus yang mendera, Davian terlebih dahulu membuka pesan masuk. Pesan itu dari kepala pelayannya, yang mengatakan jika sop serta bubur sudah selesai dan diletakan ditempat biasa.
Tapi ketika kakinya menapaki lantai dapur, Davian melihat Haruna yang baru saja membuka lemari pendingin.
Dia memperhatikan gadis itu tanpa berniat menegurnya, tapi lidahnya malah lebih dulu berbicara.
"Apa yang kau lakukan didapur?" tanya Davian.
Gadis itu dengan segera berbalik, "aku ingin membuat sarapan."
Haruna kembali berbalik ke posisi semula.
Tapi suara tegas Davian memerintahnya, "kembali ke kamarmu!"
Lelaki itu berdiri dan berkata tepat pada telinga Haruna, sementara wajah mereka sejajar.
Davian dapat merasakan tubuh kecil Haruna menegang, tapi dengan santai Davian meraih botol dan menjauh. Lelaki itu meminum air langsung dari botol sedangkan matanya masih terpaku pada Haruna.
Davian berdecih dalam hati saat Haruna tidak menurutinya.
"Apa kau tuli?" tanya Davian, "ck," lelaki itu berdecak ketika Haruna kembali meraih sesuatu dalam lemari pendingin.
"Dengar, jangan pernah menguji kesabaranku. Aku bukan orang yang mempunyai rasa sabar yang besar seperti orang lain, Miura. Dari tadi aku menyuruhmu untuk kembali kekamarmu, tapi kau mengabaikan ucapanku." Davian menatap Haruna tajam.
"Aku lapar," suara Haruna melunturkan tatapan tajam Davian.
Beberapa saat Davian menatap gadis itu, lalu berkata, "duduklah!"
"Tapi,"
"Duduk!"
Davian cukup senang saat Haruna menurutinya.
Dia bergerak cepat, mengambilkan sarapan.
"Makan," Davian meletakan sarapan itu di depan Haruna.
Gadis itu tersenyum senang dan berkata, "selamat makan."
Davian hanya memperhatikan Haruna yang begitu antusias dengan sarapannya. Senyum selalu terukir dibibirnya.
Saking asiknya terpaku pada Haruna, Davian jadi tersentak saat Haruna bersuara.
"Kau tidak makan?" tanya Haruna dengan senyum canggungnya.
"Ehem," Davian berdehem kecil. "Makan saja duluan dan habiskan sarapanmu, aku tau kau kelaparan." Lanjutnya.
Haruna mengangguk.
Davian tertawa geli dalam hati saat melihat kuah sop disudut bibir Haruna.
"Ada apa?" gadis itu terlihat bingung saat dirinya berajak dari kursi.
Dia berniat mengabaikan hal itu, tapi tubuhnya bergerak cepat, maju ke depan dan menjilati sudut bibir Haruna.
"Ada kuah sop disudut bibirmu,"
Sebelum pergi Davian bisa melihat mata Haruna yang membola besar.
.
.
.
Setelah selesai bersiap untuk berangkat ke kantor, Davian berniat menghampiri Haruna dan melarang gadis itu bekerja, akan tetapi salah satu pelayannya berkata jika Haruna sudah berangkat dengan taksi.
Sial batin Davian.
Dengan segera dia menuju mobilnya dan melaju menuju Jade Company.
Tetapi saat dirinya sudah tiba, Davian bisa melihat Haruna dan Arvon sedang mengobrol.
Davian menatap datar sosok keduanya, mata itu terus terpaku apalagi melihat Arvon yang dengan santainya mengelus puncak kepala Haruna dan gadis itu memberikan senyuman pada Arvon.
Seharusnya dia menuruti kata hatinya semalam untuk mengabaikan Haruna, tapi bodoh dirinya malah lemah hanya karena melihat sosok pucat Haruna tadi pagi.
"Shit!"
Lalu mobil itu bergerak menuju parkiran khususnya.
Berusaha mengabaikan Arvon dan Haruna.
TBC
Haii, Haru, Davi dan Arvon datang lagi.
Makasih sudah mampir, serta vote dan komentnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You? 🔚
General FictionMereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada dua hati itu? Sementara perjalanan pernikahan mereka dipenuhi berbagai masalah.