Epilog

5.3K 255 51
                                    


Setelah dirinya belajar di bangku sekolah dasar, Davian berjanji untuk tidak menjadi anak laki-laki cengeng yang gampang menangis.

Seberat apapun masalah yang ia hadapi, dirinya selalu tegar dan bersikeras tidak mengeluh dan menyerah.

Mungkin pernah sekali ia menangis, ketika keluraga Jade liburan ke Jepang, tanpa Lawrence dan Carolin karena kedua saudaranya belum lahir.

Seingatnya waktu ia masih kelas empat sekolah dasar. Ketika musim panas sedang berlangsung di Jepang.

Dirinya begitu iri pada seorang anak perempuan, anak teman orangtuanya, yang kala itu sangat diperhatikan oleh ayah dan ibunya.

Saat liburan, anak perempuan itu selalu ikut kemana pun keluarganya pergi untuk menghabiskan waktu.

Davian protes dan menangis karena merasa diabaikan. Ia jadi sering mengganggu dan bahkan berusaha membuat anak perempuan itu menjauh.

Hanya saja, ingatan Davian terasa samar. Ia tidak lagi mengenal nama bahkan rupa anak perempuan itu.

Sejak saat itu, dirinya berusaha untuk tidak menangis.

Namun. Saat ini cairan bening itu sudah keluar dari matanya. Saat melihat istrinya, wanita yang ia cintai kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Yang paling membautnya ingin membunuh siapa saja ialah, buah hatinya yang bahkan belum ia ketahui sudah bertumbuh dalam rahim istrinya kini pergi.

Demi tuhan, calon buah hatinya bahkan belum merasakan kasih sayang dari orang taunya, bahkan keberadaannya pun tidak di ketahui.

Ia menyesal karena tidak bersikap lebih tegas pada Haruna. Ia tidak menyalahkan istrinya, karena dirinya sendiri yang lalai dalam menjaga orang yang ia kasihi.

Tuhan telah menghukum dirinya, atas dosa-dosa yang sudah ia lakukan di masa lalu. Dan itu membuatnya sakit.

Tapi ia tidak pernah berhenti berdoa, supaya Haruna secepatnya membaik.

"Kau harus sabar, nak,"

Suara ibunya membuat Davian mendongak. Mereka sekeluarga lengkap di tambah nenek Haruna dan Arvon masih berada di rumah sakit. Menunggui Haruna yang masih belum sadar bahkan setelah hampir lebih enam jam terbaring tidak sadarkan diri setelah menerima perawatan.

"Ak-aku,"

"Tidak ada yang salah disini," usapan dari nenek Haruna mampir dibahu Davian. "Kau harus kuat untuk menjaga Haruna, nak."

Davian memeluk wanita tua itu sambil menangis, "aku bahkan tidak tau kalau dia ada, nek. Aku seorang ayah yang jahat dan lalai. Untuk menjaga mereka saja aku tidak bisa."

"Sudah nenek katakan, jangan terlalu menyalahkan diri, Davian. Tuhan terlalu menyayangi dia sehingga memilih membawanya," nasihat nenek Haruna.

"Maafkan aku," bisik Davian kecil.

Harus bagaimana nanti ia menjelaskan semuanya pada Haruna. Kondisi istrinya yang belum pulih, ditambah lagi mereka yang kehilangan calon bayi, ia berharap Haruna kuat karena dirinya juga mencoba untuk selalu kuat.

"Kak, Dav. Kak Haru sudah sadar," Lawrence yang sedari tadi didalam bersama Arvon keluar dan memberitahu kalau Haruna sudah siuman.

Tubuh Davian tersentak. Perasaan gembira menyelimuti hatinya. Namun tidak berlama, karena Haruna sekarang butuh dokter.

"Aku panggilkan dokter,"

Senyum kecil terukir pada bibir Davian.

Ia tidak sadar bertemu istrinya, setelah selesai diperiksa dokter.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Why You? 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang