Typo, berhati-hatilah!!-----
Arvon menghampiri adiknya yang tengah menonton film kesukaannya di ruang keluarga.
Dengan santai lelaki tampan itu duduk disamping pemuda yang tengah serius menatap layar didepannya.
"Hai, anak kecil sana pergi tidur!" usir Arvon pada adiknya.
"Ck, aku bukan anak kecil lagi kak. Apa perlu aku terus memberitahumu kalau aku sudah enam belas tahun," sungut pemuda itu pada kakaknya.
"Oh benarkah? Tapi kenapa kau tidak bertambah tinggi, Daniel?" tanya Arvon setengah mengejek.
Mata yang sama dengan milik Arvon itu melirik tajam.
Hal itu membuat Arvon tertawa lepas dan mengacak rambut sang adik yang bernama Daniel.
"Jangan merusak tatanan rambutku dan lagi aku ini masih dalam masa pertumbuhan, lihat saja aku akan bertambah tinggi melebihimu, kak."
"Benarkah?" Arvon bertanya dengan nada geli.
"Tentu saja benar. Lihat nanti, kakak pasti kalah tinggi dariku," ucap Daniel sambil mendorong dada Arvon.
Raut wajah Daniel terlihat sangat lucu dimata Arvon.
Lelaki itu siap melemparkan lagi godaan pada adiknya saat ponsel dikantong celananya bergetar.
Arvon dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan membuka pesan masuk.
Tolong. Haruna terkunci di dalam toilet lantai delapan Jade Company.
Mata Arvon langsung terbelalak.
Tanpa pikir panjang, Arvon langsung bergegas pergi tanpa menghiraukan teriakan Daniel dibelakangnya.
.
.
.
Tepat lima belas menit Arvon tiba di Jade Compay.
Tanpa membuang waktu lelaki itu berlari menuju lift untuk ke lantai delapan.
Dan saat tiba disana, Arvon langsung membuka pintu toilet.
Mata lelaki tampan itu terbelalak saat melihat tubuh Haruna terduduk di lantai.
Mata gadis itu terpejam, dengan bibir membiru dan tubuh yang mendingin.
Arvon menghampiri Haruna, dia berjongkok dan mencoba membangunkan gadis itu.
Arvon menepuk pipi Haruna.
Sial, pipi gadis itu terasa sedingin es.
"Haru, hei, bangun!" ujar Arvon sedikit keras.
Tapi kelopak mata putih itu tidak mau terbuka.
"Oh astaga, bagaiman bisa kau terkurung disini? Dan di mana Davian sampai tidak menyadari keberadaanmu?" tanya Arvon.
Tapi dia tidak mendapat jawaban, karena sosok didepannya masih belum sadar.
Tangan besar Arvon menangkup pipi Haruna, berusaha agar pipi gadis itu menghangat dan sadar.
Arvon berpikir pasti Haruna sudah lama terkurung di dalam toilet hanya dengan melihat kondisinya begini.
"Davian bodoh!" umpatnya.
Untung sekitar lima menit kemudian, terdengar leguhan dari bibir Haruna.
"Haru," panggil Arvon.
Mata itu terbuka dengan sayu dan menatap Arvon dengan bingung.
"Arvon," guman Haruna kecil dan lemah. Matanya berkaca-kaca dengan bibir yang bergetar menahan tangis.
"Syukurlah kau datang," gadis itu langsung memeluk Arvon dan mengalungkan lengan kecilnya pada leher Arvon.
"Ayo, kita pulang," Arvon
.
.
.
Arvon menutup pintu kamar Haruna setelah memastikan gadis itu tidur dengan nyaman.
Sementara disampingnya berdiri sosok Davian yang bersidekap dada.
Arvon menatap Davian sesaat, "kita harus bicara, Dav."
Arvon berlalu menuju ruang tamu.
Lalu dibelakangnya, Davian menatap punggung Arvon tajam.
Sungguh bagus sekali akting kalian Davian membatin sinis.
Kemudian Davian mengikuti Arvon.
Kedua lelaki tampan itu saling menatap dalam diam.
Arvon dengan tatapan kesalnya.
Davian dengan tatapan sinisnya.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Arvon.
Davian tidak menjawab, tapi si sulung Jade itu hanya mengangkat bahu acuh.
"Dav, kau... ya ampun, kemana saja kau saat Haruna terkunci dalam toilet?" Arvon memaki keacuhan Davian dalam hati.
Bagaimana Davian bisa seacuh ini pada Haruna?
"Kau tau, aku bukan babysitternya yang harus selalu berada disampingnya. Aku mempunyai banyak pekerjaan seharusnya dia bisa menjaga dirinya sendiri," ungkap Davian datar.
"Astaga. Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu, Dav? Dia istrimu. Orang yang harus kau jaga. Tapi lihat apa yang terjadi?" Arvon semakin kesal.
"Bukankah kau tau keadaan kami seperti apa?" Davian malah balik bertanya.
Entah kenapa dia semakin kesal akan kesempurnaan sandiwara Arvon.
"Tau, aku sangat tau. Tapi kau tidak boleh memperlakukan Haruna seperti itu. Kau boleh membencinya, tapi kau tidak boleh mengacuhkannya. Kau boleh menganggap dia bukan istrimu, tapi kau bisa sedikit lebih memperhatikannya." Arvon meremas rambutnya kasar.
"Seperti Haruna itu istrimu saja. Kenapa kau harus peduli pada gadis jelek itu? Kenapa kau harus ikut campur dalam urusan rumah tangga kami? Kau memang sepupuku, tapi kau adalah orang asing dalam hubungan rumah tanggaku." Davian menatap Arvon marah.
Sudah cukup ibunya saja yang ikut campur dengan rumah tangganya dan kini malah Arvon juga ikutan.
"Itu karena aku peduli pada kalian," bantah Arvon.
"Pada Haruna saja, tapi tidak denganku," kata Davian.
"Kau berpikiran seperti itu?" tanya Arvon.
"Kenapa tidak? Bukankah itu memang keinginanmu? Atau kau menyukai gadis jelek itu?" tanya Davian sinis.
Oh, sial. Davian benar-benar sialan.
Ingin rasanya Arvon melayangkan tinju pada wajah Davian. Hanya saja dia berpikir dengan itu tidak dapat menyelesaikan masalah.
Baiklah, dia akan mengikuti permainan sepupunya itu.
"Kalau aku menyukai Haruna, lantas kau mau apa?" tantang Arvon.
Rahang Davian seketika mengeras, tapi dengan dinginnya dia berkata, "kalau begitu ambil saja dia."
Lalu Davian beranjak pergi meninggalkan Arvon yang masih kesal ditempatnya.
"Cih, munafik!" cemooh Arvon.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You? 🔚
General FictionMereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada dua hati itu? Sementara perjalanan pernikahan mereka dipenuhi berbagai masalah.