Typo, berhati-hatilah!!!-----
Haruna mencoba turun dari mobil Davian sendirian setelah mereka sampai di garasi rumah, menapaki kakinya ke tanah dan mencoba untuk berdiri, tapi ia malah terjatuh.
"Aduh," ringis Haruna kecil sambil memijat pergelangan kakinya.
Sementara Davian hanya melihat Haruna dengan bersidekap dada, "dasar keras kepala!"
Haruna mendongak, memandang Davian yang berdiri di hadapannya. Ia mengabaikan Davian, ia tidak ingin membuat pria itu repot membantunya.
Kembali berdiri dan kali ini berhasil, Haruna berjalan terpincang-pincang, cukup merasa senang karena berhasil melewati Davian.
Mengabaikan rasa nyeri pada pergelangan kakinya, Haruna terus berjalan dengan wajah mengernyit menahan rasa sakit, tapi ia terpekik kecil saat tubuhnya melayang dan berada dalam pelukan seseorang.
Haruna mendongak dan matanya bertemu dengan mata Davian, aroma khas lelaki bercampur parfum yang dipakai Davian merasuk hidungnya, tapi buru-buru Haruna mengalihkan tatapan kearah lain karena ia tau jika Davian tidak suka bila ditatap.
Haruna tidak berani bersuara atau pun protes, ia lebih memilih diam dalam pelukan Davian sambil berharap segera cepat sampai di kamar.
Sementara Davian, juga ikut membisu, ingin ia abaikan perempuan buruk rupa itu tetapi hatinya tidak tega melihat Haruna berjalan dengan tertatih-tatih.
Ia menurunkan Haruna di ranjang setelahnya Davian berbalik sambil berkata, "tunggu di situ, sebentar lagi ada pelayan yang akan mengobati kakimu." lalu ia berlalu pergi.
Haruna hanya menundukkan kepala, padangan tertuju pada lantai tempat ia berpijak saat Davian berkata dan ia mendesah lega ketika lelaki itu sudah keluar dari kamarnya. Berada dalam ruangan yang sama dengan Davian membuat Haruna sulit bernapas dengan bebas, ia juga harus selalu menundukkan kepala agar tidak melihat langsung pada mata Davian.
Haruna sangat tau jika Davian sangat jijik melihat wajah jeleknya ini, dengan itu Haruna berusaha selalu menoleh kearah lain jika bertemu dengan Davian.
"Masuk," ujar Haruna saat mendengar pintu diketuk.
Seorang pelayan masuk, membawa satu baskom kecil berisi es batu dan sebuah handuk kecil serta kotak obat.
.
.
.
Sudah satu jam Davian berkutat dengan laporan laba rugi bulanan, yang ternyata hasilnya sangat memuaskan, perutnya terasa sangat lapar.
Tadi setelah mengantarkan Haruna, Davian langsung masuk kamar, kemudian mandi dan langsung memeriksa laporan laba rugi yang sengaja ia bawa pulang.
Saat Davian sampai di dapur, ia melihat Lusy, pelayan yang sudah lama bekerja padanya sedang mencuci piring, Lusy membungkuk pelan ketika menyadari kedatangan Davian.
"Apa Anda ingin makan sekarang, tuan?" tanya Lusy.
Davian mengangguk kecil lalu duduk di kursi sambil menunggu Lusy menyiapkan makan malam.
"Apa dia_Haruna_ sudah diobati?" tanya Davian.
Lusy mengerti siapa dia yang dimaksud majikannya, "sudah tuan, saya sudah memijat serta mengolesi krim pada pergelangan kaki nona, saya juga sudah mengobati lecet di lutut serta sikunya. Sekarang nona sudah tidur, nona bahkan melewatkan makan malam. Saya sudah membawakan nona makan malam ke kamarnya, tapi saat saya memeriksa beberapa menit yang lalu, makanan itu masih utuh."
Davian terdiam mendengar penjelasan Lusy, selama ini ia jarang makan bersama Haruna karena ia sangat muak jika harus berlama-lama melihat wajah buruk gadis itu. Hanya dengan melihat wajah Haruna membuat selera makan Davian menghilang.
"Apa selama ini dia makan teratur?" Davian merutuki kalimat pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. Cih, jangan mengira ia perhatian pada Haruna, ia hanya perlu mengenal sedikit, perlu dicatat hanya sedikit mengenai gadis itu.
"Sebelum bekerja nona makan cukup teratur, tuan. Nona biasanya sarapan pagi saja, lalu makan sekitar pukul tiga sore, sementara siang serta malam, nona tidak makan. Dan setelah nona mulai bekerja nona hanya sarapan pagi saja, tapi nona rutin membawa bekal ke kantor?" jelas Lusy. Sementara tangannya menata peralatan makan serta lauk pauk tepat didepan Davian.
Kening Davian berkerut, tidak makan siang dan malam? Heh, pantas saja tubuhnya kurus seperti tiang listrik.
"Hmm, kau boleh beristirahat, Lusy," ucap Davian.
"Saya menunggu Anda selesai makan, mungkin saja masih ada sesuatu yang Anda perlukan,"
"Tidak ada lagi. Istirahatlah,"
"Baik, tuan. Kalau begitu saya pamit pulang," Lusy membungkuk dan kemudian berlalu pergi.
"Tidak, jangan pulang!" cegah Davian cepat dan tentu membuat kening Lusy berkerut.
"Tapi, bukankah Anda..."
"Tinggallah untuk satu minggu ini,"
Walaupun sedikit bingung, tetapi Lusy tetap mengangguk, lalu kemudian pamit.
Sementara Davian langsung menyantap makan malamnya dalam keheningan. Suasana seperti ini sudah biasa baginya, apalagi setelah memutuskan untuk tinggal terpisah dari orangtuanya.
Lagipula ia jarang makan malam di rumah, ia akan berpesan pada Lusy jika dirinya tidak makan malam.
Setelah menyelesaikan makan malamnya, Davian meletakkan piring kotor pada tempatnya.
Entah kenapa saat Davian ingin kembali ke kamarnya, kakinya malah membawa dirinya menuju kamar Haruna.
Davian membuka pintu kamar Haruna, suasana remang-remang yang ia lihat dikarenakan hanya lampu tidur yang menyala. Mata Davian melirik pada meja disamping ranjang Haruna, ternyata makan malam yang di antar Lusy belum tersentuh sedikit pun.
Kakinya bergerak dan berhenti tepat disamping Haruna, gadis itu tidur sangat nyenyak, napasnya sangat teratur, posisi berbaring menyamping membuat sebagian rambut panjang menutup wajahnya.
Davian duduk di pinggir ranjang, tangannya terulur merapikan rambut Haruna ke belakang telinganya. Ia memperhatikan wajah tidur Haruna yang tampak begitu damai. Mata besar milik Haruna tertutup, menyembunyikan warna mata hitamnya.
Lalu Davian menyentuh bekas luka Haruna, terasa hangat dan lembut, kulit putih merona itu terlihat menarik perhatian Davian.
Benar apa yang dikatakan Arvon, jika gadis yang sedang tidur ini tidaklah terlalu jelek, hanya bekas lukanya saja yang mengganggu.
Namun seketika sekilas bayangan buram melintas diotak Davian, segera saja Davian menjauhka tangannya dari bekas luka Haruna.
Bayangan buram yang terasa sangat ambigu membuat Davian bingung, ia mencoba berpikir dan mengingat tetapi hanya rasa pusing yang ia dapatkan.
Merasa aneh, Davian bergerak berdiri dan meninggalkan kamar Haruna.
.
.
.
Halo... Lama banget Why You? Gak update. Maafkan untuk updatenya yg ngaret banget.
Beberapa bulan lalu ada insiden yang membuat tangan kanan ku terkilir yang menyebabkan aku susah beraktifitas bahkan menulis pun sulit.
Tapi bersyukur tangan ini udah sembuh.
Thanks bagi yang udah mampir atau yang menunggu Why You? 💞💞💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You? 🔚
General FictionMereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada dua hati itu? Sementara perjalanan pernikahan mereka dipenuhi berbagai masalah.