part 35

2.8K 113 0
                                    

Author POV

Dua anak manusia sedang disiksa oleh sang malaikat cupid saat ini. Bagaimana malaikat bertubuh mungil itu telah menancapkan anak panahnya terlalu dalam. Sehingga yang dirasakan dua insan tersebut bukanlah rasa berbunga-bunga karena cinta. Melainkan rasa sakit karena cinta. Keduanya terlalu mencintai satu sama lain, sehingga takut untuk saling menyakiti, tetapi malah menyakiti diri sendiri.

Bella masuk ke dalam rumah dengan perasaan gundah gulana. Tak rela meninggalkan sang kekasih yang teramat dicintainya, namun harus tetap melangkah  tanpa berbalik ke belakang. Betapa Bella sangat merindukan Mike. Ia ingin saja tak melepaskan pelukan Mike kala itu, namun dia mencoba untuk tak menentang takdir. Takdir sedang bermain dengan hubungan mereka, menghentikan sejenak segala cerita roman picisan yang sedang mereka jalani.

Sedangkan Mike, pria yang tetap bersikuku untuk mempertahankan pujaan hatinya. Pulang dengan tangan hampa, begitu juga perasannya. Tak mampu membawa Bella kembali dalam dekapannya. Mike mengerti dia yang salah, dia pantas mendapatkan ini. Tetapi kenapa setelah dia sangat mencintai Bella hingga rasanya seperti mau mati jika tak ada Bella di dekatnya? Apakah semesta sedang berusaha memberi tahunya bahwa Bella bukan tujuannya lagi? Mike bertekad, apa pun yang terjadi dia harus mampu membawa Bella kembali.

###

Sore itu Fanya pulang dengan pikiran yang penuh dengan cerita yang ingin dia ceritakan pada Bella. Mike mendatanginya di kampus dan menceritakan semuanya. Fanya sempat bingung, harus berpihak pada siapa, harus membantu siapa. Bella menginginkan Fanya untuk menjauhkannya dari Mike. Namun Mike memohon mati-matian pada Fanya untuk mendekatkannya pada Bella.

“ahhh pusing gue! Mereka tuh kayak kedua kutub positif. Saling bertolak belakang. Tapi sebenernya kayak kutub positif dan negatif. Pengen banget saling tarik menarik. “

Fanya masih memikirkan masalah Mike dan Bella ditengah kemacetan Jakarta sore itu. Mobil BR-V hitamnya tak bisa berjalan dengan lenggangnya karena keadaan kota Jakarta yang sangat padat kala senja menghilang. Fanya memutar saluran radionya dan mendengarkan lagu-lagu yang melantun menenangkan pikirannya sejenak.

“Itu kayak kenal deh.”

Fanya mempertajam penglihatannya agar bisa mengenal sosok yang mengambil perhatiannya. Sosok tersebut sedang berjalan sambil bergandengan tangan di trotoar jalan.

“Itu kan mama. Iya bener, itu mama. Tapi dia jalan sama siapa? Bukannya dia lagi di Singapore sekarang?”

Fanya merogoh tasnya dengan cepat dan mengambil ponselnya disana. Menekan tombol cepat yang menandakan nomor ibunya. Namun nomor yang dituju malah tidak aktif.

Fanya sempat ingin turun dan menyusul ibunya. Namun mobil depannya telah jalan dan mobil di belakangnya terus mengklakson memaksa mobil Fanya untuk tidak tinggal di tempat.

“Mama sama siapa sih itu? Kok mesra banget..” Fanya terus menggalih ingatannya. Mungkin saja sosok yang bersama ibunya adalah teman kantor atau semacamnya.

“Atau mungkin gue salah liat ya? Iya deh, gue salah liat pasti. Harus positive thibking, Fan.” Ia meyakinan dirinya sendiri dan mencoba tak menggubris kejadian yang baru dilihatnya itu.

Toh juga Fanya dan ibunya sudah tak pernah saling memikirkan satu sama lain. Semuanya sudah berubah ketika personil dalam rumahnya ikut berubah. Yang dulunya bertiga, menjadi berdua. Yang dulunya ada ayah, ibu dan anak. Menjadi hanya ibu dan anak.

Ini yang membuat Bella dan Fanya menjadi sahabat. Keduanya mempunyai nasib yang tidak terlalu berbeda. Sama-sama ditinggalkan oleh seorang Ayah. Keduanya mampu mengerti sama lain dan sekaligus menguatkan satu sama lain. Bella memeluk Fanya saat kedua orang tuanya bertengkar hebat. Fanya memegang tangan Bella saat ibunya meninggal dan Bella tak sanggup untuk berdiri.

Tepat pukul enam sore Fanya tiba di rumah. Rumahnya sangat gelap karena lampu yang belum dinyalakan.

“Bella kemana ya? Kok lampu ga dinyalain gini sih.”

Fanya mengetuk pintu beberapa kali, namun tak ada sahutan dari Bella.

“Bel! Bella bukain pintu dong!” tetapi tetap saja hanya sunyi yang didapat Fanya.

Fanya pun merogoh kantong celananya dan berharap Ia tak lupa membawa kunci rumah. Dan benar saja, kunci berwarna perak itu ada di dalam kantongnya. Ia pun segera membuka pintu rumah dan langsung menuju lantai atas, dimana kamar Bella berada.

“Bel?” ruangan yang sudah satu minggu ini di tempati Bella kosong.

Namun Fanya masih bisa menemukan barang-barang Bella tersusun dengan rapi di kamar tersebut.

“Mungkin dia pergi jalan-jalan bentar kali ya.”

Fanya memutuskan untuk menelpon Bella dan berniat untuk menitip Sate Taichan kesukaannya jika memang Bella sedang berjalan-jalan di luar.

“Sugar, Yes please.....” ringtone ponsel seseorang tiba-tiba berbunyi saat Fanya menekan tombol hijau untuk menelpon Bella. Yang sudah jelas itu adalah suara ringtone ponsel orang yang dicarinya, Bella.

“Loh kok ada suara hp Bella sih?”

Fanya mengikuti suara tersebut hingga suara tersebut membawanya ke dapur.

“Astaga Bella!” Fanya terlonjak kaget melihat Bella yang tergeletak tak berdaya di samping meja dapur.

“Bel, lo kenapa? Bella!” Fanya menepuk-nepuk pipi Bella pelan. Namun tak ada respon darinya.

Fanya pun mengangkat Bella dengan bersusah payah dan membawa Bella ke ruang tamu. Menidurkan tubuh bella di sofa dan mengusap minyak angin pada kening dan hidung Bella.

“Aduh, lo kenapa sih Bel? Jangan buat gue panik kayak gini, dong.”

Bella menggeliat di atas pangkuan Fanya. Membuka matanya perlahan dan dan merasakan pusing yang sangat parah seperti ada batu yang baru saja menghantam kepalanya.

###

Hello guys! Maaf banget ya pendek. Ini diusahain aja update daripada ga ada sama sekali kan ya hehehe *tetepajangeles*

Semoga sukaaaa. Ayo jangan lupa vote dan comment suoaya author juga cepet updatenya ya. Thankyouuu!

You are my final destinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang