Hari ayah menjadi hari yang membahagiakan untuk anak-anak di seluruh belahan dunia. Mereka akan berlomba-lomba untuk memberi selamat kepada ayah mereka. Bahkan ada yang memberi hadiah atau sekedar makan bersama. Di sekolah-sekolah, para guru akan memberikan kesempatan untuk murid-murindnya dalam berkreasi menciptakan dan membuat prakarya untuk ayah mereka tercinta.
Tapi sayangnya, ada salah satu anak yang tak sempat untuk merasakan itu. Bahkan hanya untuk mengucapkan selamat hari ayah kepada ayahnya pun ia tak diberikan kesempatan. Anak itu adalah Malvin Prasetyo. Seorang bocah tampan berumur empat tahun, yang sebenarnya sangat ingin merayakan hari ayah bersama sosok seorang ayah yang sangat didambakannya sejak dulu, sejak Ia mengetahui apa hari ayah itu, sejak semua teman-temannya pulang sekolah dijemput oleh sang ayah dan berhambur dipelukannya. Dan saat Timothy, salah satu teman Malvin memamerkan robot Avengers yang dibelikan oleh ayahnya.
"Hhhh..." Malvin menghela napasnya berat.
Saat ini ia sedang termenung di depan jendela ruang tamunya. Pukul sudah menunjukkan pukul 10 pagi tapi ia masih setia duduk di tempatnya sejak stu jam tadi, tidak berangkat ke sekolah. Bagi Malvin, percuma saja ia pergi kesekolah dan membuat prakarya. Toh juga tak ada sosok yang bisa ia berikan.
Bella sudah pergi ke tempat kerja dari jam 8 pagi tadi dan Hilda yang akan menjemput Malvin untuk pergi ke Cafe. Bella dan Hilda mempunyai cafe dari hasil tabungan mereka berdua. Mereka membuka cafe itu sejak satu tahun lalu dengan pembagian 50:50. Namun walaupun sudah mempunyai usaha sendiri, Bella tidak berpangku tangan. Ia tetap bekerja di Cafe yang sudah menjadi tempat kerjanya selama empat tahun terakhir. Jika ditanya, ia pasti beralasan ingin menabung lebih banyak lagi untuk kehidupan dan pendidikan Malvin kelak.
Malvin memandangi salju yang turun membuat kota Aberdeen menjadi seputih kapas. Menekuk lutunya menjadi sanggahan untuk kepalanya, lalu sedikit memajukan bibirnya.
"Daddyku dimana ya..." keluhnya.
Lamunannya terhenti saat bel berdenting. Ia pun segera berlari ke kamar untuk mengambil tas dan mantelnya dan langsung membuka pintu.
"Hai Aunty! Aku udah siap!" senyumnya semangat pada Hilda yang hari ini terlihat cerah mengenakan atasan berwarna pink.
"Okay, let's go then!" Hilda mengaitkan tangannya pada tangan mungil Malvin.
###
Nostalgic Cafe dipadati oleh pelanggan hari ini. Mereka sedang memberikan diskon dalam rangka hari ayah. Tentunya dengan syarat semua yang ingin menikmati diskon tersebut harus pasangan antara ayah dan anak. Maka tak heran jika cafe yang didominasi nuanssa vintage ini dipenuhi oleh laki-laki dengan umur 35-an keatas.
"Permisi, Sir. Apakah Anda ingin memesan tempat?" tanya seorang pelayan pada pria yang dari tadi terlihat mondar-mandir di depan cafe tersebut.
"Eh, hmm no, thankyou. Saya sedang menunggu teman." jawab pria tersebut.
Pria tersebut langsung menjauh sebentar karena menerima telpon masuk pada ponsel miliknya.
"Halo?"
"Lo dimana? Gila ya, gue udah nunggu 2 jam di kantor tapi lo ga nongol-nongol juga. Clientnya mana?" tanya suara diseberang sana. Bisa dibilang terdengar cukup mengerikan, karena orang dari jarak 1 meter bisa mendengar suaranya yang terlampau kencang itu.
"Lo ke Nostalgic Cafe aja dulu, kita makan siang. Mumpung lagi ada diskon spesial hari ayah."
"Terus yang jadi ayahnya siapa, panci? Gue? Gue jadi temen lo aja udah males, gimana jadi ayah lo Josh."
KAMU SEDANG MEMBACA
You are my final destination
RomantikSaat kau terperangkap pada rencanamu sendiri dan menjadi boomerang untuk mu, ada banyak hal yang kau sesali karena menggunakan emosi saat mengambil langkah. Michael Dave Christian terjebak pada rencananya. Yang selalu mengharuskannya untuk memilih...