Senin pagi dengan terburu-buru Verra mengikat rambut panjangnya sebelum masuk gerbang sekolah. Bukan karena dirinya telat bahkan ini masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah, ada hal lain yang harus dia selesaikan, PR matematika pelajaran pertama di kelasnya. Dan dia baru mengerjakan satu dari sepuluh soal, benar-benar senin pagi yang menyebalkan untuk Verra atau sepertinya bukan hanya untuk dirinya tapi untuk hampir seluruh siswa di kelasnya. Makanya hari ini mereka sepakat datang lebih awal agar bisa mengerjakannya bersama-sama.
"Pagi kak!" Sapa salah satu anak osis yang berjaga di depan gerbang pada Verra, yang kebetulan dia kenal, adik kelas sekaligus juniornya di osis. Verra tersenyum sekilas membalas sapaannya.
Mereka memang ditugaskan untuk menjaga gerbang membantu menertibkan siswa yang akan masuk ke sekolah. Selain sapaan selamat pagi tentu saja disertai dengan deretan komentar tentang seragam yang mereka kenakan.
"Kak kaos kakinya dipanjangin ya," Nah seperti barusan contohnya. Ya, kaos kaki Verra memang pendek hanya sebatas mata kaki dan itu jelas melanggar peraturan sekolah yang mengharuskan menggunakan kaos kaki yang panjangnya di atas mata kaki. Padahal Verra tahu betul tentang peraturan itu, tapi hari ini karena terburu-buru dia tidak sempat memeriksa kaos kakinya lagi.
Dan biasanya yang bermasalah seperti itu akan ditanya, "Namanya siapa, kak?" Nah kurang lebih seperti itu. Mereka akan dengan sigap menanyakan nama si pelanggar peraturan, lalu akan mereka catat dibuku khusus pelanggaran siswa. Yang menanyakan namanya bukan si perempuan yang menyapanya tadi di depan, tapi adik kelasnya yang lain yang sepertinya memang tidak mengenal Verra.
"Masuk aja kak, nanti diganti ya kaos kakinya." Sela adik kelas yang Verra kenal, Verra mengernyit bingung karena seharusnya tidak seperti itu prosedurnya.
"Jangan dibiasain kayak gitu, kalo emang salah siapapun orangnya tetap harus dicatat," ucap Verra sedikit sebal karena kebiasaan meloloskan orang yang mereka kenal padahal salah tapi masih saja dilakukan. Verra tidak suka begitu, dulu saat dirinya menjaga gerbang dia selalu tetap mencatat siapapun orangnya yang memang melanggar, sekalipun itu seniornya. Dan setelahnya dia tidak peduli akan dibilang sok taat peraturan atau apa, yang jelas itu memang tugasnya.
"Gue salah catet aja nama gue," karena memang dirinya salah dengan suka rela Verra menunjukan nametag-nya.
"Saya catat ya, kak." Verra hanya mengangguk santai.
"Verrel, potong rambutmu! Kamu masih pelajar, rambut yang rapi jangan gondrong kayak gini nggak pantes!" Omel salah seorang guru dari arah belakang Verra, dia menoleh sekilas ke sumber suara tapi tidak mengenali siapa laki-laki yang sedang dimarahi gurunya itu.
Tidak mau ambil pusing, Verra langsung berlari menuju kelasnya tanpa mempedulikan sekitarnya lagi. Yang terpenting saat ini sembilan soal matematikanya bisa diselesaikan tepat waktu.
****
"Verra Riesty!"
"Hadir buuu!" Verra menghela napas lega karena sudah berhasil mengisi jawaban semua soal matematikanya, bertepatan dengan namanya dipanggil untuk daftar kehadiran.
Saat ini keadaan kelas masih kurang kondusif karena sebagian dari mereka sibuk menyalin jawaban untuk dikumpulkan setelah absensi. Sebetulnya tidak semua yang Verra kerjakan hasil dari usahanya sendiri, karena waktu yang terlalu sempit dia jadi menyalin sebagian jawaban milik temannya yang sudah selesai lebih dulu. Menurutnya yang terpenting case soal yang membuatnya pusing sudah dia pahami karena sesi belajar bersamanya pagi tadi.
"Makasih yaa, Fa," ucap Verra berterima kasih, seraya mengembalikan buku Ulfa salah satu teman Verra yang baik sekali sudah mau-maunya memberikan jawaban pada Verra.
![](https://img.wattpad.com/cover/103254018-288-k388254.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Verrarell
Teen Fiction[Sedang diperbaiki] Bagi Verra memendam perasaan terhadap seseorang itu sebuah kekeliruan, karena sejatinya perasaan memang untuk diutarakan. Kalau hanya dipendam tanpa yang bersangkutan tahu, apa dengan menerka-nerka sudah cukup menenangkan? Atau a...