Chapter 20

6K 423 16
                                    



Hai, sebenarnya saya sudah bertekad tidak akan melanjutkan chapter selanjutnya sebelum mendapat 777 reads. Tetapi, saya sedang mengalami jenuh tingkat akut dengan pekerjaan. Yah, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan fic ini saja sebagai hiburan. Hanya menulis yang membuat saya merasa waras, mungkin benar. Padahal kurang seuprit saja sudah mencapai 777 reads. Tak apa, happy reading, guys!

***

Matahari telah naik sepenggalan namun Kakashi urung bergerak dari bawah pohon Momiji. Tangannya masih mencengkeram erat kertas harapan Sakura. Bibirnya gemetar menahan erangan frustasi. Apakah tidak ada kesempatan kedua untuknya?

Gadis itu setia menunggunya. Menunggu kedatangan laki-laki tua yang telah mencampakkannya begitu saja. Tanpa salam perpisahan, tanpa kecupan hangat, tanpa kata. Dia meninggalkan gadis itu hanya karena menuruti keegoisannya sendiri. Menuruti logika bahwa gadis itu akan bahagia bersama cinta pertamanya. Bahwa gadis itu akan mengejar karir medisnya. Tanpa dirinya. Dia hanya mengikuti logika bukan kata hatinya. Dia baru sadar bahwa kadang logika pun harus lenyap saat jatuh cinta.

Kini, saat gadis itu menuliskan apa yang menjadi harapan kehidupan barunya, ia merasa kehilangan. Ia benci perasaan itu yang membuatnya merasa kerdil, tidak berguna dan takut menghadapi kehidupan selanjutnya.

"Sial!" umpatnya lebih pada diri sendiri.

Kakashi bukanlah laki-laki yang takut pada komitmen. Dia urung menikah karena merasa belum menemukan gadis yang tepat. Yang mengerti dirinya, yang memiliki senyum seperti Nohara Rin, yang mencintai dirinya, yang setia mununggunya. Semua itu ada pada gadis berambut merah muda yang kini telah berlari menuju rumah sakit Konoha. Kenapa setiap hentakan langkah Sakura seolah terasa semakin jauh meninggalkannya?

"Kembalilah, Sakura," bisik Kakashi mengutuk kebodohannya.

Dia merasa ada langkah kaki mendekat menuju ke arahnya. Cakranya sedikit berbeda namun Kakashi tidak ingin berpikir jauh. Mungkin, Sakura memang kembali untuknya.

"Sakura, kau kembali pada..."

Dug! Dug!

Dua pukulan telak menghantam rahang kanan nyaris merontokkan gigi geraham miliknya. Tangan laki-laki di depannya berkedut menahan amarah sebelum melayangkan kembali satu pukulan yang kini tepat menghantam perutnya.

DUG!

Pendar cahaya putih menghiasi tangan laki-laki bermata merah tersebut yang kini hendak melayang pada Kakashi yang terduduk di bawah pohon Momiji mencengkeram erat kertas milik Sakura.

Mungkin dia memang pantas menerimanya. Mungkin semua akan lebih mudah jika ia mati. Sesaat, dia ingin melihat apakah gadis itu akan datang dan menangisi jasadnya nanti. Dia pasti bahagia jika sempat menyesap wangi strawberry dari rambut merah muda milik Sakura sebelum mati. Ya, sebelum ia bertemu dengan ayahnya, Minato, Rin dan Obito. Menyenangkan sekali.

"Sasuke, hentikan!"

Pendar cahaya itu semakin mendekat dan Kakashi sama sekali tidak ingin menyingkir dari tempat ia bersandar.

"Kubilang hentikan! SASUKE!!!"

Pendar cahaya menghilang tergantikan oleh dua sosok yang kini menatapnya intens. Dia mengenali keduanya karena belasan tahun bersama mereka. Sasuke dan Naruto, muridnya.

"Dia pantas mendapatkannya!"

"Aku tahu tapi bukankah kau sudah berjanji akan memberinya kesempatan kedua?"

(Un)Broken LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang