"raisa wi___"
"stop" teriak seseorang yang langsung masuk ke dalam rumah raisa, afgan raisa menoleh bersamaan
"pevita apa-apaan sih!" sentak afgan
dengan langkah cepat pevita berjalan mendekati afgan dan raisa, di ambilnya kotak beludru yang berada di tangan afgan "de, balikin" ucap afgan, pevita menggeleng keras
"nggak! lo jahat ka, lo ngelamar raisa tanpa tanya gw setuju atau engga. apa gw ga boleh tau hal ini ?" kata pevita melangkah mundur
raisa tampak bingung, apa maksud dari kedatangan pevita dengan sikap seperti itu "pevita kamu kenapa ?" tanya raisa pelan melangkah mendekat ke pevita
pevita tersenyum miring "kenapa ? ga usah so belaga ga tau, ini semua salah lo raisa, salah lo!" kata pevita dengan nada tinggi
afgan mulai kesal dengan sikap pevita, tatapan matanya pun penuh amarah "jaga ucapan lo de" bentak afgan, pevita kembali tersenyum miring
"kenapa ? kenapa gw harus jaga ucapan gw buat cewe muna ini" sinis pevita menunjuk ke raisa dan membuat raisa tersentak kaget, dia tidak pernah menyangka pevita akan bersikap seperti itu padanya
"pevita !plak" satu tamparan keras mendarat di pipi kiri pevita, membuat semburat merah di pipinya
"kakak" lirih pevita menyentuh pipi yang ditampar afgan, ini pertama kalinya afgan bersikap kasar padanya
beril yang tadinya diam di tempat persembunyiannya lalu keluar lari dan berdiri di depan pevita "afgan, tahan." sergah beril mendorong afgan
nafas afgan naik turun tidak teratur, amarahnya memuncak, sikap pevita di luar dugaannya "kenapa lo ga bunuh gw aja ka, biar lo puas! bunuh gw ka bunuh" tantang pevita mendekat ke afgan namun di halangi oleh beril
"udah pev, jangan bikin kakak lo tambah emosi" ucap beril menjaukan pevita dari afgan
"biarin, biarin aja dia emosi. biar dia puas"
telak, afgan sudah tidak bisa mengontrol emosinya. dengan amarah yang tingggi, afgan menarik pevita bahkan beril yang memegangi pevita pun kalah kuat dari afgan "afgan lo mau ngapain, inget gan dia adik lo" ucap beril, namun afgan tak menggubris. afgan tetap menarik kasar lengan pevita dan membawanya menuju kamar raisa
"afgan, jangan" kata raisa mencegah afgan
"ga usah sok peduli sama gw" cerca pevita mendorong raisa dan membuat raisa tersungkur, afgan melotot ke pevita amarahnya semakin memuncak
tanpa memperdulikan raisa dan beril yang menghalanginya, afgan membawa pevita masuk ke dalam kamar raisa dan mengunci kamar raisa
tubuh pevita di hempaskan oleh afgan dengan kasar ke lantai, membuat pevita meringis kesakitan. dengan amarah yang masih mengumpul, afgan berjalan mendekat ke pevita. pevita menunduk takut, tidak berani melihat ke arah afgan.
setelah di dekat pevita, afgan berjongkok agar menyamai posisi pevita, tangan kanan afgan terayun sementara pevita menutup matanya, pasrah menerima tamparan lagi dari kakanya
pevita membuka matanya begitu merasa bahunya tersentuh "ka afgan" lirih pevita melihat tangan kanan afgan di bahunya, yang pevita pikir afgan akan menamparnya
afgan membuang nafasnya pelan, tanpa berkata apapun afgan merengkuh tubuh pevita "kak" ucap pevita memeluk afgan
"kakak sayang banget sama pevita" ucap afgan mengeratkan pelukannya, entah apa yang telah membuat pevita menjadi seperti sekarang. padahal selama ini afgan tidak pernah melihat pevita bersikap kasar kepada siapapun
"pevita lebih sayang sama ka afgan"
cukup lama mereka diam berpelukan "boleh kaka bilang sesuatu ?" tanya afgan melepaskan pevita darinya, pevita mengangguk "maafin kaka, untuk ini" kata afgan menyentuk pipi pevita yang di tamparnya tadi
"ka afgan masih marah sama pevita ?" tanya pevita ragu, afgan menggeleng
"kamu dengerin kaka, bisa ?" tanya afgan, pevita mengangguk pelan
"sikap kamu tadi, kaka ga suka. kaka sayang banget sama pevita, bahkan kalo di bandingin sayangnya kaka lebih besar ke pevita di banding ke raisa. tapi pevita harus paham, kaka cinta sama raisa. sekarang kaka mau tanya kenapa pevita benci sama raisa ?"
"semenjak kaka pacaran sama raisa, kaka ga punya banyak waktu buat pevita. ka afgan jarang di rumah, pevita jadi kaya sendirian di rumah" keluh pevita
"raisa sayang banget sama kaka, begitupun kaka. bahkan raisa juga sayang sama pevita, kamu harus tau de, seiring berjalannya waktu semua pasti berubah dan kaka, ada saatnya kaka harus mikirin masa depan kaka"
"tapi kan ga harus waktu ka afgan semua buat raisa ka" sergah pevita
afgan diam sebentar, beril benar sikap pevita adalah bentuk rasa cemburu dan iri "pevita, apa pernah kaka ga nanyain tentang kuliah kamu ? apa kaka ga pernah dengerin cerita kamu kalo kamu ada masalah ? kaka selalu ada kan, terus di mana waktu yang semuanya buat raisa ? kaka ga pernah memprioritaskan raisa di atas segalanya, kaka selalu membagi waktu buat kamu dan raisa"
kini pevita yang diam, yang di ucapkan afgan memang benar "tapi..."
"sekarang kita keluar, kamu minta maaf sama raisa. nanti kita bicarain lagi di rumah" kata afgan merangkul pevita dan mengajaknya keluar dari kamar raisa
raisa dan beril yang tampak khawatir menunggu di depan kamar raisa langsung mendekat ke afgan dan pevita begitu mereka keluar dari kamar raisa "afgan" ucap raisa dan beril bersamaan
"pevita" ucap afgan mengisaratkan ke pevita untuk meminta maaf ke raisa
"emm gw minta maaf" kata pevita ke raisa dengan acuh
"pevita, yang bener"
"raisa, gw minta maaf" ulang pevita
"raisa lebih dewasa dari kamu pevita, yang sopan"
pevita mendengus "ka raisa, aku minta maaf"
raisa tersenyum lalu memeluk pevita sebentar "iya ga papa, aku maklumin kok"
"ke beril juga" suruh afgan
"ih pevita salah apa ke ka beril ?"
"minta maaf sekarang, pevita"
"iya iya"
belum sempat pevita meminta maaf, beril langsung memeluk pevita "ah lo mah ga usah minta maaf, gw udah anggep pevita adek gw sendiri" ucap beril
afgan beralih ke raisa, menatap raisa lembut "aku pulang dulu ya, dan maaf semuanya jadi berantakan" sesal afgan, raisa mengangguk ringan
"ngga papa kok"
"ini kamu simpen, kalo kamu mau kamu pake kalo engga kamu simpen aja. kasih tau jawabannya malam ini" pesan afgan memberikan kotak beludru ke raisa
"iyah"
"ya udah aku pulang dulu, kamu istirahat aja ya" ucap afgan lalu mengecup pelan kening raisa "ayo pulang" ajak afgan ke pevita dan beril
"raisa gw pulang" pamit beril, raisa mengangguk
"pevita ga mau pamit ?" sindir afgan
"hisss, ka raisa pevita pamit pulang ya" ucap pevita dengan nada yang di buat-buat, raisa mengangguk lagi
tangan afgan mengusap lembut pipi raisa "aku pulang yah" ucapnya diiringi senyum
"iyah, kamu hati-hati" ucap raisa, afgan mengangguk lalu menyusul pevita dan beril yang sudah di dalam mobil
setelah afgan pulang, raisa membuka kotak beludru yang berisikan cincin dan ada selembar kertas kecil. raisa mengambil cincin dan menatapnya sesaat kemudian raisa mengambil selembar kertas yang berada di kotak cincin itu
"maukah kamu membuat kisah baru denganku, raisa ?"
raisa menangkup mulutnya setelah membaca tulisan itu, afgan melamarnya. betapa bahagianya raisa karna akhirnya afgan melamarnya, namun di tengah kebahagiaan itu raisa terpikir tentang sikap pevita padanya. raisa menaruh kembali cincin dan kertas ke kotak beludru, entah jawaban apa yang akan raisa berikan untuk afgan
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect true love
Fanfiction-Tamat- "ya, anggap saja ini kisah yang aku lukis hanya denganmu" ucapan raisa berhasil membuat afgan tersenyum "dan anggap juga lagu ini, nada kisah kita bersama" raisa tersenyum lalau mengangguk by: sella