part 20

212 15 3
                                    

setelah dari rumah afgan, raisa mengurung dirinya di kamar. fero, sepupu raisa yang menyambutnya pulang, bukannya melihat senyum dari raisa tapi tangis yang mengiringinya ke rumah

"raisa lo kenapa sih ?" tanya fero. jauh-jauh dia datang dari surabaya hanya untuk bertemu sepupunya yang baru studi di amerika, bukannya di jamu tapi fero malah di acuhkan

raisa masih menangis di kamarnya, niatnya untuk memberi kejutan untuk afgan dengan pulang tanpa memberitaunya gagal total. ekspresi yang sudah di bayangkan oleh raisa bertolak dengan espresi sesungguhnya

raisa meraih photo yang berada di meja sebelah tempat tidurnya, foto dirinya dengan afgan saat mereka jadian "aku selalu meyakinkan diriku sendiri kalau kamu ga akan berubah" lirih raisa di tengah tangisnya lalu melempar photo itu

'prang' fero yang masih berdiri di depan kamar raisa, kaget begitu mendengar suara seperti pecahan kaca "raisa, buka pintunya" fero menggedor-gedor pintu kamar raisa keras. karna raisa tak kunjung membuka pintu, akhirnya fero mendobrak pintu kamar raisa

pandangan fero langsung tertuju pada bingkai foto yang sudah hancur di lantai "raisa" fero berlari ke arah raisa  yang masih menangis di tempat tidur

"lo kenapa, siapa yang sakitin lo. bilang ke gw, biar gw beri pelajaran tuh orang braninya nyakitin sepupu gw" omel fero merengkuh tubuh raisa

****
untuk membuat raisa tenang, fero membawa raisa ke rumahnya dimana di belakang rumah fero adalah tempat kesukaan raisa

raisa dan fero duduk di ayunan belakang rumah fero, raisa bersandar pada pundak fero, tatapannya kosong, bahkan bias-bias airmatanya masih terlihat "lo ngga mau cerita ?" tanya fero, raisa diam, bahkan kaki yang tadianya berayun kini juga terdiam

"apa ada hubungannya sama afgan ?"

'deg' hati raisa berdegup, ingatan raisa memutar kejadian yang membuatnya menangis "jangan sebut nama itu lagi, aku udah ngga mau denger" ucap raisa

fero menerawang tajam "beraninya lo afgan sakitin raisa, liat apa yang gw akan lakuin ke elo!" batin fero kesal

"jangan, afgan ga salah. aku yang salah, jadi jangan rencanain apapun" ucap raisa seolah tau kata hati fero

fero memicingkan matanya "ko lo tau gw lagi rencanain sesuatu ke afgan ?" bingung fero

raisa menegakkan tubuhnya "segala sesuatu yang berkaitan dengan orang yang kita sayang, kita pasti merasakan suatu hal yang baik or buruk sama orang yang kita sayang"

fero mengangguk "ikatan batin"

"eh aku nginep di sini sampai lusa ya" ucap raisa

"kapanpun lo mau"

******
afgan duduk di balkon kamarnya, pikirannya hanya tertuju raisa. seandainya saja jeha tidak ke rumah, mungkin semua ini tidak akan terjadi. penantiannya menunggu raisa kini berbuah pahit, bukannya ucapan rindu yang ia terima tapi masalah yang datang

"damn!" sentak afgan berdiri dan pergi keluar kamarnya

"ka, lo kenapa ?" tanya pevita yang berpapasan afgan di depan rumah

"gw mau cari angin, minggir" ucap afgan kasar, pevita tersentak

afgan pergi menuju lapangan basket yang tak jau dari rumahnya "arghhhh" erang afgan frustasi melempar bola basket asal

"kenapa lo ?" suara itu berasal dari beril

afgan menoleh ke belakang "ngapain lo kesini ?!"

"kesel sih boleh tapi jangan semua orang kena bro" ujar beril menepuk bahu afgan lalu manarik afgan untuk duduk di pinggir lapangan

"lo ada masalah ya sama raisa ?" tanya beril, menebak. afgan mengangguk

"dia salah faham, tentang gw sama jeha"

"gw udah tau sih sebenarnya, karna waktu itu gw ga sengaja denger pas jeha ngobrol sama adik lo"

afgan terperanjat "pevita ?" tanya afgan, beril mengangguk "kapan ? tentang apa ?"

"kapannya gw lupa, kalo ngga salah yang pas lo anter pevita ke kampus kayanya. terus pas lo pergi, gw ga sengaja denger jeha ngobrol sama pevita. yang gw denger sih intinya mereka mau misahin lo sama raisa, dan yang bikin gw kaget. pevita, adik lo. dia semua yang ngerencanain dengan deketin lo sama jeha" jelas beril

"lo ngga boong kan ?" tanya afgan

"mana brani gw boong, lo kan temen gw"

"sial!" umpat afgan berdiri

"lo mau kemana ?" tanya beril mencegah afgan yang akan pergi

"nemuin pevita"

"ngga ngga, gw akan biarin lo nemuin pevita di saat lo lagi emosi. inget dia adik lo"

afgan mendengus lalu duduk kembali "gw cuma ngga nyangka, adik yang gw sayang lakuin hal kaya gini ke gw"

"gw rasa, pevita cemburu liat kedekatan lo sama raisa. gw bisa ngerti itu. adik gw si gea dulu juga gitu, gw juga marah awalnya tapi setelah tau alsaannya. gw sadar, gw juga salah. jadi lo jangan omelin pevita. kalo bisa, lo tanya baik-baik ke pevita" kata beril bijak

afgan menoleh ke beril "sejak kapan lo jadi bijak gini ?"

"sialan lo, gw mah emang bijak tapi di saat tertentu doang" ucap beril tertawa "main yuk, biar stres lo kurangan dikit" ajak beril, afgan mengangguk

"eh tapi nanti lo bantuin gw ya, gw takut ngga bisa ngontrol emosi"

"gampang, bisa diatur" ucap beril mengacungkan jari jempolnya ke afgan lalu mereka bermain basket

perfect true loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang