part 18

162 16 7
                                    

seandainya jarak tiada berarti, akan ku arungi ruang dan waktu dalam sekejap saja

raisa diam duduk di dekat jendela kamarnya, tatapannya kosong menatap langit

milli yang baru pulang dari kampus terlihat iba melihat kondisi raisa saat ini. sejak kemarin setelah menutup telfonnya dengan afgan, raisa murung bahkan di ajak ngobrol pun raisa menolak "kamu baik aja sa ?" tanya milli menyentuh pundak raisa

"aku ngga papa mill" raisa menggeleng pelan lalu beralih menuju sofa dan duduk disana

milli sangat sedih, raisa sangat murung membuat dirinya tidak tega meninggalkan raisa lama sendiri di asrama "sa, kamu mau ikut aku ke toko buku ?" tanya milli, raisa menggeleng

"aku di rumah aja mill, kalau kamu mau pergi, pergi aja ngga papa aku mau di rumah aja"

"ikut aja yuk, aku denger ada buku edisi baru yang lagi laris. ayolah sa, temenin aku" bujuk milli, setidaknya dengan ke toko buku raisa akan sebentar melupakan masalahnya

namun, bukan jawaban yang di dengar oleh milli melainkan isakan tiba-tiba dari raisa "raisa" milli berjalan cepat menghampiri raisa yang menutupi wajah dengan tangannya

milli menarik tubuh raisa dan memeluknya "kamu kenapa sa ?" tanya milli kawatir, untuk pertama kalinya milli melihat raisa menangis seperti ini "karna afgan ?"

raisa membalas memeluk milli, menumpahkan tangisnya di pundak milli "aku takut mill, aku takut" lirih raisa, tangisnya semakin keras

"takut kenapa, ada yang nyakitin kamu ?"

"afgan, afgan udah ngga cinta lagi sama aku"

milly melepaskan raisa darinya, menangkup wajah raisa "kamu dengerin aku, aku percaya kalau afgan masih cinta kamu sa. aku yakin, kamu juga harus yakin afgan cinta sama kamu sampai sekarang. untuk soal jeha cewe yang lagi deket sama afgan, kamu anggap aja dia cuma cewe yang dateng untuk menguatkan cinta kalian. hem"

raisa menepis tangan milli dari wajahnya "kamu ga tau gimana jeha, dia suka sama afgan. dan sekarang aku jauh, bagaimana mungkin jeha ngga manfaatin keadaan ini dan kemarin afgan sama jeha" raisa kembali menangis, bahkan kini terdengar rintihan

milli menyentuh pundak raisa "aku ngga tau yang sebenernya terjadi, tapi kamu harus sabar. kita 4 hari lagi pulang, saat itu kamu selesein semua masalah kamu sama afgan. satu lagi, kalau kamu masih sayang sama afgan kamu perjuangin dia tapi kalau dia sudah berubah dan bahkan bukan afgan yang kamu kenal dulu, berikan pilihan untuknya, kamu atau jeha" ucap milli, raisa menatap milli

"makasih ya mill" kata raisa, milli mengangguk dan mengusap air mata raisa

"udah jangan nangis, mending kita makan kan pura-pura bahagia juga butuh tenaga" goda milli

raisa terkekeh pelan "aku bahagia kok, ngga pura-pura" milli tertawa lalu merangkul raisa dan mereka menuju dapur untuk masak

****
afgan mengacak rambutnya frustasi, sudah kesekian kalinya dia berusaha menghubungi raisa namun tidak bisa "damn!!" umpat afgan melempar hp nya ke kasur lalu keluar dari kamarnya

pevita yang sedang asik menonton tv memicingkan matanya melihat afgan yang keluar dari kamarnya dengan ekspresi kesal "kenapa lo ka ?" tanya pevita, afgan diam acuh melangkah keluar rumah "masalah tuh kayanya" tebak pevita tersenyum miring "gw doain cepet putus deh, biar hidup lo tenang ka" doa pevita laku fokus kembali ke layar tv

afgan menutup pintu mobil dengan kasar lalu "raisaaaa" teriak afgan mencengkram stir mobil erat dan setelah itu menjalankan mobilnya

mobil afgan berhenti di sebuah taman, tempat kesukaan raisa. dengan langkah pelan afgan menuju danau kecil yang ada di taman "maaf" hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, afgan duduk di rerumputan di pinggir danau tangannya mulai memainkan air

"aku masih sama, aku harap kamu juga" lirih afgan

"afgan" merasa namanya di panggil, afgan pun menoleh

"jeha" ucap afgan, jeha yang berdiri tidak jauh dari tempat afgan lalu berlari mendekat "lo ngapain disini ?" tanya afgan heran

jeha tersenyum simpul "nyari angin"

afgan menautkan alisnya "dirumah lo kan ada ac, kenapa lo nyari angin disini"

jeha memukul lengan afgan pelan "yaelah jadi gw ga boleh ke sini ? ini kan tempat umum siapa aja boleh ke sini"

"ya ya ya"  ucap afgan acuh

"gan ko lo semalem ngga ke konser albi terore, uh keren banget tau konsernya" ucap jeha riang, ia memilih memulai obrolan dengan membahas albi terore yang ia yakin akan mendapat sambutan hangat dari afgan

afgan menggeleng "gw ngga mood, kepikiran raisa" afgan berdiri ingin pergi namun di cegah oleh jeha

"lo mau kemana gan ?" tanya jeha

"cari tempat yang ngga ada orang" ucap afgan

"gw temenin ya"

"je, gw bilang gw mau cari tempat yang ngga ada orang berarti gw pengen sendiri. ok. minggir" afgan mendorong tubuh jeha agar tidak menghalanginya untuk pergi

jeha menghentakkan kakinya kesal, afgan berubah seperti dulu lagi "raisa, gara-gara lo afgan berubah lagi. susah payah gw bikin afgan baik sama gw sekarang dia kaya dulu lagi. emmm ayo jeha jangan menyerah"

di perjalan menuju mobil, afgan berhenti saat melihat bunga mawar putih yang cantik. afgan memetik bungan mawar itu "raisa, cepet pulang. ditaman bunga mawar putih nya lagi banyak" gumam afgan, raisa memang sangat menyukai bunga mawar putih menurut raisa bunga mawar putih mempunyai simbol 'kebaikan dan suci'

afgan merogoh saku celananya, niatnya ingin mengambil hp untuk memphoto bunga mawar dan mengirimkan ke raisa namun afgan lupa jika dia tidak membawa hp

"astaga, hp gw lupa" kesal afgan lalu berjalan ke mobil, di tangannya membawa 2 tangkai bunga mawar

****
dengan cepat afgan masuk ke dalam rumah "wets bunga buat apa tuh ka ?" tanya pevita yang keluar dari kamarnya, afgan menoleh sekilas ke pevita

"buat raisa" ucap afgan lalu masuk ke dalam kamarnya

"gila dia, raisa di amerika mau di kasih bunga ? kaka gw mulai oleng" heran pevita

afgan mencari-cari hp yang di lempar nya tadi "ah ini dia" ucap afgan begitu mendapati hp nya yang tergeletak di samping bantal. dengan cepat afgan memphoto bunga mawar yang ia bawa dari taman dan mengirimkan photo itu ke raisa

"eh hp raisa kan dari tadi mati, ah biarin nanti pas dia nyalain hp nya dia pasti liat"

afgan membaringkan tubuhnya di kasur "maafin aku sayang" lirih afgan memejamkan matanya sekedar untuk menetralisirkan pikirannya dan sembari menunggu balasan dari raisa

perfect true loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang