Chapter 4 : Dia Berbeda

3.5K 357 2
                                    

Malam semakin pekat. Akan tetapi, Zahra dan Vera tak kunjung bisa tidur karena suara bising Bu kos yang tengah asyik memarahi Anita, anak bungsunya. Suara Bu kos terdengar sangat nyaring di telinga. Menggelegar dan sangat menyakitkan telinga hingga terdengar ke seluruh kamar kos dan membuat seluruh penghuni kos merasa sangat tidak nyaman.

"Aduh! Anak berumur tujuh tahun kayak Anita berbuat salah apa sih? Kok Bu kos ngomel sampai segitunya?!" gumam Zahra setengah mengantuk sambil menutup kedua telinganya dengan bantal.

"Itu karena Anita rankingnya jeblok!" sahut Vera yang tengah melamun di depan kaca.

Tak tahan dengan omelan Bu kos yang semakin menggelegar, Zahra pun akhirnya memakai kerudungnya. Dan langsung keluar dari kamarnya menuju ke rumah Bu kos, hanya untuk melihat situasi.

"Assalamu'alaikum!" seru Zahra ketika sampai di ambang pintu rumah Bu kos.

"Wa'alaikum salam!" sahut Bu kos sambil membuka pintu rumahnya. "Zahra? Mau apa kamu kemari?" ucapnya ketika ia mengetahui bahwa Zahralah yang berkunjung ke rumahnya tengah malam seperti ini.

"Saya kemari karena ingin menawarkan diri untuk jadi guru lesnya Anita," ujar Zahra memberanikan diri.

"Emangnya, kamu udah punya pengalaman apa?" tanya Bu kos ketus dengan mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

"Yaaaaaa.... Bu kos! Jangan tanyain soal pengalaman! Pengalaman saya udah banyak! Mulai dari ngajar adik, keponakan, sampai anak tetangga pun saya ajarin sampai bisa!" jawab Zahra mencoba meyakinkan Bu kos dengan nada bicara cerianya.

"Apa aja prestasi anak-anak didik kamu?"

"Adikku, dari ranking dua puluh jadi ranking dua belas! Keponakanku, dari ranking delapan belas jadi sembilan! Belom lagi anak tetangga! Ada yang dari ranking tujuh jadi ranking tiga, ada yang...."

"Cukup! Mulai besok, kamu ajarin Anita sampai dia masuk The Best Ten!" potong Bu kos.

"Emangnya, Anita sekarang ranking berapa, Bu?" tanya Zahra penasaran.

"Tiga puluh," jawab Bu kos.

"Haaaa?" mulut Zahra menganga ketika mendengar jawaban Bu kos.

"Kalau kamu berhasil membuat Anita masuk The Best Ten di ujian nanti, biaya kos kamu akan saya diskon lima puluh persen!"

Mendengar iming-iming dari Bu kos, Zahra pun jadi tambah bersemangat untuk mengajari Anita. Dan malam itu pun menjadi tenang dan sunyi karena suara keras Bu kos tak terdengar lagi.

-----00-----

Hari sabtu. Seperti hari minggu yang kemarin. Zahra harus pergi ke kampus untuk mengetikkan naskah penelitian Julian di aula kosong lantai tiga gedung F. Hal itu memang merupakan kewajiban bagi Zahra. Walaupun sebenarnya Zahra agak sedikit enggan untuk pergi kesana. Akan tetapi dengan lapang dada, Zahra menerima nasibnya itu.

"Assalamu'alaikum!" sapa Zahra pada Julian ketika memasuki aula.

"Wa'alaikum salam," sahut Julian.

Zahra sangat terkejut ketika mendengar sahutan Julian. Zahra pikir Julian adalah seorang non muslim. Tapi setelah dia mendengar sahutan Julian barusan, Zahra jadi mengetahui bahwa Julian adalah seorang muslim yang tahu bagaimana tata cara menyahut salam.

"Jadi yang minggu lalu, dia benar-benar nggak salat dzuhur? Gue udah nggak heran lagi! Di dunia ini, pasti banyak orang yang islam KTP seperti kak Julian ," gumam Zahra dalam hati.

Zahra pun segera membuka laptop canggih milik Julian dan bergegas mengetik sesuai dengan apa yang diucapkan Julian hingga dua jam berlalu begitu cepat walau tanpa canda dan tanpa tawa sedikit pun di antara mereka.

"Kak! Istirahat sebentar boleh, nggak?" tanya Zahra sambil meringis.

"Hm!" Julian mengangguk.

Zahra pun segera menyimpan data yang telah diketiknya. Lalu ia bergegas menutup laptop canggih tersebut dengan perlahan. Ia takut rusak.

"Ngomong-ngomong, apa Kakak nggak menyesal karena mutusin cewek secantik itu?" tanya Zahra penasaran mengenai kejadian yang menimpanya kemarin.

"Tidak," jawab Julian tanpa ekspresi.

"Kakak ternyata payah dalam memilih cewek! Cewek seperti itu dipacarin!" gerutu Zahra asal-asalan dengan gaya bicara yang selalu bersemangat.

Julian tersenyum kecil mendengar perkataan Zahra. "Maksud lo, Kirin?"

"Ohh! Jadi namanya Kirin? Wajah dan namanya emang cantik! Tapi, hatinya seperti iblis!" ucap Zahra kesal.

"Gadis ini seperti punya indra keenam aja! Selalu bisa menilai karakter seseorang dengan tepat!" pikir Julian.

"Kalau gue jadi gadis itu, gue juga nggak akan mau pacaran sama kak Julian ! Tampangnya aja cakep! Tapi islam KTP! Paling-paling, cewek yang bernama Kirin itu juga islam KTP!" gerutu Zahra dalam hati.

Suasana mulai menghening. Hanya pikiran mereka yang bicara. Zahra merasa agak canggung dengan suasana itu. Suasana di mana Zahra tidak tahu harus berkata apa. Sebenarnya, dia ingin mengungkapkan pada Julian bahwa dirinya illfeel, benci, dan muak pada lelaki idola kampus itu. Akan tetapi, Zahra terlalu takut untuk mengungkapkan hal itu.

"Entah kenapa, gue benci banget sama ni orang! Cakep sih cakep! Tapi, islam KTP!! Huuuh! Nggak level sama gue!" gerutu Zahra dari dasar hatinya."Astaghfirullah! Gue ngomong apa sih?! Nggak seharusnya gue menghina orang lain! Astghfirullah! Kan belom tentu jug ague masuk surga. Dan belom tentu juga ni orang masuk neraka. Iya, kan?"

"Terus terang! Gue benar-benar kagum dengan puisi-puisi buatan ni cewek! Puisinya membuat semua orang yang membaca menjadi terlarut dalam tragedi yang ia alami," kata hati Julian.

-----00-----

Sepulang dari kampus, Zahra langsung beranjak ke rumah Bu kos untuk mengajar Anita. Hari ini, Zahra mengajari Anita mata pelajaran bahasa Inggris dan matematika kelas 2 SD. Dengan penuh kesabaran, Zahra mengajari Anita tentang BAB pembagian.

"Anita, sepuluh dibagi dua, berapa?" tanya Zahra lembut.

Anita sama sekali tidak menghiraukan Zahra yang sedang bertanya kepadanya. Dia malah asyik bermain pensil dan penghapus. Tentu saja Zahra kesal. Namun, ia berusaha menahan kekesalannya. Walau bagaimanapun, ia harus memaklumi tingkah laku Anita karena Anita memang hanya anak kecil yang harus dipahami apa yang diinginkannya.

"Anita! Kakak punya sepuluh permen. Anita mau?" ujar Zahra sambil mengeluarkan 10 permen lolipop kecil dari dalam tasnya.

Mata Anita melebar. "Mau!" sahutnya penuh semangat.

"Tapi, ada satu syarat!"

"Syarat apa?" tanya Anita penasaran.

"Jika Anita bisa mengerjakan satu soal dengan benar, maka Anita akan mendapatkan satu permen," bujuk Zahra.

"Baiklah! Lalu, bagaimana cara mengerjakan ini?" Anita mulai tertarik dengan pelajaran yang disuguhkan Zahra. Dan pelajaran pun dimulai.

Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa dua jam telah berlalu. Anita pun mendapatkan 10 permen lolipop tersebut karena berhasil menjawab pertanyaan dengan tepat. Zahra merasa bahagia karena Anita dengan cepat memahami semua yang telah ia ajarkan.

"Anita! Belajarnya sampai disini dulu ya! Kakak mau balik ke kos. Kalau ada soal yang tidak bisa, Anita bisa ke kamar Kakak," ujar Zahra lembut.

Bagas yang sedari tadi melihat Zahra dari balik kelambu ruang keluarga tukasgum-kagum melihat kelembutan Zahra saat mengajari Anita. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Zahra mempunyai sifat keibuan seperti itu.

"Aku pikir, Zahra itu cuma cewek cerewet yang pintar mengaji dan melucu! Ternyata, dia juga pintar merebut hati anak kecil yang super bandel seperti Anita. Aku jadi kagum, " pikir Bagas.

-----00-----

Jangan lupa vote dan bom komen ya 😄

Wonderful Heart ZahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang