"Min! Gue pinjam novel yang kemarin lo beli, ya?!" ujar Zahra di depan pintu kamar mandi pada Mimin.
"Boleh. Novelnya ada di dalam kamar. Di atas meja belajar," sahut Mimin yang asyik membersihkan diri di dalam kamar mandi.
Zahra pun segera mengambil novel tersebut dan bersiap membacanya. Namun sebelum ia membaca novel tersebut, tiba-tiba sesuatu terjatuh dari novel itu. Zahra pun segera mengambil sesuatu yang terjatuh itu. Zahra sangat terkejut ketika mendapati bahwa benda yang terjatuh itu adalah sebuah foto yang bergambarkan wajah tampan Bagas.
"Foto Kak Bagas? Kenapa ini bisa terselip di bukunya Mimin?" Zahra bertanya-tanya. "Jangan-jangan, Mimin Beneran suka sama Kak Bagas!" tebaknya.
Ketika pikiran Zahra melayang. Tiba-tiba saja Mimin datang dan merebut foto itu dari tangan Zahra. Mimin terlihat gugup dan ketakutan. Kening Mimin mulai berkeringat walau ia habis selesai mandi. Ia sama sekali tidak berani menatap Zahra yang berekspresi penuh selidik.
"Lo suka sama kak Bagas?" tanya Zahra.
Mimin terdiam sejenak. "Eemm...."
"Min?" panggil Zahra.
"Iya! Gue suka sama kak Bagas! Kenapa? Masalah buat lo?!" ucap Mimin ketus.
Zahra tertegun. Ia tercekat. Entah mengapa dia merasa bersalah pada Mimin karena tidak sengaja mengetahui rahasia terbesar sahabatnya itu. "Kenapa lo nggak nembak dia aja?" saran Zahra.
"Gue nggak percaya diri. Gue jelek, gendut, dan berambut ikal. Sementara dia.......tampan dan populer," kilah Mimin sedih.
Zahra tertegun lagi ketika mendengar perkataan Mimin. Ia turut prihatin atas kesedihan Mimin dengan cerita cinta yang belum tersampaikan.
"SAKIT! Apa lo pernah terjebak dalam penantian tak berujung seperti ini?" tanya Mimin dengan nada tinggi dan berlinang air mata.
"Gue pernah," jawab Zahra serius.
Mimin sangat terkejut ketika mendengar jawaban Zahra. Mata Mimin membulat lalu menatap Zahra dengan penuh rasa penasaran. " Siapa?"
"Namanya Azwin. Dia teman gue sejak SMP. Dan sejak itu pula gue menyukainya."
-----00-----
Kilas balik cerita Zahra dan Azwin
Di tengah pelajaran, Azwin tak henti-hentinya memandangi wajah cantik Nisa dari bangkunya. Saat itu Nisa berada di bangku nomor dua pojok. Sedangkan Azwin di bangku nomor dua tengah. Sementara itu, Zahra juga memperhatikan tingkah laku Azwin dari bangkunya yang agak jauh dari bangku Azwin.
"Kenapa Azwin suka sama Nisa? Apa karena dia cantik, pintar, dan kaya?" pikir Zahra.
Begitulah setiap harinya. Azwin memandangi Nisa, sementara Zahra memandangi Azwin. kehidupan mereka bertiga bagaikan gambar gunung dalam peta. Bersudut tiga dan bersisi tiga. Satu pelajaran telah usai hingga berganti pelajaran yang lain. Akan tetapi, Zahra masih saja tak bosan-bosannya memperhatikan Azwin yang tengah asyik memandangi Nisa.
"Mereka emang pasangan serasi. Sama-sama cakep dan kaya. Gue sama sekali nggak berhak jatuh cinta sama Azwin," pikir Zahra.
Zahra sangat menyadari bahwa dirinya tidak pantas untuk Azwin. Dia sadar bahwa dirinya dan Azwin sangat berbeda jauh. Zahra merasa bahwa dirinya dengan Azwin bagaikan bumi dan langit yang tak mungkin bertemu sampai kapan pun.
Zahra adalah anak seorang petani miskin yang tak memiliki apa pun. Sedangkan Azwin adalah anak dari seorang kontraktor kaya raya yang memiliki segalanya. Dan itu sebabnya Zahra tidak berani menampakkan perasaannya pada Azwin karena perbedaan status yang sangat kontras tersebut.
-----00-----
Kilas balik cerita Zahra dan Azwin
"Mbak Zahra!" sapa Azwin dengan penuh senyuman pada saat tak sengaja berpapasan di jalan.
Zahra memanglingkan muka. Ia sama sekali tidak menghiraukan sapaan Azwin. Dan hal itu membuat Azwin kecewa dengan sikap acuh Zahra. Sebenarnya, Zahra sama sekali tidak berniat untuk mengacuhkan Azwin. Akan tetapi, ia bersikap seperti itu agar Azwin membencinya.
"Azwin, gue harap lo membenci gue agar gue bisa melupakan rasa ini. Semakin lo baik sama gue, semakin gue nggak bisa lupain lo." pikir Zahra.
Zahra selalu bersikap seperti itu pada Azwin. Padahal sebenarnya, Zahra sangat menyukai Azwin dari hatinya yang terdalam.
-----00-----
Kilas balik cerita Zahra dan Azwin
Tiga tahun sudah berlalu. Zahra dan Azwin pun akhirnya lulus dari SMP. Zahra memutuskan untuk melanjutkan ke SMA yang berbeda dengan Azwin karena Zahra benar-benar tidak ingin terlarut dalam cinta yang tak pasti seperti itu.
Setahun telah berlalu begitu lama bagi Zahra. Terasa menyakitkan dan mengenaskan bagi Zahra yang terkena luka lara karena cinta. Ia masih saja menyimpan perasaan cinta untuk Azwin. Hingga akhirnya luka Zahra bertambah dalam ketika ia mendengar kabar bahwa Azwin dan Nisa resmi berpacaran. Puluhan puisi pun tercipta sebagai tanda kesengsaraan hatinya yang begitu nelangsa.
Aku memang dungu
Satu puisi sebagai gambaran hati
Lambat laun jadi dua
Menulis lagi jadi tiga
Dan tetap seterusnya
Hingga aku mencoba berhenti
Saat aku menyadari bahwa aku manusia bodoh!
Satu puisi ternyata membuat rasa ini semakin menggunung
Dan kini, sudah terlanjurku membuat seratus puisi
Aku memang dungu! Orang dungu yang tak bisa memiliki
Sejak saat itulah Zahra berusaha untuk melupakan kesedihannya dengan belajar dan belajar hingga akhirnya ia masuk ke salah satu Universitas terbaik di Indonesia.
-----00-----
"Tapi, sampai sekarang gue belum bisa melupakan Azwin walaupun sudah bertahun-tahun berlalu," curhat Zahra.
Mimin tampak prihatin atas kesedihan Zahra. "Ternyata, kita senasib," ucapnya.
Zahra mengangguk tabah. Ia mencoba tegar di hadapan Mimin. Ia sama sekali tidak menangis setelah bercerita tentang masa lalunya yang bertepuk sebelah tangan. Ia malah tersenyum mencoba membangkitkan semangat yang agak pudar usai bercerita.
"Jodoh di tangan Tuhan!" ucap Zahra dengan senyuman manisnya.
Ceria. Itulah satu-satunya hal yang membuat Zahra bertahan selama ini dari pahitnya kehidupan tanpa kekasih. Mencinta satu kali tapi tak berarti. Semua itu dihadapi Zahra hanya dengan kata 'Semangat' yang membuatnya ceria selalu.
-----00-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Heart Zahra
ДуховныеBerawal saat Zahra tidak sengaja tertabrak dengan seorang cowok bernama Julian Prasega yang merupakan idola kampus. Tabrakan itu membuat Flash disk penting milik Julian rusak sehingga Julian menuntut Zahra untuk bertanggung jawab atas file-file y...