R O N A L D
“LEYYA...LEYYA...LEYYA... Suster cepat kemari, bantu angkat Leyya!”
“Leyya kenapa Dok?” nada suster Anna panik.
“Sudah, angkat saja dulu! Bawa dia ke dokter Rini, nampaknya ia pingsan kelelahan.”
Apa itu barusan? flora? Ia nampak tidak sedang bercanda. Ia nampak bukan Leyya, menurut laporan yang kubaca ia menggidap schizophrenia, namun barusan itu bukan schizophrenia. Leyya dan Flora, Tuhan pasti sedang bercanda? Ini kasus pertama MPD (Multiple Personality Disorder) atau kepribadian ganda dan kasus itu berada ditanganku. Sungguh ini suatu pemberian suatu hadiah suatu berkah. Tuhan itu ada rupanya, dan Ia memihakku. Dari sejarah pasien sudah tertera bahwa namanya Flora speicher, kupikir Zheleyya adalah nama panggilan yang disukainya. Akhirnya aku mengerti bahwa Leyya adalah kepribadian yang berbeda.
Pembunuh berantai, schizophrenia dan kepribadian ganda, sungguh aku bahkan tidak tahu harus memulai darimana? Leyya dan Flora adalah wanita terindah dimataku, kompleksitasnya, delusi-delusinya, amarah dan sakitnya membuatku menginginkannya lebih dan lebih lagi. Aku bersumpah, bila ada seseorang yang dapat membaca pikiranku saat ini, Ia pasti mengatakan bahwa aku sudah mulai gila, aku terobsesi. Mereka menjadi ambisiku, gadis berkepribadian ganda.
Pihak kepolisian tentunya tidak akan senang dengan kabar ini, mereka akan kesulitan membuktikan bahwa Leyya atau Flora lah pelakunya terlebih dengan kasus kelainan jiwa yang mereka idap. Jikalau polisi tidak dapat menahan mereka, maka mereka sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami pihak rumah sakit. Dan tentunya aku dengan senang hati akan menawarkan bantuan untuk menjaga, dan mengobservasi pasienku yang satu ini.
~~~o0o~~~
L E Y Y A
Empat dinding bertautan, ruangan yang sama seperti kemarin. Aku masih disini rupanya 'hari apa ini aku lupa, waktu apa ini aku lupa, entah sejak kapan nampaknya semua menjadi sama dan aku tak perduli lagi.
“Leyya, apakah kamu sudah baikan?” nada suster anna khawatir.
Suster anna, sosok lembut yang merawatku selama ini. Ia tidak pernah protes dengan sikap kasarku, bahkan tak pernah sekalipun mengatakan akh. Postur tubuhnya hampir sempurna, memiliki tinggi ideal dan rambut coklat berombak. Senyumnya lebar disertai dengan sederet gigi putih tertata rapih, seolah-olah Tuhan mengukir sendiri ciptaannya yang satu ini - kecuali dada super besar yang hampir merobek kancing bajunya, dada itu seperti ingin melompat keluar dari bra yang ia kenakan, atau itu hanya imajinasiku saja? entah. Mengapa ia berakhir disini, kurasa ia seharusnya menjadi bintang iklan atau apalah selain disini.
Ada satu hal yang menarik. Mata Anna selalu berbinar ketika berbicara tentang Ron, pupil matanya membulat, dan senyumnya merekah. Terkadang tanpa sadar ia melakukan gerakan itu 'menyentuh dada kirinya, seolah-olah jantungnya akan melompat keluar. Oleh sebab itu tangannya berusaha menjaga agar tetap ditempat. Kerap kali Anna mengintip kami ditengah-tengah sesi, atau bertanya apa yang kami bicarakan siang tadi, memastikan bahwa aku bukan pesaingnya. Oooh Anna, carilah lawan yang sepadan! Mereka yang cukup normal, dan bukan pasien bernomor 44 sepertiku.
“Apa yang terjadi padaku Anna?” lanjutku bertanya, sungguh aku masih bingung.
“Kamu tidak ingat? Kamu pingsan di pertengahan sesi dengan dokter Ron. Semua orang panik, dan mengkhawatirkan mu. Saya dan dokter Ron, bergegas menggendongmu ke ruangan dokter Rini,” Masih tersisa ekspresi panik diwajah cantik Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shards Of Glass
Misteri / ThrillerSemua luka ini tidak terlihat, ibuku pandai menutupinya! Dibalik gaun indah yang kukenakan, dibalik rambut kuncir dua yang ibu ikatkan, terdapat puluhan memar dan belasan sabetan yang ia torehkan. (pernahkah orang tua memikirkan, apa akibat perbuata...