Ronald
Ia tiba dari kemarin sore, aku tak sabar untuk menemuinya. Setelah mempelajari kasusnya selama 4 bulan terakhir, sejarah medisnya membuatku terkesima. Pada umur 10 tahun dia di masukkan kedalam Rumah sakit Nusabina dengan diagnosa schizophrenia, berganti rumah sakit sebanyak 4 kali dengan sederetan nama dokter terkenal yang memeriksanya. Hingga pada umur 16 tahun ia dipulangkan atas permintaan dari keluarga. Setelah hari itu, keberadaanya tidak diketahui lagi.
Kemudian ia ditemukan tidak sadarkan diri dibawah jembatan sekitar daerah Harmoni Jakarta, memegang sebilah pisau berlumur darah. Senjata yang membawanya sampai kesini! Darah tersebut di identifikasi milik Raphael, seorang pemuda yang diketemukan meninggal 4 hari sebelumnya. Tubuh yang terpotong menjadi 16 bagian, wajah tersayat, serta organ bagian dalam yang dikeluarkan.
Raphael adalah korban ke lima dari pembunuhan berantai di wilayah jakarta pusat, dan kurasa tamu kita yang satu ini tidak mampu melakukan pembunuhan tersebut...!! Ataukah dugaanku salah? Sesuatu menggema dikepalaku, seperti bel yang sedang berbunyi, namun dengan cepat kata itu menghilang dari ingatan 'sesuatu tentangnya pasti ada sesuatu tentangnya.
Gadis ini sedang berada pada puncak popularitas, media massa sedang memburu ceritanya. Dan kepolisian mati-matian ingin segera menahan sinona! namun dengan alasan medis, bahkan Hakim Agung pun tidak dapat menahannya! Wanita ini tergolong seseorang yang tidak cakap hukum dan kami harus membuktikan hal itu.
Bagiku ia adalah Maha Karya, aku memintanya untuk dipindahkan ke rumah sakit ini Bangli Mental Health Center. Berkat koneksi keluargaku, permintaan tersebut dengan mudah dikabulkan namun dengan syarat aku harus membantu pihak kepolisian mengungkapkan kasus ini. Aku tak pernah merasa bersemangat seperti hari ini, lebih dari hari ulang tahunku, wisudaku, izin praktek dokterku bahkan cinta pertama ku. Profilenya begitu sempurna, kesempatan yang kutunggu selama ini, kini ada didepan mata.
Besok pagi akan kumulai segalanya, apa bila ini berhasil 'gadis ini adalah pencapaian terbesar seumur hidupku, dan namaku akan tertulis didalam sejarah. Oh Tuhan aku mendamba!
Haaallllooo Leyya
Pasien dengan diagnosa schizophrenia. Mereka mengatakan aku tidak normal, merasakan dan melihat hal yang tidak nyata, bahkan terlarut didalamnya. Menjadikan hal tersebut sebagai bagaian dari hidupku, memori atas ingatanku, selalu berperan. Bukankah setiap orang normal seperti itu, mereka berperan dan berpura-pura dengan berbagai alasan. Melihat apa yang mereka inginkan dan menganggap hal yang mereka benci itu maya. Lalu apa bedaku dengan mereka? Mengapa aku yang gila dan bukan kita? Bukankah pada dasarnya jutaan dari kita berdelusi dan kita sebut itu sebagai agama? Lalu mengapa mereka melabeliku dengan skizophernia dan mengurungku disini, memisahkan ku dengan laut lepas dan terumbu karang.
Aku mulai bercerita! beruasaha mengenal apa itu kooperatif, berdamai dengan mereka yang eeuummm berkata aku gila, mungkin akan berjalan dengan baik, sungguh itu harapku. Pertama-tama ia yang memperkenalkan dirinya sebagai dokter, berjas putih, kemeja putih, dan kaos kaki putih serta berbicara layaknya si Maha Tahu 'setidaknya dalam ruangan ini memperkenalkan dirinya padaku. Namanya diawali dengan huruf R yang ditulis dengan kapital, nampaknya orang tua dokter ini memilih sebuah huruf yang sulit diucapkan pada awal kata, mengapa mereka tidak memilih huruf B untuk Budi atau J untuk Joko? Alih-alih huruf tersebut, mereka justru meilih R untuk Ronald. sungguh pilihan yang teramat angkuh.
“Selamat pagi nona, namaku Ronald tapi panggil saja Ron.”
Dokter itu berkata sambil disisipi senyum enggan, seolah ragu apakah aku mengerti bahasanya. Haaaloooo Dok! Aku, kamu labeli gila bukan bodoh. Tapi sungguh aku tak sakit, jangan menyalahkanku atas ketidak mampuan kalian, kalianlah yang tak melihat apa yang kulihat, tak mendengar apa yang kudengar, tak sadar atas apa yang kusadari, ini Aku yang kalian sebut gila atau kalian yang terbatasi?
Ron mulai membuka percakapan dengan pertanyaan ringan dan berusaha menghindari kata-kata yang bersangkutan dengan gila, mental disorder, waham, sinting, schizofreni ataupun istilah yang lebih keren maupun kampungan, terserah anda menafsirkan Ron adalah jenis dokter macam apa? Sungguh aku tak peduli. Ron memintaku untuk bercerita, cerita tentang apa saja boleh 'tapi aku berani bertaruh bahwa ia memohon dalam hatinya untukku menceritakan awal kegilaanku. Oya aku akan bertaruh dengan harga mahal bila ada judi macam itu, tapi mana pernah ada orang gila yang merasa gila, setidaknya aku begitu. Nah aku mulai gila!
“Bisakah saya mengenal anda lebih dekat nona?” Sambil mengulurkan tangannya ke arahku. Bukan sombong, namun kurasa kontak fisik itu percuma. Berusaha ingin mengenalku lebih dekat? Hah hanya dalam mimpimu kurasa, kubiarkan tangannya kosong hingga ia menariknya kembali.
Ron mulai melancarkan serangan pertamanya 'berusaha lebih akrab. Baiklah mari kita ikuti permainannya, toh aku tak ada pilihan lain selain menurut.
“Zheleyya, kamu bisa memanggilku leyya.”
“Leyya, bagaimana perasaanmu hari ini?” Nampaknya ia sering diperlakukan tidak ramah oleh pasien lainnya, raut wajahnya tidak berubah, tidak sedikitpun. Ia tetap tersenyum, cenderung tambah ramah kurasa. Ia sudah menduga aku akan bersikap seperti ini. Lagi-lagi ia membatku muak, merasa paling pandai diruangan ini. Dia pikir dia siapa? Tuhan?"Me-nu-rut-mu?” Ku eja pelan-pelan, agar ia mengerti untuk tidak menanyakan pertanyaan bodoh padaku. Dan selamat untuk diriku sendiri, nampaknya aku melewati satu fase perkenalan dengan normal, sekarang bisakah aku keluar dari tempat ini?
“Bagaimana sarapan pagimu?”
Oh Tuhan cukup basa-basi ini, aku muak! “lezat, pasti seorang chef profesional bekerja di cafetariamu!” sindiran sebenarnya, mana ada makanan enak tersaji disini.
“Baiklah, kita ulangi lagi pertanyaannya. Bagaimana perasaanmu hari ini Leyya? “
“Kesal, marah, dan bosan!” jawabku ketus.
“Apakah kamu ingin membahas perasaan marah dan kesalmu?”
“Tidak, aku sedang merasa tidak nyaman,” dia pikir dia siapa? Temen curhat?“Apakah kau ingin berbicara ditaman? Atau tempat yang lebih nyaman dari ini?”
“Disini pun tak mengapa,” mengapa harus ditaman? Kamu pikir aku artis india? Senang bernyanyi dan memeluk pepohonan?
“Baiklah, sesi kita hari ini hanya untuk saling berkenalan. Jadi kamu bebas menanyakan apapun padaku,” Ia menyilangkan kakinya dan tersenyum.
“Okke, pertanyaanku yang pertama. Kapan sesi ini selesai? Pertanyaan kedua - bisakah kita akhiri sekarang?” yupzzt, i nailed it.
Sebenarnya perawakan dokter ini membuatku kurang nyaman, ia bertubuh tinggi dan sedikit kurus, seperti melihat pipa panjang yang sedang berjalan. ia memiliki jari-jari panjang, dan leher serta kaki yang jenjang. Berkulit putih cenderung pucat pasi seperti penderita anemia berat yang disertai dengan mata coklat terang. Terdapat gingsul digiginya, cara ia tersenyum seolah masalah tak pernah menyentuhnya. Cara ia berjalan menunjukkan keangkuhan, tak pernah sekalipun ia memandang lantai dibawahnya, seperti flaminggo yang sedang berdansa, berjalan dengan irama, aku semakin membencinya! Nampaknya ia dibesarkan dari keluarga serba cukup dan terpelajar, keberadaannya hanya membuatku semakin gerah, dunia mulai banyak berubah...!!! suaranya tenang dan lembut bukan bass ataupun sopran, alto mungkin...? Berbeda dengan pria-pria sebelumnya yang pernah kutemui, suaranya seperti sedang membuaimu membuatmu merasa aman seperti sedang berusaha menggoda keyakinanmu, dan aku HAMPIR tergoda, ingat kata kuncinya.. HAMPIR...!! Saat berbicara aku berusaha sebisa mungkin untuk tetap fokus terhadap matanya, dan menghindari menatap hidung mancung yang cenderung runcing itu, hidungnya seolah sedang menunjuk wajahku. Mencemoohku, mengatakan bahwa aku penyakit bagi masyarakat ini! momok baginya dan isi dunia. Rambut hitamnya menunjukkan ia masih muda, tidak ada sehelai pun rambut putih yang nampak, tidak seperti dokter-dokterku sebelumnya, 20an mungkin umurnya. Banyak orang yang berkata ia jenius, peraih gelar professor termuda diIndonesia pada bidangnya, itu juga menurut suster yang merawatku.. maklumlah! Sudah lama aku tidak bersahabat dengan media massa, baik elektronik maupun jenis lainnya, mungkin aku terlalu ortodok. Pastinya mari kita buktikan kata suster itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shards Of Glass
Misteri / ThrillerSemua luka ini tidak terlihat, ibuku pandai menutupinya! Dibalik gaun indah yang kukenakan, dibalik rambut kuncir dua yang ibu ikatkan, terdapat puluhan memar dan belasan sabetan yang ia torehkan. (pernahkah orang tua memikirkan, apa akibat perbuata...