Ronald
Aku memerlukan waktu 3 bulan lamanya untuk menyadari ada pribadi-pribadi di dalam tubuh itu, tubuh mungil dan ringkih, seolah satu genggaman tanganku dapat memecahnya menjadi seribu. Leyya si pendongeng, sipelindung, sipemberontak, bagian LUAR dari cerita ini. Leyya sering menggunakan kalimat sarkas, bersikap cenderung kasar terkadang, dan mengabaikan peraturan, bagiku ia si tempurung. Selalu bersikap seolah sedang melindungi sesuatu! Hartanya, keberadaannya, cintanya, segalanya. Melindungi separuh ia yang mencinta, yang ia akui bukan ia...
Pada dasarnya leyya senang bercerita, matanya berbinar indah dan jeruji ini bukan batasan saat ia berkisah, hanya bicara dan terus bicara. Leyya selalu menatap mataku dengan seksama, namun bukan aku yang ia lihat. Ia hanya menatap cerminan dirinya dimataku, memandang dirinya sendiri, dan meyakinkan dirinya bahwa aku tetap LEYYA...!!! Bersikap seolah aku tak menyadarinya, tapi aku tahu leyya..! Dimatamu bukan aku yang kau pandang, namun selalu KAMU...
“Kemarin kamu nampak tak nyaman?” kucoba membuka percakapan.
“Aku sedang di interogasi, di curigai, di observasi, dipelajari, seperti penjahat dan tikus lab.. bagaimana bisa kau berharap aku nyaman..?? wwoooww, nampaknya kamu yang sakit..!” ia memutar matanya, merengut dan memainkan jarinya.
“maaf, baiklah kita ubah metodenya, bagaimana bila kamu menceritakan tentang Flora..? kita tidak akan lagi tanya jawab..”Setelah sejenak berfikir ia pun mengangguk..
“ia sedang JATUH CINTA!” Leyya menggerakkan tubuhnya, kegelisahan mulai merasuk perlahan.
“siapa?” SIAL, aku bertanya..!!!
“siapa lagi? Flora..!! sebenarnya dari mana sih kamu mendapatkan lisensi praktekmu? Dan kamu berdusta tentang tak akan lagi bertanya, Dasar dokter Labil...” mulai lagi,.. si sarkas Leyya!
“silahkan lanjutkan Nona Leyya, maafkan atas pertanyaanku tadi” sindiran halus dariku, namun ia mengabaikannya.
“Syam Hanan, ia jatuh cinta padanya, banyak surat atas namanya.” ia membuka lenganya lebar-lebar, seolah surat yang syam kirimkan dapat memenuhi perpustakaan nasional indonesia.
“Seperti surat-surat ini?” Aku menunjukkannya, surat bertuliskan syam. Surat itu ditemukan bersama dengan pisau dan dirinya yang sedang pingsan, hanya itu tak ada yang lain.
“First” LETTER FROM SYAM
Namaku Syam Hanan, seperti matahari yang menginspirasi namaku. Membakar, membara, kuat dan dicintai. Sepoi angin dilaut lepas, terpa sinar mentari di tiap pagi, dan sedikit badai dalam perjalanan bukanlah masalah. Aku terlahir untuk bertualang, menjelajah dan merdeka, hanya satu belengguku, ialah tubuh yang Tuhan beri sebagai hukuman, Ia terbatas dan tidak bebas. Kegiatanku sederhana hanya beruasaha melampaui angin ditiap langkah dan memijak tanah diribuan tempat berbeda. Akulah SYAM!! Teriak ku pada dunia.
Segera setelah aku lepas dari jeruji ini, aku berjanji akan meneriakkan namaku pada dunia.
“Second” LETTER FROM SYAM
Pertama kali aku sadar akan hadirmu, kamu yang mengenakan sepasang sepatu merah darah dengan renda putih pada sisinya. Terlihat manis pada kedua kakimu yang berkulit pucat hampir seperti mayat, rupa dengan rahang kuat disertai alis lebat dan tertata rapat. Tatapan matamu membuatku berduka, entah mengapa akupun bertanya..? langkah kakimu menyiratkan ragu... kamu begitu rapuh..!! berjalan ke arah bangku tunggu stasiun, seperti menghitung langkahmu satu demi satu. Ke Jakarta mungkin, BATINKU, atau sama sepertiku, hanya menghabiskan sisa hari di stasiun ini sekedar menunggu AKU TAK TAHU..!!!
![](https://img.wattpad.com/cover/12259564-288-k836332.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shards Of Glass
Mystery / ThrillerSemua luka ini tidak terlihat, ibuku pandai menutupinya! Dibalik gaun indah yang kukenakan, dibalik rambut kuncir dua yang ibu ikatkan, terdapat puluhan memar dan belasan sabetan yang ia torehkan. (pernahkah orang tua memikirkan, apa akibat perbuata...