Hari ini adalah salah satu hari bersejarah bagi seluruh koas di rumah sakit kami. Hari bahagia namun sekaligus juga hari pembataian hati bagi para koas perempuan.
Hari ini dokter Reno menikah.
Sebenarnya kehebohan tentang pernikahan most-wanted-residen itu sudah terjadi sejak satu minggu lalu, ketika undangan pernikahan berwarna biru navy itu disebar ke seluruh penjuru rumah sakit. Tidak hanya koas sih, paramedis perempuan dan bahkan ... –iyeeeuuuuhhh- dokter Fina, juga mengalami kekecewaan berat. Masalahnya, selama ini tidak seorang pun mengira dokter Reno sudah punya pacar. Selain itu ... istri dokter Reno sendiri juga seseorang yang tidak mudah disaingi.
"Gue nggak bisa bayangin sih itu mas-mas cleaning service pasti dari minggu lalu udah sibuk nyapu serpihan hati temen-temen yang berjatuhan di lantai." Ucapku kepada Rasyid di sampingku yang sedang fokus menyetir mobil. Kami baru saja kembali dari resepsi pernikahan dokter Reno dan sedang dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Rasyid hari ini bertindak sebagai pendampingku ke acara itu. Katanya, jauh-jauh hari Ibram sudah menitipkanku padanya : jangan sampai jatuh, jangan sampai lecet, jangan sampai digodain cowok lain. Puh-liiiss deh Braaam ....
"Asli itu mah lebay banget, Lin."
"Eh gue yang udah tau dia punya pacar aja masih kaget waktu tau siapa calon istrinya. Lah temen-temen yang ngira selama ini dia jomblo apalagi coba?"
"Emang Bang Reno nggak pernah cerita kalo calon istri dia itu anaknya dokter Syahrial yang finalis Putri Indonesia itu?"
"Nggak. Cuman dulu waktu gue lagi kena apes itu dia bilang mau ngomong ke dokter Syahrial buat bebasin refresh bedah gue. Ya gue mah iya-iya aja sih, nggak curiga sampe ke sana. Sialan dia! Pantesan aja gampang gitu gue dilepas, ternyata dokter Syahrial calon mertua dia!" Rasyid tertawa medengar omelanku.
"Itu mereka pacaran juga nggak lama kok, Cuma beberapa bulan gitu. Kan dokter Syahrial bukan tipe yang ngijinin anaknya pacaran, kalo doyan ya nikahin. Gitu ..."
"Oh ya? Berarti bener kan dokter Reno awal-awal itu masih jomblo?" Rasyid mengangguk dan melirikku sekilas.
"Kan dia awalnya sempet naksir elo Lin."
"Hah??" aku menghadapkan badanku ke arah Rasyid,
"Serius lo?"
"Iyaaa ... beneran gue. Emang lo nggak ngerasa? Sekelompok kita aja udah tau, kan dikit-dikit 'Alina as-op!', 'Alina, temenin gue visit pasien!', 'Alina, temenin gue ke kantin!' ... lo nggak ngeh gitu?" aku terdiam, mengingat sikap dokter Reno padaku di awal-awal aku bergabung di stase bedah.
"Gue sempet sih yang ge-er ge-er gitu, tapi waktu itu ya gue anggepnya profesional aja sih. Ih tau gitu dulu gue ladenin deh dokter Reno. Dipikir-pikir padahal kalo gue nggak nikah sama Ibram, gue bakal sama dokter Reno ya, Syid?"
"Heh ... kata-kata lo ni bisa gue rekam trus gue kirimin ke yang lagi di hutan nih." Aku tertawa,
"Kok lo sekarang jadi pro ke Ibram sih? Perasaan dulu anti banget sama dia."
"Gue? Anti sama Ibram? Kapan? Gue mah nge-fans kali sama suami lo cyiiin ... Itu anak ganteng banget, waktu hamil emaknya ngidam apa ya?" Aku tertawa terbahak-bahak mendengar Rasyid yang suaranya berubah melengking seperti orang ngondek. Padahal aku masih ingat sekali bagaimana Rasyid tidak berhenti mencecarku ketika tau Ibram hampir mencoret rekorku sebagai koas dengan nilai ujian terbaik dan sekarang justru berbalik memuji-mujinya.
Tiba-tiba aku menangkap sesuatu dari penampilan Rasyid hari ini. Sebenarnya sudah sejak daritadi sih ... saat ia menjemputku di apartemen, ada sesuatu yang berbeda darinya, terutama penampilannya, hanya saja aku tidak bisa menangkap apa yang berbeda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sillage (Doctor Soldier Romance)
Storie d'amore"Seperti Ibram yang kerap datang dan pergi, meninggalkan jejak kehadirannya di setiap sudut apartemenku, di sweater yang selalu menemaniku tiap malam hingga terlelap, ia juga meninggalkan kesan mendalam di dalam hatiku. Bahkan sejak awal kami bertem...