Dua

13.8K 1.3K 40
                                    

Setelah melalui perdebatan yang sangat panjang. Menghabiskan tiga gelas jus jeruk, setoples kastengel, dan sepiring nasi padang, akhirnya Adisti Elvina Ganes mau menerima dengan ikhlas dan lapang dada untuk menemani Mbak Vanya tinggal di asrama, selama Mas Damar pergi bertugas.

Sekarang, di sinilah cewek bandel itu berada. Duduk termangu di teras rumah dinas Komandan Kompi B. Sementara kakak iparnya yang sedang hamil tua itu sedang sibuk di dapur. Dasar adik nggak tahu diri nih. Bukannya membantu, malah sibuk melamun pagi-pagi. Lamunan Adis mulai buyar tatkala indera pendengarannya menangkap sayup-sayup koor bernada bass dan berat di kejauhan. Cewek itu lantas memutar kepala ke arah sumber suara. Nggak butuh waktu lama, Adis sudah mendapati pemandangan yang mungkin bagi para gadis lain adalah surga dunia. Berbeda dengan Adis, yang justru memasang wajah datar dan setenang air tanpa riak, saat serombongan para bujangan tentara berlari-lari pagi melewati rumah dinas Mas Damar.

Nggak ada yang oke. Batin Adis dalam hati. Tanpa sadar mencibir cowok-cowok tangguh itu. Wajahnya langsung dipalingkan saat tanpa sengaja ia bertemu pandangan dengan salah satu dari serombongan barisan tentara itu. Tentara yang berlari paling depan kanan. Ganteng memang. Kalau mau agak didramatisir. Cowok ganteng, berperawakan aduhai, dan memiliki sepasang mata elang di bawah naungan alis hitam nan tebalnya. Siapa lagi kalau bukan Krysandavin Erlandhyto. Letnan satu yang baru saja menikmati pencapaian kariernya sebagai Komandan Kompi C.

"Cewek yang duduk di teras rumah Bang Damar tadi, apa itu yang diceritakan Bang Farhan?" tanya Harith setelah barisan dibubarkan. Keduanya —Harith dan Davin— berjalan beriringan menuju mess perwira. Davin mengelap keringat yang menetes di pelipis dengan handuk. Diliriknya Harith sesaat sebelum membuka suara.

"Kayaknya sih gitu. Kenapa? Naksir kamu?" sahut Davin geli. Harith langsung membulatkan mata.

"Mau kukemanakan si Ema? Adiknya Bang Damar memang cantik, tapi calon istriku lebih cantik lah, Vin," sangkal Harith cepat, sementara Davin malah tertawa dengan keras.

"Kali aja, kamu mau mendua, Rith," ujar Davin. Harith geleng-geleng kepala.

"Setia pada negara. Setia pada wanita," tandas Harith. Tanpa menunggu sahutan dari Davin, cowok yang sebaya dengan Davin itu langsung masuk ke kamar mandi. Davin mendengus pelan mendengar celoteh sahabatnya itu.

*****

"Mau kemana kamu? Rapi benar," komentar Harith saat menemukan Davin yang keluar dari kamar sudah berpakaian rapi, plus wangi. Davin menyeringai tipis.

"Ke rumah Bang Zul," jawab Davin sekenanya. Harith hanya mengangguk-angguk paham. Setelah berpamitan dan mengucap salam, Davin berjalan keluar rumah. Bermaksud untuk menemui Bang Zul di rumahnya.

Dalam perjalanannya ke rumah Bang Zul, Davin kembali mengingat sorot mata Adis pagi tadi. Nggak ada yang aneh sih sebenarnya. Tapi entah kenapa Davin merasa ada yang kurang pas. Ah, mungkin hanya perasaan dia saja. Kelamaan ngejomblo dan keseringan berkumpul dengan para cowok, jadi begini deh. Feeling ke cewek jadi berkurang. Davin masih waras kok, dia masih suka sama cewek. Tenang saja.

"Melamun, Vin?" tanya Bang Zul yang ternyata sudah menunggu kedatangan Davin di teras rumah. Davin terkejut agak berlebihan.

"Siap!" ucapnya gelagapan. Bang Zul tertawa pelan. Ia segera beranjak dari duduk dan melangkah mendekati Davin.

"Mikirin apa kamu itu? Masih bujangan lagaknya kayak punya istri dan anak banyak aja, Vin," goda Bang Zul. Keduanya beriringan melangkahkan kaki menuju pintu keluar asrama.

"Nggak kok, Bang," ucap Davin tak enak hati. Bang Zul memasukan tangan kirinya ke saku celana. Lelaki yang lebih tua empat tahun dari Davin itu menghela napas pelan.

Dingin HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang