Enam

11.9K 1K 43
                                    

Sesekali Adis melirik cowok yang duduk tegap di hadapannya. Bukan apa-apa, tapi mengerjakan revisian dilihatin mulu kan jadi nggak bisa konsentrasi. Beberapa kali juga Adis sengaja mendengus, supaya orang yang duduk di depannya itu tahu dan paham, kalau keberadaannya sama sekali nggak diharapkan. Mengganggu banget lah iya.

"Harus ya duduk tegak terus begitu?" tanya Adis. Setelah setengah jam berlalu tanpa suara. Davin menaikan alisnya tinggi. Tersenyum simpul menanggapi pertanyaan Adis.

"Sudah selesai?" Davin balik bertanya. Adis berdecak malas.

"Gimana selesai kalau dilihatin mulu begitu," keluh Adis. Mendengar keluhan gadis itu, barulah Davin bergerak. Mengambil sebuah paper penuh coretan. Mulai membuka halaman per halaman.

"Kenapa membuat sistem informasi absensi? Bukannya sekarang sudah mulai tren dengan mobile android?" Davin mengangkat wajah menatap Adis dengan pandangan penuh tanya.

"Bisanya," sahut Adis apa adanya.

"Ganti judul saja." Mata Adis membola. Ini Davin otaknya agak gesrek kali, ya. Adis sudah masuk bab dua. Masa iya, mau ngulang dari awal lagi. Yang benar saja lah. Davin melirik calon istrinya itu sekilas. Memastikan ekspresi yang terpasang di wajah Adis.

"Nanti kubantu," imbuhnya kalem. Baru juga Adis mau mangap, sebuah suara memanggilnya.

"Adis, tumben ada di perpus?" Adis kontan mengubah ekspresi wajahnya, dari yang lesu menjadi berseri-seri.

"Eh, Kak Revan. Iya nih. Lagi ngerjain revisi," cengir Adis polos. Revan menganggukan kepala. Kakak tingkat Adis yang doyan naik gunung ini, sudah sejak lama jadi idola. Adis ngefans sama dia.

"Sekarang dibawain pengawal sama Bapak?" Revan menaikan alis. Menatap Davin aneh. Sementara yang ditatap seperti itu memilih untuk melengos. Habis ini, Adis bakal kena amuk.

"Heeh. Biar cepet kelar skripsiannya kata Papah," ucap Adis. Justru mengiyakan ucapan Revan. Davin menatap tajam Adis. Melihat sorot mata Davin, buru-buru Adis memalingkan muka. Sok nggak tahu. Revan tertawa garing mendengar penuturan Adis. Pasalnya, selama ini Adis paling anti dengan pengawal. Pernah awal masuk kuliah dulu, dia dikawal karena kena jambret. Tapi, hanya terjadi sehari. Setelahnya hingga sekarang sudah nggak pernah. Makanya, begitu melihat ada loreng nyasar ke perpustakaan kampus, Revan mengira Adis kena masalah lagi.

"Duluan, Dis," pamit Revan. Dengan ceria, Adis melambaikan tangannya melepas kepergian Revan. Begitu cowok itu menghilang keluar dari perpustakaan, Davin berdehem. Meminta perhatian Adis.

"Pengawal, ya," sindir Davin. Adis sok menaikan alisnya tinggi. Cengiran terlukis di wajahnya tanpa dosa. Davin mendengus pelan. Didorongnya laptop ke dekat Adis.

"Sudah selesai. Cepet sana temui dosennya," titah Davin. Adis dibuat kaget sekaligus takjub. Buru-buru cewek itu mengecek isi draft skripsinya. Nggak butuh lama, dia langsung berdecak malas.

"Besok aku aja deh yang kerjain. Kalau begini caranya, nanti aku cepet lulus," ucap Adis. Sama sekali nggak ada rasa terima kasih. Wajahnya malah cemberut total. Davin mengerutkan kening dalam. Perlahan kepalanya menggeleng. Nggak habis pikir dengan cara berpikir Adis.

"Kamu pikir, aku mau dinikahkan sama cewek bawel, childish, labil kayak kamu?" ucap Davin tajam. Tanpa menunggu Adis bicara, Davin sudah beranjak dari duduk.

"Kutunggu di mobil," imbuh Davin sambil lalu. Sementara Adis dibuat eneg, seeneg-enegnya. Sepasang mata Adis melotot nggak terima. Mau meneriaki Davin nggak mungkin, ingat kalau ini masih di dalam perpustakaan. Akhirnya, Adis hanya bisa menghentak-hentakan kakinya ke lantai dengan kesal.

Dingin HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang