Adis membuka mata dan langsung kaget begitu melihat ke arah jendela yang masih tertutup gorden. Cahaya menyilaukan memaksa masuk melalui celah ventilasi. Kontan saja cewek itu langsung beranjak dari ranjang. Meraih ponsel untuk mengecek jam.
"Astaga, udah jam enam. Udah sepanas ini," gumam Adis. Buru-buru melangkahkan kaki keluar dari kamar. Didapatinya Davin tengah sibuk memasak di dapur.
"Lagi apa?" tanya Adis seraya mengucek matanya yang masih menyisakan kantuk. Davin menoleh sekilas.
"Goreng telur buat sarapan. Aku ada apel pagi," jawab Davin seolah itu bukan masalah besar. Ganti Adis yang berdiri canggung --nggak enak hati lantaran bangun kesiangan.
"Capek, ya? Kamu tidurnya pules gitu," lanjut Davin. Mematikan kompor dan membawa dua piring ke meja makan. Adis mengusap tengkuk salah tingkah.
"Nggak juga sih. Di sini malemnya cepet yah," cengirnya kaku. Davin mengulas senyuman. Menarik kursi dan duduk. Mulai memakan sarapan buatannya sendiri.
"Gosok gigi, cuci muka, terus sarapan," ucap Davin di sela mengunyah. Adis menganggukan kepala. Tanpa mengeluarkan suara, ia langsung berjalan ke kamar mandi.
*****
Nggak lama sih Adis pergi mandi. Pas sudah selesai, ia nggak menemukan Davin di tempat yang tadi. Dapur sudah bersih, termasuk meja makan yang hanya ada satu piring berisi sebuah telur mata sapi yang agak gosong. Adis menghela napas pelan. Sepi. Dia nggak tahu musti ngapain seharian ini, juga hari-hari esok. Pasti semua akan berjalan lamban dan membosankan.
Suara pintu diketuk membuyarkan lamunan Adis. Cewek itu langsung beranjak dari duduk. Menyeret kakinya mendekati pintu. Seorang wanita yang berusia nggak beda jauh dari Adis sudah berdiri di ambang pintu. Kedua tangannya memegangi sebuah mangkuk yang ditutupi tisu.
"Selamat pagi," sapa si wanita dengan ramah. Adis menyunggingkan senyum.
"Izin ... dengan ibu ...?" tanya Adis sedikit ragu.
"Nama kecil saya Tyas, Dek. Nama suami saya Lettu Fadli Anugerah Wijaya, kakak lettingnya Bang Davin," ucap Tyas memperkenalkan diri. Adis menyunggingkan senyum canggung.
"Izin, silakan masuk, Mbak," ucap Adis mempersilakan Tyas untuk masuk. Tyas menganggukan kepala. Melangkahkan kaki membuntuti Adis masuk ke dalam rumah.
"Tadi saya masak sup ayam agak banyakan. Nyicipin sekalian kenalan," ucap Tyas. Meletakan mangkuk berisi sup ke meja.
"Izin, Mbak. Maaf jadi merepotkan," ucap Adis. Nada bicaranya terdengar canggung. Nggak tahu bagaimana harus memposisikan diri.
"Tidak merepotkan. Oya, sekalian ini ada undangan pertemuan bulanan persit." Tyas menyodorkan sebuah kertas yang terlipat kepada Adis. Tanpa banyak bicara Adis menerima dan langsung membacanya.
"Izin, terima kasih, Mbak. Sebentar saya ganti mangkuknya," ucap Adis. Beranjak dari duduk. Membawa mangkuk berisi sup tadi ke dapur. Mengganti mangkuk berisi sup dengan mangkuk miliknya, pun nggak lupa mencucinya sekalian. Nggak lama, Adis sudah kembali ke ruang tamu.
"Izin, Mbak. Maaf sudah menunggu lama," ucap Adis. Menyodorkan mangkuk kosong ke Tyas.
"Nggak apa-apa," jawab Tyas. Melirik mangkuk kosong yang dikembalikan Adis. Senyum ramahnya langsung memudar.
"Dek Davin, nggak tahu aturan saling memberi, ya?" tanya Tyas tanpa teding aling-aling. Adis dibuat terperangah.
"Y-ya? Izin, mohon petunjuknya, Mbak?" sahut Adis geragapan. Tyas mencibir pelan. Bukannya menjawab, wanita itu malah mengedarkan pandangan. Meneliti isi rumah yang masih setengah kosong. Memang Adis dan Davin belum sempat membereskan, apalagi mengisi. Baru datang saja kemarin pagi. Bongkar koper juga belum semua, belanja juga belum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dingin Hati
Romance"Kata siapa tentara nggak boleh patah hati? Kata siapa tentara nggak boleh melankolis? Dan, sejak kapan aturan itu diberlakukan? Tentara juga manusia. Punya jiwa, punya rasa, dan punya hati." -Krysandavin Erlandhyto- "Aku nggak suka sama tentara. Ti...